“Lagi pula, aku sedang mens,” timpal Nadya, suaranya kini datar, seperti debur ombak yang kehilangan gairah. “Jadi, kamu tidak bisa menyentuhku sampai lima hari ke depan.”“Baiklah,” jawab Bayu akhirnya, suaranya serak seperti ranting yang patah. “Aku akan bermalam di rumah Jihan sampai dia hamil. Tapi, kamu oke, kan?”Nadya terkekeh pelan, tetapi tawa itu kosong, seperti bayangan yang tak memiliki tubuh. “Jika demi masa depan kita, aku baik-baik saja kok, Mas. Justru yang aku khawatirkan saat ini adalah orang tuamu. Mereka akan bertanya-tanya karena pernikahan kita sudah memasuki tiga tahun. Tolonglah bantu aku, Mas.”Bayu menatap kosong ke depan, membayangkan wajah istrinya yang menanggung beban seperti batu besar yang terikat di dadanya.Ia merasa dadanya sesak, bukan karena amarah, tetapi karena kasihan yang menyesak, merayap dalam setiap serat hatinya.Nadya, perempuan yang ia cintai, kini hanya menjadi bayangan dirinya sendiri—patah, rapuh, dan tak berdaya setelah mengetahui ken
Last Updated : 2025-04-30 Read more