All Chapters of Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel: Chapter 451 - Chapter 460

Lucien terdiam. Kata-kata suster itu seperti pukulan keras yang membuat dadanya sesak.Ia menutup mata sebentar, mencoba mengingat kejadian terakhir sebelum kehilangan kesadaran. Bayangan portal ungu kehitaman.Gua gelap yang dingin. Asap hitam beracun.Dan sosok Peter Davis yang berdiri di ambang cahaya putih, menatapnya dengan ekspresi yang sangat dingin dan kosong."Peter Davis... dia yang menyelamatkanku?" bisik Lucien dengan suara yang hampir tidak terdengar.Suster mengangguk pelan, lalu duduk di kursi samping tempat tidur. Ia menuangkan air putih ke gelas dan memberikannya kepada Lucien dengan gerakan yang sangat hati-hati."Ya, Dokter. Beliau membawa Anda keluar bersama dengan empat Hunter lain yang juga tidak sadarkan diri.""Kondisi Anda paling parah di antara semuanya. Keracunan spiritual, dehidrasi ekstrem, dan beberapa luka gores yang cukup dalam."Lucien menerima gelas itu dengan tangan yang gemetar. Ia minum sedikit, air dingin itu terasa seperti berkah di tenggorokan y

Setelah katup terpasang, Peter menyalurkan energi Qi ke jaringan di sekitar katup. Energi itu merangsang regenerasi sel dan memperkuat ikatan antara katup prostetik dan jaringan jantung."Bedah jantung modern adalah seni," gumamnya sambil menutup dada lapis demi lapis."Sama seperti akupunktur, setiap gerakan harus presisi. Setiap keputusan harus tepat."Suara mekanik bergema untuk ketiga kalinya."Modul kedua selesai. Evaluasi: Sempurna. Lanjut ke modul terakhir."Token ketiga menyala dengan cahaya biru yang sangat intens. Peter berpindah ke meja ketiga, menatap kasus yang paling rumit dari semuanya.Tumor otak kecil di lobus temporal. Lokasi yang sangat sensitif, di mana sedikit saja kesalahan bisa menyebabkan kerusakan permanen pada memori dan fungsi kognitif."Bedah Saraf," bisik Peter dengan nada yang sangat serius."Cabang bedah yang paling memerlukan ketelitian ekstrem. Satu gerakan yang salah bisa membuat pasien kehilangan kemampuan berbicara, bergerak, atau bahkan berpikir."

Peter tidak mendengar bisikan itu. Ia sedang membungkus luka dengan perban steril, menciptakan tekanan yang cukup untuk menghentikan perdarahan dari pembuluh darah kecil lainnya.Lalu ia mengambil dua papan kayu kecil dari tas petugas medis, memposisikannya di kedua sisi kaki yang patah. Splinting darurat, metode untuk menstabilkan tulang yang patah agar tidak bergerak dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut.Peter mengikat papan dengan perban elastis, tidak terlalu kencang hingga menghambat aliran darah, tidak terlalu longgar hingga tidak stabil. Setiap gerakan sangat presisi, seperti sudah dilakukan ribuan kali.Setelah kaki stabil, Peter mengeluarkan tiga jarum perak dari kotaknya. Jarum-jarum itu berkilau di bawah sinar matahari pagi.Ia menusukkan jarum pertama ke titik di atas lutut Sinta, titik akupunktur yang mengontrol aliran darah ke kaki bagian bawah. Jarum kedua di pergelangan kaki, titik yang merangsang saraf untuk mengurangi rasa sakit.Jarum ketiga di punggung kaki, titi

Peter terus membuka jaringan lapis demi lapis, sangat pelan dan sangat teliti. Setiap lapisan dijaga agar tidak rusak lebih dari yang diperlukan, karena semua harus dijahit kembali nanti dengan rapi.Akhirnya, tulang yang patah terlihat dengan sangat jelas. Dua tulang utama kaki bagian bawah, tibia dan fibula, patah dengan sudut yang sangat tidak normal.Ujung tulang yang patah menonjol keluar, berwarna putih keabu-abuan dengan sedikit darah yang mengering di permukaannya. Serpihan tulang kecil tersebar di sekitar area patahan.Peter mengambil napas dalam. Ini adalah bagian paling kritis dari operasi."Penjepit tulang," katanya dengan nada yang sangat tenang.Perawat bedah menyerahkan penjepit bedah khusus untuk tulang. Alat yang lebih besar dan lebih kuat dari penjepit biasa, dengan ujung yang bisa mengunci tulang dengan erat.Peter memegang ujung tulang tibia yang patah dengan penjepit, lalu perlahan memposisikannya kembali ke tempat yang seharusnya. Gerakan sangat lambat, sangat ha

Cahaya dari lampu operasi memantul di kaca, menciptakan kilauan yang membuat pemandangan di bawah terlihat seperti panggung teater medis. Semua mata tertuju pada satu sosok yang berdiri di tengah ruangan."Gerakannya seperti mesin presisi," gumam salah satu dokter residen berusia dua puluhan dengan kacamata tebal."Tapi ada sentuhan manusia di sana. Setiap gerakan penuh dengan kehati-hatian yang luar biasa."Di sampingnya, seorang dokter residen wanita menatap dengan mata yang tidak berkedip."Dia bahkan tidak ragu sedikitpun. Setiap keputusan diambil dengan sangat cepat namun sangat tepat. Seperti sudah dilakukan ribuan kali."Di sudut balkon, seorang spesialis bedah muda berdiri dengan tangan dilipat di dada. Wajahnya menunjukkan ekspresi yang sangat kompleks, campuran antara kagum dan tidak percaya."Operasi tulang dan saraf sekaligus dalam satu prosedur," gumamnya dengan nada yang sangat pelan."Biasanya itu dilakukan dalam dua operasi terpisah dengan tim berbeda. Tapi dia melakuk