Share

Bab 3

Author: Zakrya
Dhea menghentikan sebuah taksi, mengikuti Larissa dari belakang.

Di rumah sakit, dia berdiri di depan pintu ruang rawat, menyaksikan semua yang terjadi di dalam. Sakit yang tajam menusuk hatinya hingga nyaris membuatnya tak bisa bernapas.

Dhea menggigit bibir kuat-kuat, menahan diri agar tidak mengeluarkan suara apa pun.

Saat ini, Rafael sedang diinfus. Wajah mungilnya tampak sangat lemah, membuatnya terlihat begitu menyedihkan.

Yordan gelisah setengah mati, mondar-mandir di ruang rawat sambil marah-marah, "Kalian ini kerja apa sih! Anak demam begini saja nggak bisa ditangani!"

Dokter yang sedang sibuk di samping adalah Josh, sahabat baik Yordan. Dhea mengenalnya.

"Anakmu cuma masuk angin, demam, dan pilek. Dirawat sendiri saja nggak becus, malah marah-marah sama rekan kerjaku!"

"Yordan, aku benar-benar nggak ngerti apa maumu. Bukannya dulu kamu bilang setelah perempuan itu melahirkan, kamu bakal kasih uang, lalu suruh pergi? Sekarang baru demam kecil sudah manggil aku ke sini. Kalau Dhea tahu, gimana?"

Setelah terdiam sejenak, suara Yordan akhirnya terdengar, lelah dan penuh ketidakberdayaan. "Aku bisa apa? Ikatan batin ibu dan anak terlalu kuat. Setiap kali menyuruh Larissa pergi, Rafael selalu menangis tanpa henti. Masa aku tega biarin anak terus-terusan menangis?"

Josh mendengus dingin. "Heh, sebenarnya anak yang nggak rela atau kamu yang nggak rela? Kamu sendiri tahu jawabannya."

Wajah Yordan semakin tegang. Dia memijat keningnya yang berdenyut sakit. "Jangan sembarangan! Seumur hidup ini aku hanya mencintai Dhea. Tapi Keluarga Furama nggak bisa tanpa pewaris. Kamu harus bantu aku merahasiakan ini dari Dhea, aku nggak mau dia terluka."

"Bagaimanapun juga, Larissa sudah melahirkan anakku. Aku nggak bisa menelantarkannya."

Mendengar itu, Larissa masuk sambil menangis tersedu-sedu. "Yordan, ini salahku yang nggak menjaga Rafael dengan baik. Semalam setelah kamu pergi, dia demam dan nangis ingin bertemu kamu. Aku takut mengganggumu dan Bu Dhea, jadi aku nggak bilang ...."

Yordan mengelus pipi anaknya yang panas, menghela napas. Hatinya melunak. Dia memeluk Larissa, menenangkan, "Jangan nangis lagi. Aku nggak bermaksud menyalahkanmu. Rafael anak kita, justru aku yang sebagai ayah yang nggak becus."

Larissa menarik kerah baju Yordan, lalu jarinya menyapu dada Yordan dengan lembut. "Yordan, aku tahu aku nggak sebanding dengan Bu Dhea. Tapi aku nggak tega melihat anak kita menderita ...."

Tatapan Yordan menjadi tajam. "Nggak akan ada yang berani menyakiti anakku. Kamu sendiri yang harus jaga kesehatan. Lihat, wajahmu sampai bengkak karena nangis."

Dia mengangkat tangannya, dengan lembut menghapus air mata di sudut mata Larissa. Adegan mesra itu menusuk hati Dhea hingga sakitnya tak tertahankan.

Dhea mengepalkan tangannya, membiarkan kuku-kukunya mencengkeram telapak tangannya hingga berdarah. Namun, rasa sakit itu tak ada apa-apanya dibandingkan rasa sakit di hatinya.

Hujan deras kembali turun. Dhea meninggalkan rumah sakit, berjalan di tengah guyuran hujan. Air hujan mengalir di pipinya, membuat pandangannya kabur. Namun, itu tetap nggak mampu mencuci bersih kehancuran di hatinya.

Saat sampai di Grup Prawita, pergelangan kakinya sudah lecet berdarah karena sepatu hak tingginya.

Penampilannya membuat resepsionis terkejut dan buru-buru mendekat. "Bu Dhea! Ada apa? Perlu aku telepon Pak Yordan? Kalau Pak Yordan lihat Ibu seperti ini, pasti dia sangat khawatir."

Hati Dhea sudah mati rasa. Ya, semua orang selalu percaya Yordan mencintainya, tanpa terkecuali.

Namun, mereka tidak tahu seberapa banyak kebohongan dan pengkhianatan yang tersembunyi di balik cinta itu.

Dia menepis tangan resepsionis yang hendak memapahnya, suaranya serak. "Aku nggak apa-apa. Tadi tiba-tiba turun hujan. Tolong belikan aku pakaian bersih, antar ke sini."

