Nazharina menunduk, wajahnya penuh rasa bersalah. "Maaf, Kak. Aku tak sengaja. Aku cuma pinjam sebentar tadi siang." Arian mengusap wajahnya, berusaha menenangkan diri. "Kau punya sepeda sendiri, Nazh. Kenapa harus pakai punyaku?" Nazharina mengangkat bahu kecil. "Sepedamu lebih enak dipakai." Arian mendesah panjang. "Sekarang kita terpaksa jalan kaki. Kau yakin bisa?" Nazharina mengangguk cepat. "Aku bisa. Aku janji tak akan mengeluh." Namun, baru beberapa langkah, Nazharina meringis kesakitan, lututnya terasa nyeri. Arian memperhatikan, lalu tanpa berkata apa-apa, ia berjongkok di depannya. "Naiklah ke punggungku. Aku akan menggendongmu," perintah Arian. Nazharina terkejut. "Tapi, Kak—" "Jangan banyak protes. Ini lebih cepat," potong Arian tegas. Dengan ragu, Nazharina naik ke punggung Arian. Ia melingkarkan lengannya di leher Arian, merasakan hangat tubuh kakaknya itu. Jantungnya berdebar tak karuan, entah karena rasa sakit atau sesuatu yang lain. Sepanjang perjalanan mere
Terakhir Diperbarui : 2025-05-19 Baca selengkapnya