Kematian sang Nenek yang begitu mendadak dan mencurigakan, membuat Abi berpura-pura menjadi lelaki bisu. Abi bekerja sebagai ajudan pribadi Elana, anak dari pemilik utama Rumah sakit Mahika Medical Center. Bukan tanpa alasan ia bekerja sebagai ajudan, yaitu untuk menyelidiki kasus kematian sang Nenek yang begitu mendadak. Dengan mendekati Elana, ia pun bisa sekaligus menyelidiki apa sebenarnya yang terjadi pada Neneknya. Benarkah meninggal karena penyakit yang selama ini dideritanya, atau justru ada malpraktek yang sengaja disembunyikan pihak Rumah sakit. Penyamaran Abi berjalan sesuai rencananya, namun tanpa disadari suatu hal terjadi tanpa disadarinya. Kebersamaan antara dirinya dan Elana ternyata menimbulkan perasaan lebih dari sekedar ajudan yang melindungi tuannya, terlebih ketika Abi tau kekasih Elana ternyata adalah tersangka utama dalam kasus kematian Neneknya. Bukan hanya itu, rupanya Rony sengaja mengincar Elana dan menjadikannya kekasih hanya untuk memanfaatkan Elana agar ia bisa menggeser kedudukan Erlangga sebagai pemilik utama MMC.
Lihat lebih banyakSeorang gadis berambut hitam panjang berjalan perlahan menyusuri koridor Rumah sakit. Mata jernihnya menyusuri setiap detil bangunan kokoh bernuansa putih biru itu dengan seksama, sesekali ia menyapa setiap orang yang berpapasan dengannya. Senyum manis dengan bibir merah merona membuat siapa saja pasti akan tertular, bahkan dia sangat terkenal dengan sebutan sweet candy karena senyum manisnya.
Setiap harinya gadis bernama lengkap Elana Mahika, selalu datang ke Rumah sakit tepat pukul sepuluh pagi. Ia tidak pernah datang dengan tangan kosong, terkadang ia justru datang dengan berbagai macam barang di tangannya. Ia tidak berjalan sendiri, setiap harinya ia selalu ditemani seorang lelaki berjas hitam, berkacamata hitam, dengan raut wajah datar tanpa senyum sama sekali. Lelaki itu kebalikan dari Elana, ia tidak pernah tersenyum atau pun menyapa setiap kali ia berpapasan dengan orang lain.
Elana putri tunggal dari Erlangga Mahika, seorang Dokter bedah sekaligus pemilik Rumah sakit Mahika Medical Center. Sebagai pewaris tunggal dari Rumah sakit ternama, tidak membuat Elana besar kepala atau pun berbangga hati, ia justru lebih sering menghabiskan waktu di Rumah sakit bersama beberapa anak-anak kurang beruntung penderita penyakit ganas. Setiap harinya Elana selalu membawakan mereka berbagai jenis oleh-oleh yang ia beli terlebih dahulu sebelum ia datang.
"Abi, tolong bawakan ini ke sana, nanti aku nyusul." Elana menyerahkan dua kantong berisi permen lolipop beraneka ragam pada Abi, ajudan sekaligus orang yang dipercaya sang Ayah untuk mengikutinya kemanapun ia pergi.
Abi mengangguk, menerima dua kantong plastik berwarna merah muda dari Elana. Sementara itu Elana segera bergegas menuju tempat lain, tempat dimana kekasihnya Rony berada.
Rony salah satu Dokter umum yang bekerja di Rumah sakit ini, merupakan kekasih Elana atau lebih tepatnya calon suami Elana. Mereka sudah menjalin hubungan dua tahun lamanya dan dua bulan lalu mereka baru saja meresmikan hubungan pertunangan dan akan melangsungkan pernikahan awal tahun depan. Siapa yang tidak kenal sosok Rony, Dokter tampan dengan sejuta pesona. Siapapun pasti akan terpesona dengan ketampanan dan wibawa yang begitu kharismatik, termasuk Elana. Awalnya Elana dan Rony diperkenalkan oleh Erlangga, Ayah Elana. Erlangga melihat sosok Rony sebagai lelaki yang tepat untuk menjaga putri semata wayangnya, setelah ia pensiun. Bahkan Erlangga berencana menjadikan Rony sebagai pimpinan untuk menggantikannya setelah ia benar-benar pensiun.