Dhea menyerahkan kartu hitam, lalu mengurung diri di ruang rapat terdekat. Begitu pintu tertutup, dia tak bisa lagi menahan tangisannya. Dia mengira setelah melihat foto-foto itu, hatinya sudah kebal.

Namun, ketika menyaksikan sendiri kebersamaan Yordan, Larissa, dan Rafael, luka terdalamnya kembali terkoyak habis-habisan.

Ruang rapat yang luas bergema oleh isakannya yang memilukan. Dia begitu ingin bertanya kepada Yordan, kenapa dulu dia yang bersumpah setia, kini malah bermesraan dengan wanita lain dan punya anak?

Sampai suara ketukan pintu terdengar, Dhea baru tersadar. Orang yang mengetuk sudah pergi. Hanya ada pakaian baru, kartu hitam, dan segelas air hangat yang ditaruh di depan pintu. Di bawah gelas, ada secarik catatan tulisan tangan.

[ Bu Dhea, tenang saja. Aku nggak menghubungi Pak Yordan. Aku tahu Ibu nggak ingin membuatnya khawatir. ]

Perasaan Dhea campur aduk. Akhirnya dia merobek catatan itu dan membuangnya ke tong sampah.

Dia mengganti pakaian di ruang rias. Sesaat kemudian, sosok tegar dan berwibawa Dhea sudah kembali, seolah-olah tidak ada yang bisa membuatnya gentar.

Dengan sepatu hak tingginya, dia melangkah ke ruang CEO. Hari itu, dia menenggelamkan diri dalam pekerjaan sepanjang hari.

Selama itu, Yordan mengirim banyak pesan, tetapi satu pun tak dia buka, apalagi balas.

Sampai sore, Dhea pulang ke vila dengan tubuh lelah, berniat berkemas dan berangkat besok pagi. Namun, begitu membuka pintu, tawa riang seorang anak terdengar dari ruang tamu. Di sana, Larissa berdiri tepat di hadapannya!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Anak Suamiku yang Dirahasiakan   Bab 19

    Larissa benar-benar telah kehilangan kewarasannya. Sejak awal, dia memang kabur dari rumah sakit jiwa. Ditambah kali ini melukai Yordan, tentu saja Anindya tidak mungkin melepaskannya begitu saja.Akhirnya, karena tangisan dan permohonan Rafael, Anindya memilih mengurung Larissa di loteng rumah tua Keluarga Furama. Setiap hari ada orang yang berjaga dan tidak membiarkannya keluar untuk menimbulkan masalah lagi.Sementara itu, kondisi Yordan di rumah sakit juga masih belum stabil. Sebagian besar waktu Anindya dihabiskan untuk merawat Yordan, sehingga dia tidak terlalu memperhatikan keadaan Larissa lagi.Para pembantu di rumah pun tidak menyukai Larissa, sehingga mereka memperlakukannya dengan asal-asalan. Mereka hanya mengantar dua kali makan sehari sesuai jadwal. Soal dia mau makan atau tidak, sudah bukan urusan mereka.Hingga suatu hari, seorang pembantu tiba-tiba menyadari bahwa makanan yang dibawanya sudah tiga hari berturut-turut tak pernah tersentuh.Ketika dia mendorong pintu dan

  • Anak Suamiku yang Dirahasiakan   Bab 18

    Di dalam negeri, Keluarga Furama.Saat Yordan buru-buru kembali, dia melihat Larissa dengan rambut berantakan, pakaian kusut, wajah penuh noda dan jejak air mata. Seluruh tubuhnya tampak seperti iblis yang baru keluar dari neraka.Dalam pelukannya, dia mencengkeram Rafael dengan erat, lalu mengurung diri di sebuah kamar. Tak peduli siapa pun yang mencoba membujuk, dia sama sekali tidak mau membuka pintu.Melihat Yordan pulang, Anindya seolah-olah mendapatkan harapan. "Yordan, Larissa sudah gila. Tapi Rafael nggak bersalah, kamu harus segera menyelamatkan Rafael!"Wajah Yordan tampak lelah, kedua matanya yang penuh keletihan tampak merah padam. Dia mengangguk pelan, lalu langsung memerintahkan orang untuk mendobrak pintu dan melangkah masuk dengan tenang."Larissa, bukannya kamu ingin bertemu denganku? Sekarang aku sudah datang, lepaskan Rafael!"Larissa yang berada di dalam kamar mendadak menengadah dan menatap mata Yordan, lalu tertawa terbahak-bahak."Hahaha ...." Dia tertawa dengan

