Semua Bab DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta: Bab 41 - Bab 50

Wanita bayaran? Apa maksud dia pelacur? Wah... Bisa-bisanya dia menganggapku wanita murahan.Aku menghentikan langkah sambil menatapnya tajam. "Bapak menganggap saya pelacur?!" tanyaku dengan nada tinggi.Wajah pak Ben seketika berubah. Ia terlihat menyesali perkataanya. "Maaf, Mbak... maaf. Apa saya salah?" ucapnya sambil melipat tangan di dada.Aku berkacak pinggang dengan bibir mengerucut. "Apa saya memang terlihat seperti wanita murahan?!"Pak Ben menyeringai sambil menggaruk kepala. "Ng-nggak sih, Mbak. Tapi tadi pak Jefri bilang, Mbak bukan pacarnya. Jadi saya pikir..."Pak Ben tidak melanjutkan bicaranya. Dan jujur aku sangat kesal dengan tuduhannya barusan.Benar sih, aku memang bukan pacarnya. Tapi aku juga tidak dibayar. Kami hanya... Ah! Aku pun bingung hubunganku dengan pak Jefri ini apa."Maaf ya, Mbak. Maaf kalau saya menyinggung Mbak," ucapnya dengan nada menyesal.Akupun menurunkan tangan sambil membuang napas berat. "Ya sudahlah. Tapi sebagai gantinya, Pak Ben harus c

Bibir pak Jefri bergetar seperti kehilangan kata-kata. "Ya... Maksud saya...""Bapak memang jahat!" ucapku sambil memukul dadanya berkali-kali. "Apa Bapak melakukan itu sama semua wanita?!"Pak Jefri memegang tanganku agar tak terus memukulnya. Sorot matanya yang berwibawa menatapku lekat bak pemangsa. "Apa yang salah? Kamu kan, tidak menyukai saya. Saya tidak mungkin memaksa kamu menikah."Aku terdiam. Kelopak mataku bergerak cepat menahan air mata yang terus tumpah.Iya. Dia benar. Aku memang bilang tidak menyukainya. Jadi sekarang aku yang salah? Aku seolah terpojok dengan omonganku sendiri. Dia bahkan menyalahkan ku karena sudah merayunya duluan.Aku menghempaskan tangannya, lalu kembali ke tempat dudukku sendiri. "Cepat antar saya pulang!" pintaku dengan nada tinggi.Tanpa bicara lagi, Pak Jefri segera mengubah tuas ke D, lalu menginjak gas menuju rumahku.Di sepanjang perjalanan, kami tak saling bicara. Aku terus melihat ke luar jendela karena masih merasa kesal.Sekitar satu j

"Ih Mama... nggak!" Aku mencoba menghindar dari Mama, lalu segera berlari menuju kamar mandi.Begitu masuk, cermin westafel di kamar mandi langsung menunjukkan semua bakas cupang di tubuhku. Aku sendiri kaget dan tidak sadar kalau bekasnya sebanyak ini. "Dasar dosen gila seks! Udah kayak lintah aja dia," gerutuku sambil berdiri di depan cermin.Dor! Dor! Dor!Mama menggedor pintu kamar mandi sambil berteriak. "Erika. Ayo cerita sama Mama. Benar, kan, yang bikin cupang itu dosen kamu?""Aduh Mama ngapain, sih..." Aku jadi malu terus dicecar sama dia."Emang Mama mau ngapain?" teriakku dari dalam kamar mandi."Kalau itu benar dia. Mama akan seret ke rumah ini untuk bertanggung jawab. Tentu saja dia harus nikahin kamu, dong..." sahutnya dari balik pintu.Mati aku. Mama akan semakin membuatku malu kalau sampai melakukan itu. Apa lagi pak Jefri sudah punya calon istri. Mana mungkin dia akan menikahiku?Aku buru-buru membuka pintu, lalu mencoba merayu Mama agar tidak lagi memikirkan hal it

Aku merasa dijebak di sini. Mau tidak mau aku harus ikutin permainan Roy. Aku mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan pria di sampingku ini. "Hei... Aku Erika."Pria itu tersenyum sambil menerima jabatan tanganku. "Hai... Aku Dicky. Senang akhirnya bisa ketemu sama cewek yang selalu Roy banggakan."Apa? Aku refleks menoleh pada Roy. Dalam hatiku berkata. 'Apa lagi ini. Apa yang sering Roy katakan tentang aku pada Dicky?'"Ya uda, kita ngobrolnya di dalam aja," pinta Roy.Kami menurut, lalu mengikuti Roy masuk ke dalam ruang VIP tempatnya bercinta tadi.Aku masih mengingat dengan jelas, bagaimana Roy yang sedang bersemangat menusuk wanita itu dari belakang.Sekarang, dia malah mengakuiku sebagai pacar. Benar-benar gila!"Siakan duduk," pinta Roy, menunjuk ke sofa tempat pembantaian tadi.Aku hanya mematung sambil menatapnya sinis. Ya jelas, aku tidak mau duduk bekas dia bercinta dengan wanita itu.Dan sepertinya Roy mengerti. Ia akhirnya menunjuk sofa lain untukku. "Erika... dudukla

Aku langsung tersadar, lalu mendorong tubuh Roy. "Siapa itu, Roy?"Roy menoleh ke arah pintu. Ketukannya terdengar lebih keras dari pada sebelumnya. Sepertinya ada sesuatu yang benar-benar mendesak.Tok! Tok!"Buka pintunya, Roy!" teriak seorang pria dari luar."Tunggu sebentar, ya. Aku akan periksa dulu," pinta Roy sambil menggenggam tanganku.Aku hanya mengangguk sambil berpikir keras, apa yang terjadi di luar sana.Roy meraih kaosnya di sofa. Ia memakainya sambil berjalan menuju pintu.Begitu pintu dibuka, seorang pria yang berada di luar langsung mendorongnya dengan kasar. "Ello mau cari mati! Berani-beraninya ganggu istri bos!" bentaknya."Sorry, Bang. Istri siapa yang Lo maksud? Gue nggak ganggu istri orang," jawab Roy membela diri.Pria itu melirikku dari ambang pintu, lalu kembali menatap Roy dengan tatapan penuh amarah. "Itu siapa?!"Roy menoleh padaku sebentar, lalu kembali pada pria itu. "Dia cewek gue, Bang."Pria itu kembali mendorong Roy. Kali ini jauh lebih keras dari p