Lahat ng Kabanata ng Pembantu Cantik Pemuas Hasrat Sang Pewaris: Kabanata 81 - Kabanata 90

Pagi itu, suasana kantor Nugraha Group mendadak tegang. Suara sepatu hak tinggi bergema cepat di lantai marmer ketika Sassy melangkah masuk ke ruangannya. Dengan wajah serius, ia langsung menatap Leo, sekretaris pribadinya.“Hah? Jusman Group mengundurkan diri dari ajang ini? Ini tinggal selangkah, loh!” serunya tak percaya.Sebagai seorang yang memimpin perusahaan besar, tentu saja dia heran mendengarnya. Arsila yang tiba-tiba mundur dari megaproyek, padahal semua orang tahu kalau proyek ini akan menghasilkan keuntungan yang begitu besar.Jika dulu, mereka akan bertarung dengan sekuat tenaga. Kali ini, Arsila malah mengalah.Leo mengangguk ragu. “Iya, Bu. Resmi sudah ditarik dari daftar peserta tender pagi ini.”"Alasannya?""Mereka tidak memberikan alasan apapun. Hanya mengumumkan kalau mereka mundur," jawab Leo."Aneh sekali. Padahal, ini adalah kesempatan untuk mereka kembali menguasai dunia bisnis ini," ujar Sassy."Sepertinya mereka memilih untuk menempuh jalan lain.""Jalan lai

"Sayang, Juang jangan lupa pakai jaket ya takutnya dia kedinginan.""Iya, ada selimut juga di mobil. Sudah seperti mau piknik saja. Semua perlengkapan Juang dibawa," kekeh Arsila."Ya lebih baik begitu, kita bisa lebih tenang.""Kamu tiba-tiba saja ngajakin keluar," ujar Arsila."Nanti kamu akan tahu.""Apa mau mengajak menemui keluarga Nugraha? Tadi pagi Sassy datang ke kantor Jusman," ucap Arsila."Aku gak akan membawa kamu menemui mereka kalau mereka belum bisa menerima kamu," jawab Samuel.Lampu-lampu kota perlahan tertinggal jauh di belakang saat mobil hitam yang mereka tumpangi melaju membelah malam. Langit gelap bertabur bintang, dan suara embusan angin berpadu dengan gemuruh mesin mobil yang stabil. Di dalam kabin yang nyaman, hanya terdengar suara hembusan AC dan desah nafas yang tenang.Arsila melirik ke samping, menatap wajah Samuel yang fokus mengemudi. Lelaki itu tidak banyak bicara sejak mereka berangkat. Namun, dari raut wajahnya, terlihat jelas ada sesuatu yang ia sim

Angin laut berembus lembut menyapu wajah mereka. Pasir-pasir putih yang hangat di bawah kaki seakan menjadi saksi ketenangan yang kini menyelimuti keluarga kecil itu.Pagi ini, setelah sarapan mereka berjalan-jalan di sepanjang pantai, resort juga tampaknya sudah mulai buka untuk umum. Acara yang diminta Samuel sudah selesai.Arsila dan Samuel berjalan beriringan di tepi pantai, tangan mereka bertaut hangat, menatap langkah kecil Juang yang berlari riang di depan mereka.“Terima kasih, Sayang,” ucap Arsila lirih, kepalanya menoleh pada Samuel yang berjalan di sampingnya.Senyumnya begitu lembut, Arsila benar-benar terlihat sangat cantik. Rambut sebahunya tergerai dan dibiarkan tertiup angin yang berembus.Samuel menatapnya sambil tersenyum. “Untuk apa, Sayang?”“Untuk semua yang kamu lakukan. Untuk mencintaiku, meski aku penuh luka. Untuk tetap bertahan, bahkan ketika keadaan tidak pernah memihak. Dan untuk kejutannya ini, aku benar-benar lupa dengan hari ini," jawab Arsila.Samuel be

"Berarti dia sudah pisah dengan Rio," gumam Arsila pelan.Melihat apa yang dilakukan oleh Anila dengan pasangan bule nya tadi, dia yakin kalau sekarang antara Anila dan Rio mungkin sudah terjadi perceraian. Tapi, anehnya mengapa tidak terendus media. Apa hanya dia yang tidak tahu?Suara itu nyaris tenggelam dalam sepi kamar resort yang mewah, tapi atmosfernya kini tak lagi menghangatkan. Dia membayangkan menghabiskan waktu berdua dengan Samuel dan Juang di tempat ini akan menjadi momen penuh kebahagiaan. Namun, setelah pertemuan mendadak dengan Anila di pantai, moodnya jadi hilang.Samuel duduk di ujung tempat tidur, menggulung lengan kemejanya perlahan. Matanya menatap Arsila yang sedang melipat pakaian Juang ke dalam koper."Apa kamu penasaran dengan Rio?" tanyanya tiba-tiba. Kalimat itu meluncur seperti panah yang tak bisa ditarik kembali.Arsila berhenti sejenak, lalu menoleh sambil menaikkan alis. Ia menangkap nada suara Samuel—halus, tapi berlapis. Ada kecemburuan tersembunyi di

Ruangan rapat yang tadinya penuh dengan percakapan serius kini menjadi panggung ketegangan. Atmosfer berubah tajam setelah salah satu klien berdiri, menatap Arsila dengan sorot sinis."Maaf, Bu Arsila. Kami tidak bisa bekerja dengan CEO yang problematik," ucapnya lantang. Ucapannya seperti pedang yang mengoyak udara.Arsila tetap tenang, meski jantungnya berdebar. “Maksud Anda?” tanyanya, suara rendah namun penuh ketegasan."Berita di luar sana sangat jelas, Bu. CEO Jusman Group mengacaukan pernikahan adiknya sendiri. Padahal Ibu sudah menikah. Apa kami harus bertaruh reputasi perusahaan kami hanya untuk tetap bermitra dengan Jusman Group?"Beberapa orang lain mulai mengangguk. Nada pembicaraan itu jelas diarahkan untuk menghancurkan kredibilitasnya. Sekali lagi, masa lalu—dan kini fitnah terbaru dari Anila—menjadi senjata untuk menjatuhkannya.Arsila menarik napas dalam. Matanya menatap ke seluruh ruangan. Kemudian senyum sinis terlukis di wajahnya.“Baiklah. Yang ingin memutuskan k