All Chapters of Pesona Perawat Papa : Chapter 31 - Chapter 40

"Selamat pagi, Pak Abdi," sapa Santi saat dia turun dan Bimo berlari kecil mengikutinya dari belakang. Pak Abdi menatap wajah Bimo yang berseri dan bahagia berbeda dari hari-hari sebelumnya. Biasanya Bimo bangun pagi dengan wajah kecut dan tegang. "Pagi juga, San? Bagaimana tidurnya? Nyenyak ga? Tidak ada nyamuk nakal yang menganggu tidur kamu kan?" lirik Pak Abdi pada Bimo. "Jelas nyenyak dong, Pah. Bimo nggak akan biarin ada satu nyamuk pun yang menganggu dan mengigit Santi!" Bimo membalas lirikan ayahnya tak mau kalah. "Selamat pagi juga, Lana," Santi mengabaikan ocehan Bimo dan lanjut memberi salam dengan adik majikannya. "Pagi juga kak Santi. Kakak sini sarapan bareng sama Lana," Lana beranjak dari duduk dan menarik tangan Santi. Mengajaknya duduk disebelahnya. "Ump, itu nanti Kak Santi makan dibelakang aja," Santi merasa sungkan kalo harus satu meja dengan majikannya. "Nggak apa-apa makan bareng disini saja, San. Masa saya sudah izinin kamu buat satu kamar merawat Bimo, t

"Kenapa Rik?" "Santi barusan telpon dan video call aku, tapi ga sempat terjawab." Riki merasa sedikit bersalah. "Oh, gue pikir apaan. Bilang aja lagi di kamar mandi atau apalah, alasan kan banyak asalkan lo mau cari." jawab Rina cuek dan mulai scrolling ponselnya. Mengecek pesan masuk atau telpon. Riki menatap Rina sesaat dan memasukkan kembali ponselnya ke saku dan mengabaikan ucapan Rina. "Riki nanti malem kalo pulang bawain makanan dong!" Pinta Rina. "Oh, mau makan apa? Biar aku beli nanti sekalian." "Kayaknya udang telur asin, sate ayam pake lontong sama kwetiaw goreng pedas enak Rik!" "Oke, nanti sekalian dibeliin. Aku berangkat ya, Rin!" "Sip, makasih ya Rik." Rina mengambil beberapa camilan sisa yang ada dilemari dan minuman, lalu duduk di ruang teve sambil meletakkan kedua kakinya diatas meja. Huh, kebiasaan kalau sudah sampai rumah pasti dia melupakan gue. Tama, Tama, dasar kucing garong juga lo. Untung sekarang gue udah antisipasi, gue udah punya ban serep. K

“Ga Zak, ga aku kunci. Kamu langsung masuk aja ya. Jangan lupa pesanan aku tadi, kamu antar langung ya, cepetaan Zak!” suara desahan Rina makin menuntut. Zaki langsung mematikan telponnya.Zaki pemilik toko pizza diujung jalan dekat rumah Rina yang juga menjadi salah satu laki-laki pemuas hasrat liar Rina kalau sedang tinggi. Awalnya dulu saat Zaki mengantarkan pizza tepat Rina habis mandi dan dia membuka pintu hanya mengenakan handuk. Entah saat itu Rina dalam tegangan tinggi berat atau apalah melihat wajah tampan dan tubuh kekar Zaki langsung bernafsu. Rina tanpa ragu pura-pura melorotkan handuknya saat menerima kotak pizza dan tepat tangan Zaki tak sengaja menyentuh gundukan menonjol payudara Rina, akhirnya Rina menarik Zaki masuk dan merenggut lengguhan kenikmatan dari Zaki berulang kali hingga sekarang.“Rin, pizza pesanan kam-,” Zaki tersenyum saat masuk ke ruang tamu yang sekaligus ruang tipi itu.Zaki sudah melihat Rina sedang terlentang di sofa dengan kedua pahanya yang suda

Dan. Brukk. Dia kembali mendorong tubuh Santi hingga terlentang di sofa kembali. "Mas, Aw!' Santi terkejut saat bibirnya kembali digigit gemas oleh Bimo. " Rupanya kau benar-benar minta dihukum!" Santi terkejut kembali saat Bimo akan merobek kain penutup dibagian kolam lelenya. "Mas, jangan, aku mohon jangan. Yang itu benar-benar aku jaga. Bahkan sampai hari masih aku jaga. Aku ga perduli orang nilai bagaimana, tapi yang itu memang khusus aku jaga untuk seseorang yang spesial!"Bimo menghentikan aksinya saat mendengar ucapan Santi. Ia malah menarik Santi kedalam pelukannya, "Semoga aku adalah orang spesial itu ya, San. Aku ga berbohong San, aku benar-benar sudah jatuh cinta padamu!"Deg. Entah kenapa jantung Santi kembali berdebar saat dia menerima pengakuan kembali cinta dari Bimo. "Mas aku kan-,""Ssst, aku tahu, tapi segala kemungkinan masih saja bisa terjadi, San. Jadi, aku akan tetap menunggu sampai kamu membuka hatimu untuk-ku...."Santi hanya terdiam mendengar kembali peras

Tapi, saat ditariknya, tangan Bimo tetap ga bergerak. Dia duduk dengan tegap di sofa ruangan kantornya.“Mas ayo!” ucap Santi lagi. Bimo masih saja diam.Santi nengok dan melihat wajah Bimo kecut. Santi menghela nafasnya. Santi tahu kalau begini, Bimo harus tetap dirayunya.Duk! Santi mendorong duduk tegap Bimo dan Santi duduk kembali di pangkuannya. Sebenarnya Bimo cukup terkejut dengan sikap agresif Santi, dia tak mengira kalau Santi akan berbuat seperti kucing nakal yang akan menggodanya.“Mas Bimo ….” Suara Santi sudah berubah di telinga Bimo, dia mendengar suaranya seperti mendesah.Kedua tangan Santi tetiba sudah mengalung dilehernya. Bimo tersenyum. Senang bukan kepalang. Apalagi saat Santi sudah mulai melumat bibirnya yang masih terkatup dan tak diizinkan masuk. Bibir dan lidah Sant terus mengigit dan mengemut kecil agar bibir Bimo sedikit memberikan celah.Bimo menikmati saat Santi berusaha mengesap dan mendobrak pertahanan bibirnya. Meski terasa masih kaku. Bimo tetap menyuk