All Chapters of Ah! Enak Mas Dokter: Chapter 61 - Chapter 70

"A-anda yakin? Bel? Maksudnya, apa sudah benar pemeriksaan itu? Hah!" Dirga masih tak percaya dengan ucapan Bella."Daripada kamu bertanya ini dan itu padaku, yang memang mantan Dokter Kandungan. Lebih baik kamu fokus pada perceraian. Cepat ceraikan Anggun sebelum dia semakin nekat! Soal kehamilan Febby, aku yakin kamu pasti sudah tahu kalau Febby itu subur dan kalian melakukannya di saat yang tepat. Sudah ya, semoga kamu paham. Aku ingin memindahkan Febby dulu sebelum semuanya kacau."Dirga menghela napas panjang, tersenyum bahagia. "Terima kasih, tolong lindungi Febbyku. Jangan lupa urus semua surat dan pernyataan kalau memang benar Febby menjalani program di rumah sakit itu. Agar Anggun tidak curiga.""Soal itu serahkan padaku. Semua sudah selesai. Dan program dihentikan setelah aku memberikan informasi resmi kehamilan Febby. Kamu tenang saja. Kamu mempercayai orang yang tepat.""Terima kasih, Bella. Aku berhutang padamu.""Jangan meng

Membuang napas panjang, Dirga melempar ponsel ke atas bantal lalu berbaring, menatap langit-langit kamar.Ahhkkkk!Kedua tangan meremas rambut frustasi, kesal, kecewa, karena tak bisa memeluk wanitanya dan merasakan kebahagiaan berdua.Dia yang akan jadi ayah, tetapi Andi yang berantusias sampai tak henti membuat postingan di akun sosial media.Dunia memang tidak adil, tidak adil bagi hubungannya dengan Febby."Aku bahagia, tapi aku tidak bahagia! Ahhhkkk! Kenapa dengan perasaan ini? Kenapa bukan aku yang menjadi suamimu, Sayang?" gumam Dirga meremas bantal, melampiaskan kekesalan.Sadar, dia tidak boleh terus tenggelam dalam perasaan aneh itu, Dirga bersiap-siap untuk pergi dari apartemen.Malas memikirkan mata-mata Anggun, dia pun tahu apa yang harus dilakukan sekarang. Menjauh dari Febby untuk sementara waktu, demi melindungi buah cintanya bersama wanita pujaan.Selesai bersiap, Dirga mengambil ponsel dan kun

Tiba di rumah, Febby masuk ke kamar untuk membersihkan tubuhnya. Sedangkan kedua orang tuanya duduk melepaskan penat di ruang tamu rumah bergaya mini malis itu.Baru merebahkan tubuh di sofa panjang, Inneke berdiri, menawarkan minuman pada suaminya.Fandi tersenyum, menyebutkan minuman favorit yang biasa diminum untuk menghilangkan ngantuk."Ibu buatin dulu, tunggu ya, Yah," ucap Inneke pada suaminya yang terus menatap tanpa berkedip.Fandi mengangguk pelan, "Jangan lama-lama bikinnya, Bu, Ayah mau ngomong sama kamu dan Febby.""Iya," sahut Inneke, berjalan menuju dapur.Ayah satu anak itu tak melepas pandang pada istri cantiknya yang menawan, meski usianya sudah tua.Baru saja Inneke pergi, Febby datang dan duduk di seberang meja kaca, berhadapan dengan ayahnya."Udah mandi?" tanya Fandi menatap wajah Fresh anak kesayangan."Udah, Yah," jawab Febby pelan. "Ibu mana?" Ia mengedarkan pandangan mencari sa

Melewati perjalanan panjang menuju rumah masa kecil, Dirga akhirnya tiba di rumah kedua orang tua kandungnya.Dokter Tampan itu memasukkan mobil ke dalam garasi dan turun.Kedatangannya disambut senyum bahagia Ratna. "Akhirnya kamu pulang. Gimana soal perceraian kamu, Nak?""Nanti aku jelaskan di dalam." Dirga merangkul pinggang ibunya, memasuki rumah.Seperti biasa, di kursi kayu ruang tamu rumah itu, duduk seorang laki-laki baya bertubuh subur karena jarang olahraga.Dewanto tersenyum melihat anaknya datang. "Duduk Dirga," katanya dengan suara menggema."Diet Pa, atau Papa olahraga biar Papa sehat. Jangan mentang-mentang sudah pensiun, Papa jadi ngga perduli sama kesehatan Papa," ujar Dirga, duduk di seberang ayahnya.Dewanto terkekeh sambil mengusap perut buncitnya."Papa kamu itu susah kalau dibilangin. Maunya menang sendiri. Dia udah ngga sayang sama badannya sendiri," lirik Ratna ke arah suaminya.

Febby mengurung diri di dalam kamar, bahkan menolak tidur satu kamar dengan suaminya.Hingga pagi tiba, Febby belum juga keluar dari ruang ber-AC itu. Terpaksa Andi mengurus diri sendiri dan membuat sarapan untuknya dan sang istri."Ternyata kalau istri hamil bawaannya emosi. Biasanya pagi-pagi udah dibikinin sarapan, ini harus masak sendiri," gumam Andi menghela napas panjang.Nasi goreng seadanya siap dinikmati, sengaja tidak membeli makanan demi bisa mengirit pengeluaran bulan ini.Sadar, sampai beberapa bulan ke depan dia tidak akan mendapatkan penghasilan. Bahkan mungkin sampai anak mereka lahir, karena Andi baru mendapatkan kabar kalau posisinya di kantor digantikan oleh orang lain."Istri hamil, nganggur," oceh Andi seraya menyantap makanannya yang hanya terasa asin. "Sampai kapan kamu ngambek, Bi? Aku mau makan masakan kamu kayak biasanya."Andi melirik ke arah pintu dapur, tak ada tanda-tanda istrinya datang. Makin panja