All Chapters of AMALIA, Kesetiaanku Diragukan: Chapter 61 - Chapter 70

"Masih lama kamu belanjanya?" Suara tepat di samping Wafa membuatnya terkejut. Kanzu sudah berdiri tepat di sebelahnya."Sejak kapan, Mas Kanzu di sini?" tanya Wafa segera memasukkan ponselnya ke dalam tas."Sejak tadi, Mama Nunun," jawaban Kanzu membuat mata bening Wafa membulat sempurna tak percaya."Sejak tadi kapan, Mas? Apakah Mas dengar apa yang saya bicarakan tadi?" "Dengarlah, rupanya kau sudah mempunyai seorang anak ya, kenapa aku tak pernah melihatnya."Wafa menghela napas lega, "Syukurlah Mas Kanzu tak tahu dengan siapa aku bicara tadi,""Dia tinggal bersama neneknya.""Suamimu juga di sana. Jadi, ceritanya kalian LDM gitu," lanjut Kanzu sok tahu."Suami saya ada di kota ini, juga," jawab Wafa enteng dengan membawa belanjanya ke meja kasir.Kanzu mengerjap, sampai akhirnya memilih mengikuti Wafa. Karena niatnya masuk ke mini market supaya gadis itu segera menyelesaikan belanjanya.S

Di sepertiga malam terakhir Kanzu terbangun. Untuk menenangkan hatinya yang galau, ia putuskan mengambil wudu melaksanakan salat malam. Kebiasaan lama yang telah ia tinggalkan.Saat tinggal bersama neneknya di Jambi, tiap malam ia akan dibangunkan sang nenek untuk menemani ibu ayahnya itu salat malam. Ketika di bangku kuliah, ia tinggal bersama keluarga ibu tirinya. Kebiasaan bangun salat malam, jarang ia lakukan. Namun, ibadah lima waktu selalu dikerjakan di masjid bersama sang ayah. "Yaa Allah, saat mengetahui perempuan yang kucintai sekalinya adalah istri yang ingin kuceraikan. Sekarang hatiku menjadi bimbang. Inikan petunjuk dari-Mu supaya hamba meneruskan pernikahan ini." 🍁🍁🍁Setelah mengetahui kenyataan Wafa adalah istrinya, sangat canggung baginya sekedar menyapa gadis itu. Padahal kemarin, ia akan berusaha supaya selalu berada di sekitar Wafa."Pak KG bukannya kemarin ingin meninjau proyek?" tanya Angga seraya menyerahkan laporannya."Besok saja, sekalian memberi arahan p

Wafa mengatur napasnya beberapa kali. Sebentar lagi taksi bandara yang ia tumbangi akan masuk ke salah satu kawasan perumahan elite di kota Pahlawan. Kediaman keluarga Santosa, tempat dirinya tinggal setahun lalu sebagai cucu menantu dari keluarga tersebut.Dari semalam pikiran Wafa semrawut mengenai reaksi Kanzu saat melihatnya datang ke rumah keluarga ibu tirinya. "Apakah kau akan terkejut, Mas. Lalu apakah perasaanmu padaku akan berubah. Tak lagi cinta, karena niatmu datang kemari untuk menyelesaikan hubungan kita."Pikiran itu, kembali mengembara dalam angannya. Hingga gadis itu tak sadar sudah melewati gerbang masuk perumahan."Sudah sampai, Mbak!" tegur sopir taksi bandara untuk ketiga kalinya pada Wafa.Wafa seketika mengerjap, tersadar dari lamunan panjangnya. "Oh, iya ... terima kasih banyak, Mas." Segera Wafa meraih tas berisi laptop di sebelahnya, lalu mencangklong tas tersebut di bahu kanan. Kemudian ia bergegas keluar dari t

Sebelum Dhuhur Kanzu mengajak Wafa ke Juanda menjemput Kanaya. Saka yang sangat lengket dengan mamanya tak ingin ditinggal di rumah. Alhasil mereka akan pergi bertiga. Bagi bocah berusia dua tahun itu, adalah momen yang sangat langka bisa pergi bersama kedua orang tuanya."Mbok Amin, siapkan susunya Saka di botol, ia mau ikut jalan mama-papanya jemput tantenya di Juanda," titah Bu Syaiba pada wanita paruh baya itu."Bisa kita bawa Saka, Fa. Enggak rewel dianya.""Dulu sih, tiap aku keluar belanja selalu aku ajak, Mas. Dan enggak pernah rewel, enggak tahu sekarang. Kan sudah setahun aku enggak ajak dianya lagi. Bismillah, semoga saja, enggak ya ... makin pinter anaknya ini.""Iya, kayak papanya," sahut Kanzu."Hmmm ... narsis!" Wafa menabok gemas lengan suaminya.Kanzu memandang kamar Saka yang dulu menjadi kamarnya. Di dinding terpasang dua foto, foto Saka sewaktu bayi digendong Wafa didampingi Bu Syaiba. Dan sebuah foto yang die

"Apa-apaan sih, Mas! Aku bisa jalan sendiri," ujar Wafa sembari menyingkirkan kedua tangan Kanzu. Setelahnya ia berlari menaiki tangga menuju kamar atas dengan menebah-nebah kecil dadanya untuk menormalkan degup jantungnya.Kanzu terkekeh melihat Wafa yang terburu-buru menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua. "Sangat menyenangkan sekali melihat wajahmu bersemu merah begitu, Wafa. Padahal sebelumnya kau bisa berpura-pura tak acuh padaku."Sekarang jangan harap kau bisa melakukan itu, pada suamimu ini. Ya, suami yang hampir melepaskanmu, padahal hatinya sudah terpaut padamu."Kanzu melangkah dengan berbagai angan bergelindang.Bayangkan, dua malam tak bisa tidur nyenyak karena membayangkan momens berjumpa dengan Wafa. Dan ketika mereka berada dalam satu kamar, istirahat di ranjang yang sama, pastinya berdebar-debar.Berada di ambang pintu kamarnya, mengedarkan pandangan ke dalam Kanzu tak mendapati bidadarinya. "Kemana dia, apakah ia b