  • Anak Suamiku yang Dirahasiakan   Bab 17

    "Kamu sudah sadar." Suara Dhea tenang dan dingin, seakan mereka hanyalah dua orang asing yang kebetulan berpapasan.Yordan sampai gemetar karena terlalu bersemangat. Selama sebulan penuh dia tidak melihat Dhea, rindu yang menyesakkan itu hampir membuatnya gila. Kini, dia akhirnya bisa menatap wajah Dhea dan mendengar suaranya lagi. Perasaan rindu itu seketika meluap tak tertahankan.Dengan mata yang memerah, Yordan tiba-tiba bangkit dan merengkuh Dhea erat dalam pelukannya. "Dhea, ini benar-benar kamu .... Dhea, aku sangat merindukanmu." Suara Yordan rendah dan serak, sarat akan kerinduan dan cinta yang tak terbendung.Tubuh Dhea sedikit menegang, lalu dia mendorong Yordan dengan kuat. "Yordan, kita sudah bercerai!"Melihat pelukan yang tiba-tiba hampa, tatapan Yordan seketika dipenuhi kepedihan. "Dhea, aku nggak setuju sama perceraian itu," ucapnya cemas dan berusaha memperbaiki keadaan. "Hari itu aku sedang mabuk, aku sama sekali nggak sadar bahwa yang kutandatangani adalah surat cer

  • Anak Suamiku yang Dirahasiakan   Bab 16

    Dari balik taman, Yordan menatap Dhea dari kejauhan. Mata kelamnya penuh dengan perasaan mendalam, seolah ingin mengukir sosok wanita itu ke dalam hatinya.Namun, Dhea hanya menatapnya dengan tenang. Rasa berdebar dan sakit hati yang dulu begitu kuat, saat ini semuanya telah berubah menjadi kehampaan.Dengan sikap tak peduli, dia menutup jendela dan mengalihkan pandangan dari wajah yang kini hanya membuatnya muak.Tak lama kemudian, seorang pelayan bergegas datang. "Nona Dhea, di depan ada seorang Pak Yordan yang ingin bertemu dengan Anda."Tatapan Dhea tetap datar dan suaranya terdengar dingin, "Aku nggak mau bertemu. Suruh dia pergi."Pelayan itu langsung mengangguk dan pergi, lalu tak pernah lagi menyebutkan nama pria itu. Dhea pun menghapus sosok pria itu dari pikirannya.Sampai menjelang senja, saat suara hujan terdengar deras di luar jendela, Laura pun terbangun. Kondisinya sudah jauh lebih baik, sifat cerianya kembali muncul. Dia menempelkan wajah mungilnya ke kaca jendela, lalu

  • Anak Suamiku yang Dirahasiakan   Bab 15

    Larissa dipaksa menggugurkan anaknya. Saat tubuhnya masih lemah, dia malah dilemparkan ke rumah sakit jiwa. Dengan hati yang sudah mati rasa, dia terbaring di ranjang. Wajahnya pucat pasi, seakan seluruh tenaga telah disedot habis.Yordan muncul di hadapannya. Dia menghantamkan tumpukan bukti itu ke wajah Larissa. "Kamu benar-benar mengira semua yang kamu lakukan nggak akan ketahuan? Bahkan anak kandungmu sendiri pun sanggup kamu celakai. Kamu sama sekali nggak pantas disebut seorang ibu!"Melihat foto dan dokumen itu, wajah Larissa langsung pucat. Dia sadar semua perbuatannya sudah terbongkar. Bibirnya bergetar hebat. Dia ingin menjelaskan, tetapi tidak ada sepatah kata pun yang bisa keluar.Tatapan Yordan begitu dingin, matanya tampak hitam pekat. "Larissa, aku sudah memberimu kesempatan berkali-kali, tapi kamu malah memilih merusak dirimu sendiri. Mulai sekarang, jangan pernah bermimpi bisa bertemu Rafael lagi seumur hidupmu. Habiskan sisa waktumu dengan tenang di rumah sakit jiwa i

  • Anak Suamiku yang Dirahasiakan   Bab 14

    Yordan diusir oleh Keluarga Prawita dengan membawa semua bukti. Dia tahu dirinya harus memberi Keluarga Prawita sebuah penjelasan. Kalau tidak, bukan hanya Mahesa yang tidak akan mengizinkannya bertemu Dhea, bahkan dia sendiri pun tidak berani untuk menemui Dhea.Langit di luar berubah mendung. Awan hitam yang kelam seolah hendak runtuh menimpa bumi. Di sepanjang perjalanan menuju rumah lama Keluarga Furama, ekspresi Yordan tampak sangat muram.Para tamu sudah pergi. Dia langsung menerobos masuk ke kamar Larissa dengan penuh amarah. "Larissa, aku sudah memperingatkanmu! Kalau kamu ingin Rafael tetap tinggal di Keluarga Furama, jangan pernah membuat Dhea merasa tersakiti!"Tangannya mencengkeram leher Larissa, genggaman itu semakin kuat. "Kenapa kamu masih berani mendekatinya? Apa sebenarnya maksud dari surat perjanjian cerai itu!"Mata Yordan memerah, tatapannya sudah tak menyisakan kelembutan sedikit pun, seolah ingin melahap wanita di hadapannya hidup-hidup. Wajah Larissa memerah. De

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status