Dhea terhuyung mundur, hatinya seperti dicabik-cabik ribuan pisau sampai berdarah-darah. Dia tak berani lagi melihat, takut dirinya tak bisa menahan diri untuk langsung berteriak dan bertanya, lebih takut terlihat seperti badut yang menyedihkan. Dia pun berbalik, berlari terbirit-birit.Di depan TK, sahabatnya, Naira, sudah lama menunggu. Melihat wajah Dhea yang pucat pasi, dia langsung keluar dari mobil. "Dhea, kamu kenapa? Lauren bilang barangmu ketinggalan, jadi pulang lagi. Sebenarnya ada apa?"Lauren adalah anak Naira. Hari ini memang Naira yang meminta Dhea menemaninya ikut rapat orang tua murid.Wajah Dhea benar-benar pucat, air mata menggenang di pelupuknya. "Naira, tolong bantu aku selidiki seseorang.""Siapa?""Yordan ...." Dhea menelan ludah, suaranya serak. "Dia punya anak."....[ Sayang, aku masih seminggu baru bisa pulang. Kamu kangen aku nggak? ]Dhea menatap pesan dari Yordan, air matanya jatuh tanpa henti.Setiap bulan Juli, Yordan selalu bilang harus dinas dua minggu
Read more