Langkah kaki pria bertopeng itu menggema pelan di atas lantai batu basah, menciptakan irama aneh di tengah keheningan Distrik Hitam yang dilanda kabut malam. Setiap langkahnya tenang, nyaris tak bersuara, seolah ia tak berjalan, melainkan mengalir—seperti bayangan yang lahir dari malam itu sendiri.Helena memicingkan mata, tubuhnya tegang, jari-jarinya melayang di dekat gagang senjata. Meski lelah, nalurinya tetap waspada. Ada sesuatu dalam cara pria itu bergerak—mantap, tak tergesa, tapi tak juga ragu—yang membuat bulu kuduknya berdiri.Pria itu berhenti di hadapannya, dalam jarak yang cukup dekat untuk bicara, namun cukup jauh untuk menjaga rahasia. Dari balik topeng perak berhias ukiran naga terjalin, suaranya akhirnya terdengar.“Namaku Kael,” ucapnya, tenang namun dalam, seperti suara logam tua yang bergesekan di ruang kosong. Kata-kata itu bukan sekadar perkenalan ... ada beban di dalamnya. Sebuah pengakuan yang mengandung sejarah.Helena menahan napas. Udara malam terasa lebih d
Terakhir Diperbarui : 2025-05-18 Baca selengkapnya