Begitu pintu kantor Gendis terbuka, udara koridor menyergap Naila. Awalnya dingin, segar, tapi dalam hitungan detik berubah jadi sesak, seolah lorong itu berkonspirasi menekan dadanya. Di depan pintu laboratorium, Putri sudah menunggu. Tubuhnya tegak, kedua tangan menyilang di dada, tatapan matanya tajam—tajam seperti bayangan yang selalu menempel, tak pernah bisa diusir.“Naila, kamu sengaja, ya?” Suaranya lirih tapi menusuk, nada tinggi yang lebih mirip belati berkilat di bawah lampu neon koridor.Naila menghentikan langkahnya. Wajahnya datar. Tak ada senyum, tak ada raut terkejut. Garis bibirnya rapat, matanya tenang, meski jauh di dalam, ada bara kecil yang nyaris menyala. “Sengaja apa?” tanya Naila, dengan suara rendah, stab
Last Updated : 2025-08-24 Read more