Malam itu, langit kota tampak kelabu, seolah ikut merasakan betapa sesaknya dada Jihan yang duduk di samping Rafli, menemani perjalanan sunyi sepanjang waktu. Di luar, lampu-lampu jalan menyala redup. Tetapi tidak dengan Jihan, yang merasa terkurung seperti dalam sangkar. 15 menit telah berlalu, akhirnya mereka tiba di depan rumah minimalis milik Rafli. Rumah yang dulu pernah ditempati Jihan, yang pernah menyambutnya begitu ceria, sebelum akhirnya menjadi tempat ia dicampakkan lalu dibuang, dan menyisakan trauma tersendiri yang tak bisa diceritakan pada siapapun. "Assalamu'alaikum." "Wa'aikumussalam. Eh, Rafli, Jihan, Alhamdulillah akhirnya kalian sampai. Masuk, Nak."Sambutan hangat itu berasal dari Fani—ibu Jihan. Tanpa banyak bicara, ia langsung memeluk putrinya erat, seolah tak ingin terpisahkan. "Jihan, Ibu rindu sekali, Nak.""Jihan juga, Bu. Ibu apa kabar?" "Alhamdulillah baik, Nak. Kamu sendiri gimana? Seha
Last Updated : 2025-06-04 Read more