“Nadine, kita nggak bisa nunda bayar kontrakan lagi bulan ini. Abang kontrakan udah ngasih peringatan terakhir.” Suara Raline serak, nyaris patah, bergema di ruang kontrakan berukuran 4x5 meter yang pengap. Di tangannya, surat peringatan yang tadi pagi menempel di pintu sudah kusut, lipatannya koyak akibat diremas terlalu keras. Ia menutup mata sejenak, menahan denyut di pelipis. Napasnya berat, sementara jantung berdegup cepat, seakan dipacu oleh bayangan genting yang makin menjerat. Dari dapur, muncul Nadine dengan celemek lusuh masih terikat di pinggang. Rambutnya diikat asal, wajahnya pucat dengan kantong mata hitam karena begadang skripsi. “Terus kita harus gimana, Kak? Mau jual kamera lagi?” Raline mendongak. “Nggak bisa. Itu satu-satunya alat tempur gue. Kalau kamera dijual, bulan depan kita makan apa?” Hening menggantung. Aroma mie instan yang baru matang masih tersisa di udara, tapi tak ada yang bergerak untuk menyentuhnya. Sejak dua bulan terakhir, mereka hanya hidup da
Last Updated : 2025-08-15 Read more