--- Malam itu, setelah keluar dari Kafe Kelinci, Sukma pulang ke apartemennya dengan langkah mantap. Dari luar, ia tampak seperti perempuan yang baru saja memenangkan pertempuran. Namun, begitu pintu apartemen tertutup di belakangnya, ia berhenti sejenak, memejamkan mata, menarik napas panjang. Wajahnya tetap tenang, tetapi di baliknya, hatinya berdenyut pedih. Ia meletakkan mantel di gantungan, berjalan langsung ke meja kerjanya. Di sana, laptop menunggu dengan layar gelap. Sukma duduk, menekan tombol daya, dan cahaya biru menyinari wajahnya. Jemarinya membuka folder di ponsel—video yang tadi sore dikirim Naomi. File itu masih sama: tubuh Farel dan Naomi saling membelit, suara yang memekakkan hati, adegan yang terlalu intim untuk dilihat oleh mata publik. Sukma menontonnya sekali lagi, kali ini tanpa air mata. Bukan untuk menikmati, tapi untuk mengunci rasa marahnya. Pandangannya dingin, bibirnya melengkung tipis. “Kau mau bermain denganku, Naomi? Baik… kita bermain,” bisikny
Terakhir Diperbarui : 2025-08-14 Baca selengkapnya