All Chapters of Pelukan Dingin Tuan Muda : Chapter 71 - Chapter 80

Waktu satu bulan ternyata berlalu begitu cepat untuk Laiba yang memiliki rutinitas yang padat jika bukan karena melihat undangan yang ada di meja kerjanya Laiba benar-benar lupa jika besok adalah hari pernikahan Makky. Laiba masih ingat pesan tuan muda itu jika dirinya tidak boleh memberikan selamat padanya saat menikah nanti. "Hari ini datang begitu cepat," gumam Laiba sambil menatap undangan di tangannya.Pernikahan ini di adakan cukup mewah dan dihadiri begitu banyak orang penting namun mungkin hanya sebagai orang saja yang tahu jika ini hanya sebuah pernikahan kosong. Laiba datang sendiri ke tempat pesta pernikahan itu hanya mengenakan gaun berwarna coklat yang tidak mencolok dengan riasan tipis juga rambut yang hanya diikat belakang.Laiba masuk ke dalam aula besar yang telah di penuhi para undangan, alih-alih langsung menemui sang pemilik acara Laiba malah mengambil tempat di pojok. Meja bundar itu memiliki 8 kursi namun hanya Laiba seorang yang ada disana. Semua tamu undangan

Laiba bersikap seolah tidak mengenal Dedalu dirinya hanya melihat kedatangan laki-laki itu sebentar kemudian sedikit menggeser posisi duduk agar lebih menghadap Bram untuk mendengarkan laki-laki itu yang kembali bicara. Namun baru beberapa saat Laiba mendengarkan keluh kesah laki-laki itu pandangannya melihat seseorang yang familiar. Laiba tersenyum lebar sambil menggaruk pelan.Bram sudah biasa melihat Laiba menyapa seseorang di sini namun kali ini tidak tahu mengapa dirinya ingin menoleh dan mendapati sesosok laki-laki sedang melihat kearah mereka dengan cepat Bram menarik pandangannya lagi dan berhenti bicara. Laiba memperhatikan itu ketika akan melihat lagi ke orang penting disana orang itu telah pergi.Bram tidak mengatakan apapun lagi kemudian mengambil ponselnya yang bergetar, Laiba mengabaikan tingkah lakunya kemudian melihat ke arah Makky yang masih berkutat dengan minumannya bersama Anthony."Akan jadi apa mereka malam ini," ujar Laiba dalam hati.Fang juga sudah mengajaknya

Bram menatap wanita di sampingnya dengan tatapan penuh harap. "Apakah kamu pernah menyukaiku?" tanya Bram."Tidak," jawab Laiba."Kenapa?""Itu pertanyaan lain.""Jawab saja.""Kamu sudah sering bertanya dan aku sudah pernah menjawabnya, jawabnya sama seperti sebelumnya."Bram mundur dengan wajah kecewa untuk kesekian kalinya. Botol itu berputar kembali dan berhenti pada Laiba lagi. Laiba mengumpat dalam hati melihat botol itu begitu menyukainya."Apakah di meja ini ada orang yang kamu sukai?" Poppy menjadi orang selanjutnya yang bertanya."Itu yang kamu sebut pertanyaan berbobot?" sahut Dahayu sambil mengejek."Diam!" ucap Poppy sambil melotot pada sepupunya itu."Sepertinya kamu sudah menyiapkan pertanyaan ini sejak lama," ucap Laiba."Jawab saja," kata Poppy."Tidak," jawab Laiba penuh kemenangan. Sejak awal Laiba hanya akan menjawab iya dan tidak dan tidak perlu menyebutkan alasannya.Laiba sedikit mengulurkan tangannya untuk memutar botol itu sendiri karena sejak tadi botol itu t

Laiba menatap tajam pada laki-laki yang beberapa saat yang lalu minta maaf namun dengan cepat melakukan kesalahan lagi, bagaimana dia dengan mudah mengambil keuntungan seperti itu darinya apa mungkin alkohol sudah merusak syarafnya. "Kau ...?!" Laiba menunjuk laki-laki itu sambil marah namun tidak ada kata keluar setelannya. Laiba marah dan bingung pada laki-laki di depannya namun segera kembali normal."Apa yang baru saja kamu lakukan? Apa menurutmu aku sudah tidak punya harga diri?" ucap Laiba sambil menahan marah."Aku hanya ingin memastikan satu hal jika kamu apakah sudah tidak lagi menyukaiku?" jawab Dedalu lirih namun sungguh-sungguh."Konyol," sahut Laiba."Kamu mengatakan jika tidak memiliki hubungan dengan siapapun saat ini apakah karena masih belum bisa muve on dariku?""Ha?" Mulut Laiba terbuka lebar dan tidak percaya dengan apa yang didengarnya. "Kau punya kepercayaan diri begitu besar dari mana?" Laiba tertawa mengejek. "Apakah ingatan dan pendengaranmu buruk ketika Popp

Laiba tidak berharap jika Kara akan datang begitu awal, Laiba menyuruh asistennya untuk mengantarkan gadis itu keruangan barunya. Laiba memprihatinkan wajah Kara yang nampak berbeda saat pertama kali mereka bertemu. "Antarkan Kara berkeliling juga," pinta Laiba pada asistennya. Perempuan itu mengangguk sebagai jawaban. "Kara kembali ke sini satu jam lagi karena kita akan pergi," pesan Laiba pada Kara. Perempuan itu juga mengangguk penuh semangat. Dua perempuan itu pergi dan kini Laiba sibuk sendiri dengan pekerjaannya, ponselnya berdering dan dengan ceroboh Laiba langsung mengangkatnya tanpa melihat nama yang tertera. "Hallo," ucap Laiba namun pandangannya masih fokus pada kertas di depannya, tangannya yang lain sibuk membuat goresan demi goresan membuat sesuatu yang baru. "Hallo," jawab pihak lain. Tangan Laiba yang masih aktif bergerak spontan langsung berhenti mendengar suara orang dari ponselnya. Laiba menjauhkan ponselnya dari telinganya dan melihat nama di layarnya da