Nadira menatap layar laptop yang perlahan meredup, lalu menekan tombol untuk mematikan kameranya.Satu tarikan napas pendek lolos dari bibirnya, seperti menyingkirkan sisa-sisa beban yang tak kasatmata.Wajahnya tetap tenang, tapi matanya menyimpan sisa bara.“Nggak apa-apa,” ucapnya akhirnya, suaranya ringan namun tajam seperti bilah tipis, “lebih baik tahu sekarang daripada nanti. Setelah tahu sifat aslinya Tina, aku nggak akan segan-segan lagi.”Di seberang, Tama hanya mengangguk kecil, suaranya terpantul samar lewat speaker. “Tina itu nurun sifat buruk dari ayahnya. Cemburuan, dan nggak tahan lihat orang lain lebih sukses. Tapi Veronika, dia beda, kan?”Nadira mengangkat bahu, tubuhnya tenggelam di sofa abu-abu yang empuk, seperti hendak larut dalam ketidakpastian.Helaan napasnya menyatu dengan aroma kopi yang baru diseduh.“Aku juga nggak tahu pasti soal yang lain,” lanjut Tama, nada suaranya lebih berat kini, seolah kata-kata i
Terakhir Diperbarui : 2025-08-06 Baca selengkapnya