“Aku benci sama dia! Aku benci banget sama Qiana!”Rahangnya mengeras, matanya menatap kosong ke depan. Ia mengusap pipinya dengan kasar, lalu menyeringai pahit. “Qiana, kamu itu penghalang. Selama kamu ada, aku nggak akan pernah bisa dapetin Zayn… dan anak ini nggak akan pernah punya ayah.”Diandra menunduk lagi, menekan perutnya erat. “Aku nggak bisa biarin itu. Kamu harus aku singkirkan lebih dulu, Qiana. Kamu harus hilang dari hidup Zayn!”Air matanya kembali jatuh, tapi senyum sinis ikut terukir di bibirnya. Sebuah tekad gelap sudah tertanam dalam hatinya.Diandra berbisik lirih, hampir tak terdengar, “Kalau aku nggak bisa dapetin kebahagiaan dengan cara baik-baik, aku bakal dapetin dengan cara lain. Apa pun caranya. Termasuk bunuh kamu, Qia!”Angin sore berhembus pelan, membuat daun-daun berguguran di sekitarnya. Tapi di mata Diandra, semua terasa sunyi, hanya menyisakan dendam yang kian membesar di dadanya.***Siang itu Diandra baru keluar dari ruang administrasi, berkas pasie
Terakhir Diperbarui : 2025-08-28 Baca selengkapnya