Share

Bab 8

Penulis: Zakrya
Dhea sontak merasakan ketidakberdayaan di hatinya. Dia menarik bibirnya yang terasa pahit, lalu menyahut dengan suara berat, "Sudahlah, terserah kalian mau pikir apa. Lagi pula, apa pun yang kukatakan tetap nggak ada gunanya."

"Papa, lihat! Perempuan jahat itu sudah mengakuinya. Papa harus menghukumnya!" Rafael menarik-narik lengan baju Yordan, sementara matanya diam-diam melirik ke arah Larissa.

Saat tatapan keduanya bertemu, Larissa mengangguk ringan. Barulah wajah tegang Rafael sedikit mengendur.

Yordan berjongkok, mengusap lembut kepala anaknya. Tatapannya penuh kasih. "Anak baik, Papa pasti akan melindungimu."

Segera setelah itu, suaranya menjadi dingin. "Bawa Nyonya ke aula leluhur di rumah lama untuk dihukum berlutut. Tanpa izinku, dia nggak boleh keluar!"

Keputusan Yordan sudah bulat, tak ada ruang untuk perubahan. Selesai berbicara, dia memapah Larissa berdiri, lalu mereka bertiga berjalan keluar begitu saja. Dari awal sampai akhir, dia tidak melirik Dhea sedetik pun.

Sebaliknya, Larissa justru menatapnya dengan sikap menantang. Sorot mata penuh ambisi itu menusuk hati Dhea.

Melihat mobil di luar menyala dan melaju pergi, Anindya akhirnya merasa puas. Dia mengangkat dagu tinggi-tinggi, memperlihatkan sikap seorang senior, melambaikan tangan agar para pelayan segera menyeret Dhea pergi.

Para pelayan yang sudah bertahun-tahun bekerja di sana tampak tak tega, bahkan sempat berbisik untuk menenangkan, "Nyonya jangan khawatir, kami semua percaya Nyonya bukan orang seperti itu. Tuan mungkin punya alasan yang sulit diucapkan. Dia sangat mencintai Nyonya, pasti nggak akan benar-benar membiarkan Nyonya menderita."

Dhea hanya tersenyum getir. Sudahlah, toh sebentar lagi dia juga akan pergi. Semua ini tak ada lagi artinya.

Dia berlutut di aula leluhur selama tiga hari tiga malam. Hari-hari itu jauh lebih sulit dari yang dia bayangkan.

Para pelayan rumah lama jelas sudah diberi perintah. Cacian dan hinaan tak terhitung jumlahnya, lalu setiap beberapa jam sekali dia harus menerima hukuman pukulan. Tongkat menghantam tubuhnya, tetapi Dhea tetap menahan diri tanpa mengeluarkan suara.

Dia menggigit bibir sampai bau amis darah terasa di mulutnya, keputusasaan di hatinya semakin dalam.

Mendadak, dia teringat tujuh tahun lalu, ketika Yordan berlutut di aula leluhur Keluarga Furama selama tiga hari tiga malam demi menikahinya. Tulang rusuk yang patah dan baru tersambung hampir membuat Yordan cacat seumur hidup.

Bukan hanya Anindya yang memaksa Yordan, sebenarnya Naira dan orang tua Dhea juga terus menasihati. Semua orang tahu betapa pentingnya garis keturunan bagi Keluarga Furama.

Saat itu, Dhea merasa kasihan pada Yordan, percaya bahwa cinta mereka akan abadi. Dia pun menanggung tekanan besar dan menikah dengannya.

Kini, apakah ini balasan karena dia mencintai orang yang salah? Dia bersumpah akan membuat Yordan menyesal!

Hingga pagi hari keempat, pintu aula leluhur perlahan terbuka dan Yordan masuk. "Sayang, aku datang menjemputmu," ucapnya dengan suara parau dan wajahnya terlihat lelah.

Dhea seolah-olah tidak mendengarnya, hanya menatap barisan papan leluhur di depan dengan tatapan kosong.

Ya, aula leluhur Keluarga Furama sangat lengkap. Setiap generasi penguasa dipuja di sana dan asap dupa tak pernah berhenti. Dia benar-benar terlalu naif, sampai berani percaya bahwa Yordan akan rela melepaskan anak itu.

