Di ruang kerja istana dalam, aroma kertas dan tinta masih pekat. Di atas meja besar dari kayu cendana, gulungan laporan dari pejabat daerah bertumpuk, sebagian sudah terbuka. Kaisar duduk tegak, matanya tajam menelusuri tiap baris laporan. Sesekali keningnya berkerut, seakan tiap kalimat yang dibacanya hanya berisi masalah. Di hadapan meja itu, Tabib Jiang baru saja masuk, membungkuk dalam-dalam. Rambutnya yang sudah memutih sebagian digelung rapi, wajahnya berwibawa dengan keriput yang dalam di sudut mata. “Hamba Tabib Jiang, memberi hormat pada Yang Mulia,” ucapnya dengan suara parau, tapi mantap. Kaisar tidak langsung menoleh, masih membuka gulungan di tangannya. Dengan nada tenang penuh tekanan, dia bertanya, “Katakan padaku, Tabib Jiang, apakah seseorang bisa tiba-tiba kehilangan selera terhadap makanan yang selama ini sangat dia sukai?” Pertanyaan itu terdengar janggal, membuat alis Tabib Jiang terangkat tipis. Namun, dia menunduk lagi, menjawab hati-hati. “Yang Mulia, p
Terakhir Diperbarui : 2025-08-20 Baca selengkapnya