Tiga hari setelah ledakan di pelabuhan bawah tanah, kota itu berubah seperti kota mati. Jalanan yang dulu ramai kini sunyi, penuh polisi dan garis kuning. Asap masih membumbung dari reruntuhan bangunan tua, seolah luka kota itu belum juga sembuh. Di sebuah rumah aman di pinggiran kota, Alya duduk di depan meja, menatap layar komputer yang menampilkan potongan kode rusak. Wajahnya pucat, mata sembab karena kurang tidur. Di tangannya masih tergenggam flashdisk yang hampir meleleh itu — satu-satunya peninggalan dari Ardi. “Semua file rusak…” gumamnya lirih, “tapi pasti masih ada jejak…” Dimas masuk membawa dua cangkir kopi, meletakkannya di meja tanpa bicara. Ia menatap Alya sejenak, lalu menarik kursi di depannya. “Sudah tiga hari, Alya,” katanya tenang. “Kau butuh istirahat.” Alya tidak menjawab. Ia terus mengetik cepat, menatap layar seolah berusaha menembus kode dengan pandangannya. “Aku tidak akan berhenti sebelum menemukan sesuatu,” suaranya bergetar, “aku tidak bisa berhenti
Terakhir Diperbarui : 2025-10-08 Baca selengkapnya