Saat itu juga, Sekar menubrukkan tubuhnya ke arah Elina, dan dengan gerakan terburu-buru, tangannya mencengkeram lengan mungil cucunya.Jemarinya mencapit seperti penjepit logam, tak memberi ruang bagi Elina untuk menghindar. Anak itu meronta kecil, mencoba menarik lengannya, tapi cengkeraman itu seperti diukir dari batu.Matanya membelalak, rona merah muda menyapu wajahnya yang pucat. Nafasnya memburu, panik, dan perih bercampur jadi satu.“Jangan keras kepala! Pulang sama Nenek!” seru Sekar, suaranya nyaring, nyaris menggema di dalam ruangan yang dipenuhi cahaya matahari sore dari jendela tinggi.Nada itu bukan lagi teguran, tapi bentakan. Membelah keheningan seperti retakan di kaca bening.Elina menggigit bibir bawahnya. Ia tak berkata sepatah kata pun. Tapi bibirnya gemetar, dan air mata mulai merembes dari sudut matanya—perlahan, hampir malu-malu, seperti rintik pertama dari hujan musim gugur.Ia tidak berteriak, tidak juga memohon. Han
Last Updated : 2025-07-20 Read more