Akhirnya, semua ini hanyalah kesalahannya sendiri.

Dhea tidak menjawab, hanya perlahan berdiri. Kakinya sudah mati rasa karena terlalu lama berlutut, belum lagi setiap gerakan membuat luka di punggungnya semakin perih.

Begitu berdiri, tubuhnya langsung terjatuh. Untung Yordan segera meraihnya agar tubuhnya tidak membentur lantai lagi.

"Dhea, kalau kamu berbuat salah, kamu harus menerima hukuman. Kalau nggak, gimana memberi contoh pada anak? Lagi pula, ini hanya hukuman berlutut."

Hanya hukuman berlutut? Lantas, luka-luka di tubuhnya ini apa?

Dhea tersenyum pahit, lalu mendorongnya menjauh. "Yordan, dulu kamu bilang, selama aku nggak suka, kamu akan mengirim anak itu pergi."

Yordan berkerut, menghela napas penuh rasa tak berdaya. "Dhea, Keluarga Furama nggak bisa tanpa penerus. Anak itu pilihan terbaik. Kita ini suami istri, kamu juga harus mempertimbangkan untukku."

Ucapan ini sudah berkali-kali dia dengar sampai merasa bosan. Dhea hanya bisa mengejek, "Begitu ya? Kalau aku nggak tahu, aku pasti kira dia anak kandungmu."

Napas Yordan tercekat, matanya sedikit menghindar. "Mana mungkin. Sayang, seumur hidupku aku hanya akan mencintaimu. Tapi Rafael anak yang baik, dia sangat penurut."

Apakah itu cinta atau bukan, Dhea sudah tidak ingin memperdebatkan lagi. Namun, rasa tertekan yang dipendam bertahun-tahun kini hampir pecah.

"Yordan, kamu masih mau ...." Menipuku sampai kapan?

Belum sempat kata-kata itu selesai, Larissa tiba-tiba masuk. "Yordan, Rafael merengek ingin pergi ke taman hiburan. Kita pergi bersama ya."

Kemudian, dia melirik Dhea. "Tapi wajah Nyonya terlihat begitu pucat, mungkin sebaiknya ...."

"Dia nggak ikut," potong Yordan dingin, langsung membuat keputusan untuk Dhea. Tatapannya tanpa ekspresi ketika menoleh pada Dhea. "Besok ulang tahun Rafael. Keluarga Furama akan mengadakan pesta ulang tahun di rumah lama, sekaligus mengumumkan identitasnya. Sebagai ibunya, kamu harus mempersiapkan diri dengan baik."

Dhea hanya tertawa dingin dalam hati. Menjadi ibunya Rafael? Hanya mendengarnya saja sudah membuatnya muak.

Dia keluar dari aula leluhur dengan tertatih-tatih. Dari jauh, dia melihat Naira yang sedang cemas menunggunya.

Tanpa ragu, Dhea melangkah mendekat, tidak ingin menoleh, meskipun suara Yordan terdengar di belakang. "Dhea, aku akan temani Rafael ke taman hiburan. Malam ini aku nggak pulang. Istirahatlah dengan baik, besok pagi aku akan menyuruh orang menjemputmu."

Dhea tidak menoleh, hanya menjawab lirih, "Hmm."

Entah kenapa, melihat sosoknya yang semakin jauh, hati Yordan tiba-tiba diliputi rasa panik. Namun, dia menekan dirinya agar jangan bersikap terlalu lembek lagi. Dia tahu betul sikap keras kepala Dhea. Kalau Rafael ingin diakui, perpecahan ini memang tak bisa dihindari.

Yordan percaya, Dhea mencintainya. Setelah melewati penolakan awal, pada akhirnya Dhea pasti akan mengalah.

Di sisi lain, Dhea akhirnya duduk di mobil dengan bantuan Naira. "Dhea, koper yang kamu siapkan sudah kubawa. Terus, ini map dari Larissa."

Dhea membuka map itu. Di dalamnya adalah surat perjanjian cerai dan di akhir tertera tanda tangan Yordan.

