Elina berdiri terpaku di tengah ruang tamu, tubuhnya mungil bagai patung porselen yang rapuh. Ruangan itu sunyi, tapi bukan kesunyian yang menenangkan—melainkan sepi yang menyesakkan, seolah udara ikut menahan napas.Tirai tipis di jendela bergoyang sedikit diterpa angin malam, namun tak ada yang berani bergerak, tak ada yang berani bersuara.Lengan Elina masih memerah, bekas cengkeraman kasar menodai kulit pucatnya. Gadis kecil itu menggigil, bukan karena udara dingin, tapi karena rasa takut yang mencekik. Air mata jatuh tanpa henti, membentuk jalur bening di pipi yang lembut, lalu berkumpul di dagunya yang bergetar.Tatapannya bukan tatapan anak biasa—ada api kecil di sana, menyala dengan getir, tatapan seorang bocah yang merasa dikhianati oleh dunia orang dewasa yang seharusnya melindunginya.Kirana, sejak tadi berdiri di sudut ruangan dengan tangan terkepal begitu kuat hingga buku-bukunya memutih. Ia menahan diri sekeras mungkin, namun ketika tangisan Elina pecah semakin keras, ia
Terakhir Diperbarui : 2025-07-07 Baca selengkapnya