Mas Azzam duduk di sampingku sambil tersenyum lembut. Di tangannya ada piring kecil berisi irisan mangga muda.“Sayang, coba ini deh. Manis banget, nggak asam sama sekali,” katanya sambil menyuapkan sepotong ke mulutku.Aku tersenyum menerima suapannya.“Hmm, enak, Mas.”“Kan Mas bilang juga apa. Pokoknya semua yang kamu mau, Mas turutin.” Ia terkekeh pelan, matanya menatapku dengan manja. Kadang aku tak tahu, harus merasa bersyukur atau sesak.Mas Azzam selalu berusaha membuatku bahagia menyiapkan sarapan, menemaniku kontrol, bahkan rela izin dari kantor kalau aku merasa lelah. Tapi di balik semua itu, hatiku masih terasa hampa di satu sudut kecil yang tak bisa kujelaskan.Entah bagaimana kabar Fikar sekarang. Sejak aku berhenti mengajar, semua kontak dengan dunia kampus terputus. Aku tidak pernah lagi mendengar namanya disebut, tak tahu apakah dia masih di sana, apakah dia baik-baik saja, atau apakah dia pernah mencariku.Aku menatap mangga di tanganku. Mas Azzam tersenyum, tampak p
Last Updated : 2025-11-20 Read more