Cahaya emas menyilaukan matanya. Tapi bukan cahaya panas. Ini seperti memasuki inti dari dirinya sendiri, di mana setiap rasa—takut, cinta, amarah—berdiri tanpa topeng. Begitu Kara mendarat di sisi lain retakan, ia tidak menemukan kehampaan. Ia justru berdiri di ruang yang terasa… terlalu penuh.Langit di atasnya berwarna merah tua, seperti darah yang sudah lama terpapar udara. Tanah di bawahnya seperti nadi yang berdenyut pelan—hidup tapi diam. Tak ada angin. Tak ada suara. Hanya tiga lingkaran besar yang terbentuk dari cahaya: satu biru, satu hitam, satu putih. Mereka berputar perlahan, membentuk pusaran di langit.“Selamat datang di Pengadilan Tiga Rasa.”Suara itu tidak berasal dari satu titik. Ia muncul dari segala arah, seperti dunia ini berbicara langsung ke kesadaran Kara. Perlahan, dari masing-masing lingkaran, muncul sosok—bukan manusia, bukan naga.Yang pertama, dari lingkaran biru, muncul wanita berkulit sehalus embun pagi, rambutnya p
Last Updated : 2025-06-23 Read more