Hujan baru saja reda sore itu, meninggalkan aroma tanah basah yang meruap ke udara. Nadin duduk di kursi kayu ruang tamu rumah besar bercat krem pucat, rumah mertuanya. Perasaan campur aduk menyeruak dalam dadanya: bahagia karena akhirnya resmi menjadi istri Rama, tapi juga canggung, sebab ia tahu sejak awal bahwa pernikahan mereka tidak sepenuhnya disambut hangat oleh keluarga suaminya. Nadin masih mengenakan kebaya sederhana, rambutnya disanggul rapi, namun hatinya resah. Beberapa jam lalu ia masih duduk di pelaminan, tersenyum terhadap tamu yang memberi selamat. Kini hanya ada Nadin, Rama dan tatapan tajam ibu mertuanya. "Jadi ini menantuku?" suara Bu Rahayu datar, dingin, tanpa senyum. Tatapan matanya menyapu Nadin dari ujung kepala hingga kaki. "Bidan, tapi honorer, kan?" Nadin menunduk. Ada nada sinis yang jelas terasa. "Iya, Bu. Saya baru ditempatkan di puskesmas kecamatan," jawab Nadin lirih, mencoba terdengar sopan. Bu Rahayu menghela napas panjang, lalu melirik Rama. "Ka
Last Updated : 2025-10-07 Read more