Putri terkekeh, tapi bukan tawa ringan seorang wanita yang tengah bersenang hati. Suaranya getir, menyengat, seperti kaca yang digores paku. “Apa hubungannya denganku? Lewat Maya saja aku sudah menyalurkan kemurahan hati. Lima belas juta, Arya. Itu sudah lebih dari cukup.”Raut Arya langsung berubah masam. Rahangnya mengeras, urat di pelipisnya menonjol. Tangannya mengepal di pangkuan, seolah ingin memukul meja namun ditahan.“Bu Panduloka,” suara pria tua itu bergetar menahan emosi, “apa Ibu benar-benar mau memutuskan bantuan? Jangan lupa, Maya masuk penjara demi Ibu. Kalau bukan karena dia, saya nggak akan sampai di titik ini, mengemis di depan pintu rumah Ibu.”Napasnya terengah, matanya merah menahan tekanan. Lalu, dengan suara lebih pelan namun menancap, ia menambahkan, “Kalau Ibu berhenti, jangan salahkan saya kalau saya buka mulut. Saya bisa ceritakan semuanya. Apa yang Maya dan saya lakukan... demi Ibu.”
Terakhir Diperbarui : 2025-09-12 Baca selengkapnya