Pagi itu, udara terasa berat. Alya duduk di meja makan dengan secangkir kopi yang sudah dingin sejak lama. Matanya sayu, wajahnya lelah, seolah malam tak pernah benar-benar berakhir. Di sudut ruangan, Ardi menatap layar laptop dengan wajah menegang. “Aku udah coba segala cara, Ly,” katanya, suaranya rendah tapi penuh beban. “Aku pasang sistem cadangan, sensor gerak, kamera… tapi dia selalu bisa satu langkah di depan.” Alya tidak menjawab. Ia hanya menatap kosong ke arah jendela, seakan takut bayangan Raka bisa muncul kapan saja dari balik kaca. Ardi mendesah panjang, lalu duduk di seberang Alya. “Ly, kita nggak bisa terus kayak gini. Kalau aku sendirian yang ngadepin, kita bakal kalah. Kita butuh bantuan.” Alya mengangkat wajahnya, matanya penuh kekhawatiran. “Kamu mau bilang… polisi?” Ardi mengangguk pelan. “Ya. Kita laporkan semuanya—rekaman, pesan, ancaman. Kita punya bukti cukup kuat. Kalau kita diam saja, dia bakal makin berani.” Alya menggigit bibirnya. Tubuhnya be
Terakhir Diperbarui : 2025-10-02 Baca selengkapnya