Lahat ng Kabanata ng Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!: Kabanata 101 - Kabanata 110

Shanaya terkekeh kecil sambil menerima piring dari tangannya. "Terima kasih, Kak Davin."Shanaya tahu Davin memang pandai memasak.Kadang, saat mereka berkunjung ke rumah guru, Davin sebagai junior sering turun tangan memasak sendiri.Satu meja penuh dengan enam hidangan dan satu sup. Setiap masakan tampak sempurna, memikat dari segi warna, aroma, hingga rasa.Delara bahkan khusus menyiapkan sebotol anggur merah, menuangkan untuk mereka semua. Bibirnya yang merah terangkat membentuk senyum. "Mari bersulang! Semoga Shanaya mulai sekarang, bisa hidup bebas, berani, dan menjadi dirinya sendiri dengan lebih baik!"Hal yang paling tidak bisa ditahan Shanaya adalah momen-momen penuh emosi seperti ini.Butuh waktu lama baginya untuk menahan air mata. Dia akhirnya mengangkat gelas, menempelkan pada gelas mereka. "Baik, untuk kebebasanku."Kebebasan.Sejak kecil, bahkan dalam mimpinya, yang paling dia inginkan hanyalah kebebasan.Padahal mereka baru saja makan besar di restoran, tetapi saat ini

Nona Besar.Saat masih kecil, Lucien sering sekali memanggilnya begitu.Shanaya di panti asuhan dan di rumah Nyonya Gayatri, sebenarnya hanya menderita satu-dua tahun saja. Waktu itu sifat manja yang sejak kecil dibesarkan dalam keluarga, belum sepenuhnya hilang.Lucien hanya perlu sedikit bersikap baik padanya, tak lama kemudian sifat aslinya pun kembali muncul.Gadis berusia tujuh tahun itu, tulus sekaligus manja, baik hati tetapi keras kepala. Dia memiliki hati dan kepribadian yang penuh warna.Bahkan, di malam musim kemarau saat hujan badai dan petir, dia pernah memeluk bonekanya, berlari tanpa alas kaki ke kamar Lucien.Lucien yang enam tahun lebih tua sudah memasuki masa pubertas, mulai paham perbedaan laki-laki dan perempuan. Dengan wajah dingin, dia langsung menyuruh Shanaya kembali ke kamarnya.Namun Shanaya yang terbiasa dimanja olehnya, secepat kilat menyusup ke dalam selimut. Dengan kepala ditutupi selimut tipis, bibir cemberut, dia berkata dengan lantang, "Tapi Kak, Nana p

"Kamu pacarnya Lucien, kalau ada yang ingin diketahui bisa langsung tanya padanya, tidak perlu lewat aku yang cuma adik dalam namanya saja."Nada bicara Shanaya sepanjang waktu terdengar tenang.Dia hanya ingin menjelaskan dengan jelas, agar Nayla tidak terus buang tenaga padanya.Namun, tidak disangka, Nayla mendekat dengan senang, mengedipkan mata padanya. "Aku pacarnya dia? Pak Lucien sendiri yang bilang padamu?"Shanaya terdiamShanaya terkejut sejenak.Dia sadar bahwa mungkin dia salah paham soal hubungan Nayla dan Lucien. "Bukan, itu cuma dugaanku."Nayla mengedipkan mata lagi. "Kalau begitu, sepertinya kamu cukup puas dengan orang yang mungkin jadi kakak iparmu ini."Shanaya merasa inilah arti sebenarnya dari "bicara terlalu banyak, salahnya juga banyak".Puas atau tidak, bukan dia yang bisa memutuskan. Sama seperti yang dibilang Lucien delapan tahun lalu bahwa dirinya bukan adik kandungnya.Setelah makan, bukan hanya tidak berhasil menjelaskan semuanya, Nayla malah terlihat leb

Shanaya mengangkat alisnya, sama sekali tidak menanggapi ucapannya, lalu berbalik dan pergi.Bagian bawah gaunnya sedikit tersangkut saat berjalan. Dia menendang sedikit kakinya ke belakang, agak membungkuk, mengangkat gaun ke tangan, lalu melangkah panjang ke aula pesta.Sangat mengganggu.Gaun ini seperti surat cerai yang digenggam Susana, sama-sama mengganggu.Namun begitu dia melangkah masuk ke ruang pesta, kakinya seakan berhenti bergerak.Gian yang berdiri agak jauh, mengedipkan mata padanya sebelum melangkah santai mendekat.Shanaya merasakan hawa dingin merayap ke tulang, secara naluriah menghindar, dan lebih dulu masuk ke ruang lelang.Petugas membimbingnya ke kursi VIP. "Nyonya Pranadipa, silakan ke sini.""Terima kasih."Setelah duduk, Shanaya menarik napas ringan.Gian mengikuti langkahnya, tetapi saat ingin maju lebih dekat, dia tiba-tiba ditarik seseorang.Bagaimanapun, dia adalah putra kedua Keluarga Wiraatmadja.Seluruh Kota Panaraya harus menghormatinya karena dia sepu

Sebenarnya, harga ini sudah jauh melampaui anggaran Shanaya sejak awal.Membayar beberapa miliar untuk satu akar ginseng ratusan tahun yang tidak sempurna? Dia bukan orang bodoh yang mau rugi begitu saja.Akan tetapi, Adrian jelas tidak peduli pada uang sekecil itu.Tak lama kemudian, tawarannya naik menjadi 20 miliar.Shanaya sedikit ragu. Mengikutinya bisa membuat mereka kesal, tetapi jika Adrian tidak menambah, dia akan rugi besar.Bianca menatapnya dan sengaja bertanya, "Shanaya, kenapa tidak menambah lagi?""Aku tidak mau lagi," jawab Shanaya dengan tenang.Bianca berkata dengan nada sombong, "Tidak mampu atau memang tidak ingin?"Adrian demi Bianca sampai berani mempermalukan Shanaya di depan orang banyak. Bianca ingin melihat, orang-orang yang tadi berbisik-bisik itu, apakah setelah malam ini mereka bisa mengerti siapa yang sebenarnya patut dihormati!"Dua puluh miliar sekali.""Dua puluh miliar dua kali.""Dua puluh miliar tiga kali…"Saat juru lelang hampir menutup dengan palu