Esoknya, Elisabeth muncul di rumah sakit tempat Ariella dirawat. Ia datang bukan sebagai musuh, bukan pula sebagai calon istri titipan ibu Rigen. Ia datang sebagai “kerabat keluarga”—membawa setangkai bunga putih dan senyum yang tak menuntut. Ariella masih lemah, duduk di kursi roda dekat jendela ketika Elisabeth masuk. “Boleh aku masuk?” tanyanya lembut. Ariella menoleh, mengangguk ragu. “Silakan…” Elisabeth melangkah pelan, penuh empati palsu. Ia menaruh bunga itu di meja, duduk di hadapan Ariella. “Aku… cuma ingin tahu kabarmu.” “Kamu sudah tahu, kan?” Ariella berkata pelan, menyiratkan bahwa kedatangan Elisabeth bukan sesederhana itu. “Tentang berita-berita itu?” tanya Elisabeth, seraya mengangguk. “Ya. Dan aku muak melihatnya.” Ariella terdiam. Ia menatap mata Elisabeth, mencoba menembus balik tirai keramahan itu. Elisabeth melanjutkan, “Aku tahu kamu sedang dalam posisi yang rapuh, dan aku… ingin kamu tahu, aku tidak ada di pihak siapa pun selain kebenara
Last Updated : 2025-07-19 Read more