Udara di dalam gudang semakin panas, seperti napas api yang siap menelan siapa saja yang terlambat keluar. Suara dentuman logam, desis uap dari drum kimia, dan jeritan besi berkarat menciptakan simfoni maut.Ravika menarik napas cepat-cepatan, paru-parunya terasa sesak oleh asap hitam. Ia menggenggam erat tangan Arven, hampir menyakitinya, tapi ia tidak peduli. Hanya satu hal yang ada di kepalanya: selamat.“Bu… aku—aku nggak kuat lari lagi,” suara Arven pecah di tengah tangis dan batuk.Ravika menunduk, menatap wajah putranya yang memerah oleh debu dan asap. “Kuat! Kau harus kuat, Arven. Sedikit lagi. Kalau kita berhenti sekarang, semua berakhir di sini.”Anak itu mengangguk dengan sisa tenaga, mencoba mengimbangi langkah ibunya.Di belakang mereka, Bayu meraung marah. Tubuhnya terhimpit separuh oleh peti baja, namun tangannya masih terulur, seakan ingin meraih Ravika dan Arven. Mata itu… tajam, penuh dendam, bahkan lebih mengerikan daripada api yang berkobar.“RAVIKA!!!” teriak Bayu
最終更新日 : 2025-09-02 続きを読む