Melalui jendela mobil, ia menatap keluarga kecil itu menaiki mobil dengan riang dan melaju pergi. Tatapannya membeku. "Naira, ke bandara. Kita pergi sekarang juga."

'Yordan, kali ini saat aku harus memilih, aku memilih untuk meninggalkanmu.'

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Anak Suamiku yang Dirahasiakan   Bab 19

    Larissa benar-benar telah kehilangan kewarasannya. Sejak awal, dia memang kabur dari rumah sakit jiwa. Ditambah kali ini melukai Yordan, tentu saja Anindya tidak mungkin melepaskannya begitu saja.Akhirnya, karena tangisan dan permohonan Rafael, Anindya memilih mengurung Larissa di loteng rumah tua Keluarga Furama. Setiap hari ada orang yang berjaga dan tidak membiarkannya keluar untuk menimbulkan masalah lagi.Sementara itu, kondisi Yordan di rumah sakit juga masih belum stabil. Sebagian besar waktu Anindya dihabiskan untuk merawat Yordan, sehingga dia tidak terlalu memperhatikan keadaan Larissa lagi.Para pembantu di rumah pun tidak menyukai Larissa, sehingga mereka memperlakukannya dengan asal-asalan. Mereka hanya mengantar dua kali makan sehari sesuai jadwal. Soal dia mau makan atau tidak, sudah bukan urusan mereka.Hingga suatu hari, seorang pembantu tiba-tiba menyadari bahwa makanan yang dibawanya sudah tiga hari berturut-turut tak pernah tersentuh.Ketika dia mendorong pintu dan

  • Anak Suamiku yang Dirahasiakan   Bab 18

    Di dalam negeri, Keluarga Furama.Saat Yordan buru-buru kembali, dia melihat Larissa dengan rambut berantakan, pakaian kusut, wajah penuh noda dan jejak air mata. Seluruh tubuhnya tampak seperti iblis yang baru keluar dari neraka.Dalam pelukannya, dia mencengkeram Rafael dengan erat, lalu mengurung diri di sebuah kamar. Tak peduli siapa pun yang mencoba membujuk, dia sama sekali tidak mau membuka pintu.Melihat Yordan pulang, Anindya seolah-olah mendapatkan harapan. "Yordan, Larissa sudah gila. Tapi Rafael nggak bersalah, kamu harus segera menyelamatkan Rafael!"Wajah Yordan tampak lelah, kedua matanya yang penuh keletihan tampak merah padam. Dia mengangguk pelan, lalu langsung memerintahkan orang untuk mendobrak pintu dan melangkah masuk dengan tenang."Larissa, bukannya kamu ingin bertemu denganku? Sekarang aku sudah datang, lepaskan Rafael!"Larissa yang berada di dalam kamar mendadak menengadah dan menatap mata Yordan, lalu tertawa terbahak-bahak."Hahaha ...." Dia tertawa dengan

  • Anak Suamiku yang Dirahasiakan   Bab 17

    "Kamu sudah sadar." Suara Dhea tenang dan dingin, seakan mereka hanyalah dua orang asing yang kebetulan berpapasan.Yordan sampai gemetar karena terlalu bersemangat. Selama sebulan penuh dia tidak melihat Dhea, rindu yang menyesakkan itu hampir membuatnya gila. Kini, dia akhirnya bisa menatap wajah Dhea dan mendengar suaranya lagi. Perasaan rindu itu seketika meluap tak tertahankan.Dengan mata yang memerah, Yordan tiba-tiba bangkit dan merengkuh Dhea erat dalam pelukannya. "Dhea, ini benar-benar kamu .... Dhea, aku sangat merindukanmu." Suara Yordan rendah dan serak, sarat akan kerinduan dan cinta yang tak terbendung.Tubuh Dhea sedikit menegang, lalu dia mendorong Yordan dengan kuat. "Yordan, kita sudah bercerai!"Melihat pelukan yang tiba-tiba hampa, tatapan Yordan seketika dipenuhi kepedihan. "Dhea, aku nggak setuju sama perceraian itu," ucapnya cemas dan berusaha memperbaiki keadaan. "Hari itu aku sedang mabuk, aku sama sekali nggak sadar bahwa yang kutandatangani adalah surat cer