Elana hendak membuka pintu ruang kerja Rony, namun baru saja ia meraih gagang pintu, pintu tersebut sudah terlebih dahulu terbuka.
"Elana?" Seorang perempuan keluar dari ruang kerja Rony dengan wajah terkejut.
"Giselle?" Elana pun tidak kalah terkejutnya, terlebih di jam kerja seperti ini, Giselle yang bekerja sebagai salah satu staff administrasi Rumah sakit justru keluar dari ruang kerja Dokter umum.
"Aku,,, aku baru saja konsultasi dengan Dokter Rony. Perutku sakit." Giselle memegang perut dengan kedua tangannya dan meringis kesakitan.
"Oh,,, begitu. Apa sakitnya parah?"
"Tidak. Ah,, iya tapi sekarang aku harus kembali bekerja dan minum obat."
"Semoga lekas sembuh, Giselle."
Giselle mengangguk, ia berjalan meninggalkan Elana yang masih memperhatikannya hingga tubuh semampai bak model itu menghilang. Sebagai seorang perempuan tentu saja hati kecil Elana bertanya-tanya, mengapa Giselle berada di ruang kerja Rony sedangkan ruang kerja dan ruang praktek berbeda tempat. Namun Elana tidak ingin berburuk sangka, bagaimanapun juga ia percaya pada kekasihnya itu jika Rony tidak akan menghianatinya.
"Sayang,,, ngapain disitu? Udah lama sampai?" Rony menghampiri Elana dan meraih sikut Elana menuntunnya masuk kedalam.
"Baru aja sampai. Barengan pas Giselle keluar." Jawab Elana.
Langkah Rony terhenti dan menoleh, "Giselle?"
"Iya, tadi dia bilang habis konsultasi karena perutnya sakit."
"Ah,,, iya. Dia memang sering mengalami sakit perut mendadak, dan kebetulan tadi mampir ke ruang kerjaku."
Elana hanya ber oh ria, meski hati kecilnya ingin sekali bertanya lebih jauh. Namun seperti biasa, Elana lebih memilih diam, tidak ingin mempermasalahkan hal kecil seperti itu.
"Mau minum apa, biar aku ambilkan." Tawar Rony, sambil menghampiri kulkas kecil yang berada di pojok ruangan.
"Aku mau minuman isotonik, dua ya."
"Dua? Buat siapa?"
"Buat Abi." Elana tahu Abi tidak akan pernah pergi kemanapun tanpa seizin darinya, bahkan jika ia haus atau kelaparan sekalipun. Terkecuali jika Abi benar-benar dalam keadaan terdesak, seperti urusannya dengan toilet. Ia akan pergi tanpa sepengetahuan Elana jika majikannya tidak sedang bersamanya.
"Kamu perhatian banget." Rony mengambil dua botol minuman isotonik pesanan Elana dan segera menghampiri Elana yang tengah duduk di sofa hitam dekat meja kerjanya.
"Kasihan dia pasti kehausan." Elana mengambil satu botol minuman dan memasukkannya kedalam tas selempang berwarna hitam yang ia bawa.
"Memangnya dia gak bisa beli sendiri. Aku rasa gaji menemanimu sudah lebih dari cukup hanya untuk sekedar membeli minuman kaleng."
Elana tersenyum sambil meneguk minuman miliknya. Entah mengapa Elana selalu senang setiap kali Rony menunjukan ketidak suka nya pada Abi, bahkan itu menjadikan Elana semakin yakin jika Rony cemburu dan tidak ingin ia berdekatan dengan lelaki lain.
"Dia tidak pernah pergi tanpa sepengetahuan atau izin dariku." Jelas Elana sambil mengusap bibir dengan punggung tangannya.
"Tapi dia bukan lelaki lumpuh, dia hanya bisu." Elak Rony, yang semakin membuat Elana terkikik geli.
"Iya memang. Kamu sepertinya tidak suka pada Abi, kenapa?"
"Bukannya aku tidak suka padanya, hanya saja aku tidak suka jika kamu lebih memperhatikan lelaki lain dibanding aku." Rony mengelus pipi Elana perlahan, menyelipkan anak rambut ke belakang telinga Elana.
"Dia hanya ajudanku, jangan cemburu padanya."
