Raka pulang dengan hati berantakan. Setelah diusir Papa Anna, dadanya terasa sesak, napas berat, kepala seperti penuh kabut. Rasa bersalah, marah pada keadaan, lelah, semua bercampur jadi satu.Begitu ia sampai di halaman rumah, suara tangis langsung menyambutnya. Bukan tangis anak kecil biasa—tapi panik.“Raka! Ka!” panggil ibunya parau, penuh getar.Raka berlari masuk.Bu Rahma duduk di lantai ruang keluarga, matanya sembab, air mata terus mengalir. Di pelukannya, Bian menangis menjerit, wajah memerah, tubuhnya gelisah. Fikri duduk di samping neneknya, menggoyang-goyangkan tubuh ibunya yang tergeletak tak sadarkan diri di lantai. Aulia, wajahnya pucat, rambut berantakan, napasnya cepat.“Ayah… bunda tidur terus…” Fikri terisak, matanya membengkak.Seolah dunia berhenti sejenak.“Aulia!” Raka menunduk cepat, memeriksa napas istrinya. Masih ada. Syukurlah.Bu Rahma menangis makin keras, “Ka, ibu bingun
Terakhir Diperbarui : 2025-11-03 Baca selengkapnya