"Eh, Nanda, kamu masih kerja di kantor yang dulu?" tanya Ayah tiba-tiba, nadanya terlalu cerah untuk sore hari mendung begini."Masih, Mas. Ya gitu-gitu aja. Laporan, rapat, ketik-ketik. Kadang bantu-bantu jualan juga, herbal yang itu, cuma sampingan sih," jawab Tante Nanda, suaranya ringan, tapi terdengar dibuat-buat.Aku hanya diam. Jelas sekali mereka sedang mengalihkan perhatian, membelokkan arah pikiranku agar lupa pada pertanyaan sebelumnya tentang pinareup. Ayah takut, aku tahu itu. Dia panik dan mulai bicara hal-hal remeh tentang pekerjaan, padahal dari awal mobil melaju, tak sekalipun dia tanya bagaimana perasaanku.Aku menghela napas panjang. Musik kuputar tanpa benar-benar kudengar. Mataku terpejam, pura-pura tertidur. Andai bisa, aku ingin lenyap dari sini. Biarlah mereka mengobrol, bercanda, atau melakukan hal lain selama aku dalam dunia pura-pura mimpi. Aku tidak peduli lagi, yang penting mereka tahu rasanya hidup dalam ketidakadilan seperti yang Bunda rasakan dulu.Untu
Huling Na-update : 2025-06-24 Magbasa pa