“Aki… Ayahanda…” Suara Hana tercekat di tenggorokannya, bagai sebuah gelembung kaca yang kian membesar, yang tak sanggup ia pecahkan. Kata-kata itu lebih merupakan hembusan napas yang menyakitkan untuk dikeluarkan dengan susah payah daripada sebuah panggilan kepada mendiang Ayahnya. Akira, pria yang menghabiskan hidupnya di laboratorium yang tenang, di antara angka-angka dan data ilmiah, kini bergerak secepat yang ia bisa, jauh melampaui kecepatannya saat mengejar hipotesis ilmiah. Ia berlari, menjejak karpet tebal itu dengan terburu-buru, menangkap tubuh istrinya yang tiba-tiba luruh, seolah semua tulang di tubuhnya mendadak menyerah. Sebelum lutut Hana menyentuh lantai kayu yang dingin, lengan Akira sudah mendekapnya. Hana menangis dengan suara tertahan. Sebuah jeritan tanpa suara merobek dadanya, mengoyak pita suaranya, membiarkan gelombang kesedihan yang telah membatu di rongga dadanya kini tumpah ruah. Ia mencengkram kemeja putih bersih Akira, sekuat ia menggenggam sisa-sisa
Last Updated : 2025-09-30 Read more