  • Anak Suamiku yang Dirahasiakan   Bab 16

    Dari balik taman, Yordan menatap Dhea dari kejauhan. Mata kelamnya penuh dengan perasaan mendalam, seolah ingin mengukir sosok wanita itu ke dalam hatinya.Namun, Dhea hanya menatapnya dengan tenang. Rasa berdebar dan sakit hati yang dulu begitu kuat, saat ini semuanya telah berubah menjadi kehampaan.Dengan sikap tak peduli, dia menutup jendela dan mengalihkan pandangan dari wajah yang kini hanya membuatnya muak.Tak lama kemudian, seorang pelayan bergegas datang. "Nona Dhea, di depan ada seorang Pak Yordan yang ingin bertemu dengan Anda."Tatapan Dhea tetap datar dan suaranya terdengar dingin, "Aku nggak mau bertemu. Suruh dia pergi."Pelayan itu langsung mengangguk dan pergi, lalu tak pernah lagi menyebutkan nama pria itu. Dhea pun menghapus sosok pria itu dari pikirannya.Sampai menjelang senja, saat suara hujan terdengar deras di luar jendela, Laura pun terbangun. Kondisinya sudah jauh lebih baik, sifat cerianya kembali muncul. Dia menempelkan wajah mungilnya ke kaca jendela, lalu

  • Anak Suamiku yang Dirahasiakan   Bab 15

    Larissa dipaksa menggugurkan anaknya. Saat tubuhnya masih lemah, dia malah dilemparkan ke rumah sakit jiwa. Dengan hati yang sudah mati rasa, dia terbaring di ranjang. Wajahnya pucat pasi, seakan seluruh tenaga telah disedot habis.Yordan muncul di hadapannya. Dia menghantamkan tumpukan bukti itu ke wajah Larissa. "Kamu benar-benar mengira semua yang kamu lakukan nggak akan ketahuan? Bahkan anak kandungmu sendiri pun sanggup kamu celakai. Kamu sama sekali nggak pantas disebut seorang ibu!"Melihat foto dan dokumen itu, wajah Larissa langsung pucat. Dia sadar semua perbuatannya sudah terbongkar. Bibirnya bergetar hebat. Dia ingin menjelaskan, tetapi tidak ada sepatah kata pun yang bisa keluar.Tatapan Yordan begitu dingin, matanya tampak hitam pekat. "Larissa, aku sudah memberimu kesempatan berkali-kali, tapi kamu malah memilih merusak dirimu sendiri. Mulai sekarang, jangan pernah bermimpi bisa bertemu Rafael lagi seumur hidupmu. Habiskan sisa waktumu dengan tenang di rumah sakit jiwa i

  • Anak Suamiku yang Dirahasiakan   Bab 14

    Yordan diusir oleh Keluarga Prawita dengan membawa semua bukti. Dia tahu dirinya harus memberi Keluarga Prawita sebuah penjelasan. Kalau tidak, bukan hanya Mahesa yang tidak akan mengizinkannya bertemu Dhea, bahkan dia sendiri pun tidak berani untuk menemui Dhea.Langit di luar berubah mendung. Awan hitam yang kelam seolah hendak runtuh menimpa bumi. Di sepanjang perjalanan menuju rumah lama Keluarga Furama, ekspresi Yordan tampak sangat muram.Para tamu sudah pergi. Dia langsung menerobos masuk ke kamar Larissa dengan penuh amarah. "Larissa, aku sudah memperingatkanmu! Kalau kamu ingin Rafael tetap tinggal di Keluarga Furama, jangan pernah membuat Dhea merasa tersakiti!"Tangannya mencengkeram leher Larissa, genggaman itu semakin kuat. "Kenapa kamu masih berani mendekatinya? Apa sebenarnya maksud dari surat perjanjian cerai itu!"Mata Yordan memerah, tatapannya sudah tak menyisakan kelembutan sedikit pun, seolah ingin melahap wanita di hadapannya hidup-hidup. Wajah Larissa memerah. De

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status