Tembok bata yang kasar menekan punggung Kania. Tubuh Arsa menindihnya, melindunginya dari pandangan jalanan. Kania bisa merasakan detak jantungnya sendiri berdebar kencang di dada Arsa, diiringi napas Arsa yang berat di telinganya. Aroma maskulin yang liar menyelimutinya—perpaduan tembakau, hujan, dan keringat."Tetap di sini," desis Arsa, suaranya lebih rendah dan mendesak dari sebelumnya.Mobil hitam itu melaju perlahan, lampu depannya menyapu gang sempit. Kania merasakan Arsa menegang."Siapa mereka?" bisik Kania, nyaris tanpa suara. Ia menahan diri untuk tidak mendorong Arsa, menikmati (sekaligus takut pada) kedekatan yang terpaksa ini."Diam," perintah Arsa, matanya fokus mengawasi bayangan mobil di balik sudut."Aku tidak suka diperintah," balas Kania, napasnya bergetar. Dia tahu ini bukan saatnya, tetapi nalurinya untuk menolak dominasi muncul."Kau terlibat sekarang, Kania. Aturannya bukan lagi milikmu," Arsa membalas, bibirnya menyentuh kulit telinga Kania saat dia bicara. "J
Last Updated : 2025-09-30 Read more