Damar berjalan pelan ke arah parkiran rumah sakit. Langkahnya berat, seperti terseret oleh pikirannya sendiri yang kalut. Percakapannya dengan Hardian barusan terus terulang-ulang di kepala.Putranya yang dulu kecil dan suka minta digendong, kini berbicara padanya seperti orang asing yang sudah dewasa dan kecewa.Sampai di mobilnya, Damar membuka pintu lalu duduk di balik kemudi. Tapi ia tidak langsung menyalakan mesin. Tangannya hanya menggenggam setir, diam. Matanya menatap kosong ke arah gelapnya pelataran parkir rumah sakit.Lama.Damar menghela napas panjang, sangat panjang. Lalu bersandar, mendongak ke langit-langit mobil. Hatinya sesak. Bukan karena perdebatan, bukan karena Adit, tapi karena perlahan ia sadar, satu-satunya orang yang selama ini dia kira akan selalu berpihak padanya, mulai menjauh.Hardian.Anak itu kini lebih memilih ibunya. Lebih percaya pada ibunya. Bahkan lebih membela Adit, sahabatnya, ketimbang dirinya. Damar tahu, itu bukan sepenuhnya salah Hardian jadi b
Last Updated : 2025-06-29 Read more