Langit di atas Jakarta tidak lagi biru. Bukan mendung, bukan juga malam. Warna itu… abu-abu pekat, seperti debu yang disapu dari lembaran tua lalu digantung di udara. Naira berdiri di atap gedung parkir, menatap simbol akar raksasa yang perlahan muncul di antara awan. Setiap garisnya berdenyut, mengeluarkan cahaya merah samar—mirip dengan simbol di bawah tulang selangkanya. “Itu tanda kalau Balian Waktu sudah menjejak di dunia ini,” kata Revan, suaranya datar, tapi matanya penuh waspada. Dari bawah, sirine polisi meraung, tapi tak ada kendaraan yang bergerak. Semua macet, orang-orang berdiri mematung, kepala mendongak, mata kosong menatap langit. Penjaga menghampiri Naira, nafasnya berat. “Kalau simbol itu lengkap… waktu akan dilipat. Satu hari kita… bisa jadi seribu tahun bagi dia.” Naira menelan ludah, jarinya secara refleks menyentuh liontin di leher. Getarannya kini konstan, seakan benda itu memanggil sesuatu—atau dipanggil. Revan memutar tubuh, matanya menyapu atap gedung
Last Updated : 2025-08-23 Read more