“Aku bilang diam, Cia.” Nada Giovanni terdengar rendah, tajam, dan entah kenapa… bergetar di udara. Tatapannya menahan banyak hal — marah, cemburu, tapi juga sesuatu yang tak bisa dijelaskan. Aku terpaku. Tangannya masih di sisi kursi, menjebakku di antara tubuhnya dan meja kaca itu. “Giovanni, kamu—” “Jangan panggil aku seperti itu,” potongnya cepat, suaranya pelan tapi menekan. “Kau tahu aku benci saat suaraku keluar dari bibirmu seperti itu.” “Lalu apa? Bos?” Aku mengangkat dagu, mencoba menutupi debar di dada. “Kau mau aku terus memanggilmu seperti bawahan?” Giovanni menyipit. “Kau selalu tahu cara memancingku, ya?” “Aku hanya jujur,” balasku, menahan napas saat tubuhnya sedikit condong ke depan. “Kau pikir aku takut?” Sekilas, sudut bibirnya terangkat — tapi itu bukan senyum lembut. Itu adalah tatapan seorang pria yang tahu ia berkuasa. “Tidak, Cia,” katanya pelan, hampir berbisik di dekat telingaku. “Kau tidak takut. Dan itulah masalahnya.” Aku bergeming. Napas kami h
Last Updated : 2025-10-22 Read more