Cklak.Albert membukakan pintu dari arah depan, sementara Max menunggu di samping mobil.“Selamat datang di—”Max tertegun melihat siapa yang turun dari mobil itu. Bahkan kalimatnya menggantung, membuat Albert harus berdehem sedikit keras agar ia kembali dari lamunannya.“Oh! Welcome, Beb!” sapa Max berusaha kembali pada tugasnya.Namun, karena tahu yang datang adalah Bebby, Max jadi tidak tahu harus bersikap bagaimana. Bebby bahkan terlihat sama herannya dengan Max.“Kau tahu nggak ini acara apa?” tanya Bebby berbisik, sementara mereka berjalan memasuki kediaman Max.Max menarik napas dalam-dalam. Frustrasi dengan kelakuan orang-orang tua, baik dari pihak Bebby maupun dari pihaknya sendiri.“Kau nggak dikasih tahu?” tanya Max, walau sebenarnya ia sudah tahu jawabannya.Bebby menggeleng. “Papa bilang aku harus ikut ke acara Opa. Katanya ini acara teman lama Opa. Ternyata malah Tuan Henry yang dimaksud. Mungkin ini hanya reuni kecil mereka.”Tiba di ruang makan, semua duduk kecuali 2 p
Keesokan harinya, Max kembali ke mansion.Kemarin, Max sudah mengirim pesan pada sang ibu agar tidak usah menyiapkan makan malam karena ternyata Amanda ada kesibukan. Ia tidak memberitahu orang tuanya terkait perbuatan Amanda padanya kemarin sore.Namun, sang kakek sepertinya punya pikiran berbeda.Pagi ini, Henry sudah datang dan membuat mansion Mediterranean heboh.“Apa kau bilang, Pa?!” pekik Arienna murka. “Max dikasih obat perangsang?! Sama Amanda?!”Bahkan Mozart pun terlihat mengepalkan tangannya. Ia sangat kecewa, karena menurut sang istri, gadis bernama Amanda itu sangat santun dan rupawan.Max yang baru saja datang melirik ke arah Landy. Frustrasi dengan kelakuan sang kakek yang malah membocorkan kejadian kemarin.Namun, tidak ada yang bisa Max lakukan setelah semua tahu. Ia mengetuk pintu ruang makan, di mana mereka ‘bergosip’ tentang dirinya.“Ramai sekali pagi-pagi, para orang tua,” ledek Max sambil mendengus geli.Melihat kedatangan putranya, Arienna dan Mozart pun langs
“F—flings?!”Bebby terkejut dengan sikap terus terang Henry. Terlebih karena ia tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan itu.“Sa—saya—““Kau sempat menjadi keluarga dengan pemilik Monza Play, kudengar.” Henry mengabaikan kegugupan Bebby dan terus menginterogasinya. “Bagaimana dengan sekarang?”Tergagap, Bebby berusaha menjawab cepat, sebelum pria tua itu melemparkan pertanyaan lain. “Sa—saya tinggal dengan Papa sekarang, G—Grandpa.”Henry menaikkan kedua alisnya. Terkejut karena gadis muda itu ternyata masih memiliki ayah kandung. “Nama papamu?”“Papa saya Raymond Herdianto.”Dahi Henry mengernyit mendengar nama itu. “Kenapa kamu nggak pakai nama belakang keluarga ayahmu, Nak?”Bebby kemudian menjelaskan kondisi keluarganya. Bagaimana sang ibu berhasil memenangkan hak asuh sehingga Bebby mau tak mau ikut dengannya.Henry mendengarkan dengan seksama. Ia bahkan mengangguk-anggukkan kepala, tanda memperhatikan sungguh-sungguh.Pada akhirnya, Henry berdiri dan duduk di samping Bebby. Tan
“Nggak!”Max terengah sambil berusaha menjauh dari Amanda. Ia semakin sadar bahwa dirinya yang berada di kamar tidur adalah perbuatan gadis itu.‘Apa ini obat perangsang?! Afrodisiak?!’Max menggertakkan gigi, menahan dorongan untuk menyerah pada kondisi tubuhnya. Ia tak menyangka gadis itu akan menggunakan cara licik seperti ini.“Kau nggak akan bisa ke mana-mana dengan kondisi seperti itu, Max.” Suara selembut sutra dari bibir Amanda yang dibuat-buat itu membuat Max semakin muak.Amanda juga menuduh Max, “Pria sepertimu pasti sudah melakukan hal seperti ini berkali-kali, kan? Kali ini aku hanya memberikan kesempatan itu, Max.”Max mendengus. Dengan susah payah ia membantah, “Aku bukan lelaki sembarangan, Manda. Jangan berasumsi! Kurasa kita tidak perlu bertemu lagi.”Sekuat tenaga Max berdiri dan keluar dari kamar itu.Membuat Amanda tertegun cukup lama. ‘Dia bahkan nggak peduli setelah melihat seluruh badanku seperti ini. Apa aku salah langkah? Bukankah yang seperti ini yang disuka
Akhir minggu yang tenang.Max memutuskan untuk di rumah saja, menikmati bersama orang tuanya. Namun, sepertinya ketenangan itu tidak akan berlangsung lama.“Tuan besar Henry titip pesan.” Landy memberitahu sambil menuangkan teh ke dalam cangkir milik majikannya.Max memutar bola matanya. “Yeah? Pesan apa lagi, Paman?”Lelah juga mengikuti ritme hidup sang kakek. Jika Senin sampai Jumat Max sibuk dengan pekerjaannya, Sabtu dan Minggu adalah waktu bagi Henry memberinya tugas-tugas tak penting.“Tuan muda diharapkan untuk mengundang nona Amanda untuk pergi makan siang atau makan malam.”Max pun tertegun. Ia benar-benar lupa janjinya untuk membawa Amanda untuk kencan. “Oh! Aku lupa banget! Ini sudah berapa bulan ya?”“Astaga! Sudah lewat bulan?!” pekik Arienna berusaha memukul lengan Max.Wanita paruh baya itu terheran-heran dengan tingkat ketertarikan Max terhadap wanita yang begitu rendah. “Kau ini masih suka perempuan kan?!”“Ya ampun, Mom! Masih lah!” tukas Max, kaget karena dianggap
“Bos, apa yang dibilang Tuan Henry?!” Lucas panik melihat wajah pucat Max saat keluar dari ruangan Henry.Max mengangkat satu tangan, meminta pria itu tidak mengganggunya untuk saat ini. “Lucas, besok saja kita bicarakan. Aku pulang duluan.”Tanpa berpikir ulang, Max segera menuju pintu keluar dan langsung mengendarai mobilnya. Meninggalkan Lucas yang berdiri tercengang di dekat lorong area kerja Henry Lou.Di saat bersamaan, Henry Lou muncul tiba-tiba di sebelah Lucas dengan tawanya yang khas. “Hahaha! Kurasa cucuku itu nggak menyangka aku akan mengambil keputusan besar.”“Tuan besar, apa yang Anda katakan sampai Bos pucat begitu?” protes Lucas tidak terima kalau sang tetua masih saja gemar mengerjai cucunya.Alih-alih memarahi Lucas karena ucapan kurang pantasnya, Henry tergelak lagi. “Hahaha! Lucas, persiapkan dirimu! Aku akan mengembalikan kantor ElectroLouvz di bawah Louvz Tech segera.”Mendengar itu, Lucas pun tak kalah pucat. “Apa?!”*** Beberapa hari setelah rapat besar