"Hanya ajudan, tidak lebih?"
"Tidak lebih." Tegas Elana.
Roni mencium kening Elana dengan lembut, membuat Elana semakin yakin jika Rony memang lelaki tepat untuk dirinya.
"Aku harus kembali bekerja, nanti kita ketemu setelah aku selesai. Oke?" Elana mengangguk, ia pun harus segera bergegas menemui beberapa anak yang pasti sudah menunggunya datang.
Setelah Elana keluar dari ruang kerjanya, Rony segera mengambil ponsel dari saku celananya, ponsel yang sejak tadi terus bergetar. Beberapa pesan masuk, salah satunya dari Giselle. Rony segera membalas dan menghela lega, kali ini ia benar-benar beruntung. Hampir saja Elana memergokinya.
Sentara itu Elana segera bergegas menuju salah ruang tempat berkumpulnya anak-anak pengidap penyakit mematikan. Setiap satu minggu sekali selalu diselenggarakan acara kumpul bersama di ruangan yang diberi nama ruang bermain.
Ruangan dengan luas enam meter persegi, awalnya dipakai sebagai gudang tempat penyimpanan barang itu disulap Elana dan beberapa relawan menjadi ruangan layak huni dengan berbagai gambar dan ornamen menarik. Membuat anak-anak betah berlama-lama disana dan mereka tidak akan merasa sedang berada di Rumah sakit.
Kehadiran Elana tentu saja disambut antusias anak-anak yang sudah menunggu kedatangannya, sorak gembira begitu riuh menyambut kedatangannya. Elana merasa sangat bahagia setiap kali ia melihat senyum di wajah anak-anak yang sebagian dari mereka sudah berubah warna kulit. Banyak dari mereka yang sudah kehilangan rambut, bahkan beberapa diantaranya sudah tidak bisa berjalan karena penyakit ganas terus menggerogoti tubuh kecilnya.
"Siapa yang mau permen?" Elana menghampiri Abi yang sudah berdiri di belakang anak-anak, menenteng beberapa oleh-oleh yang dibeli Elana.
"Aku,,," anak-anak saling bersahutan dan berhamburan menghampiri Elana. Mereka tidak sabar untuk segera mendapatkan permen dan beberapa mainan dari Elana, sehingga terjadilah aksi saling dorong dan rebutan membuat Elana semakin terpojok.
"Sabar,,, antri ya adik-adik. Kalau berebut kak El, gak bisa bagi." Elana mencoba menginstruksikan anak-anak agar mereka mau berbaris menunggu giliran, namun mereka tetaplah makhluk kecil dengan rasa penasaran tinggi. Mereka tidak mau mendengar instruksi Elana, dan tetap berebut ingin segera mendapat permen.
Posisi Elana semakin terpojok, membuat ia dan Abi semakin tersudut. Elana hampir saja terjatuh, jika Abi tidak segera meraih tangannya dan menopang tubuhnya agar tidak terseret anak-anak. Kericuhan terjadi ketika salah satu anak berhasil merebut satu kantong plastik berisi permen dari tangan Elana. Sebagian anak-anak mengejar salah satu dari mereka yang berhasil merebut kantong permen, sebagian lagi masih berupaya mendapatkan permen dari Elana.
Kericuhan seperti ini bukan kali pertama untuk Elana, bahkan ia sudah terbiasa dengan segala tingkah laku anak-anak yang terkadang rusuh dan sering kali berakhir kacau. Namun itu tidak membuat Elana marah sedikitpun, justru ia merasa senang karena sedikit pemberiannya bisa membuat anak-anak bisa tertawa meski hanya berebut satu permen dengan harga tidak seberapa.
"Aku hampir lupa, ini buat kamu." Elana baru mengingat minuman yang ia bawa untuk Abi. Hampir saja ia melupakannya jika ia tidak memperhatikan wajah Abi yang sudah berkeringat, mungkin ia tidak menyadarinya.
"Udah gak dingin. Tapi enak." Abi mengangguk dan menerima minuman itu. Jujur saja ia sebenarnya sudah merasa kehausan sejak tadi, namun ia tidak berani meninggalkan Elana seorang diri.
"Mereka lucu bukan, aku suka sekali melihat mereka tertawa. Bagaimana menurutmu?"
Abi kembali mengangguk.
"Tidak ada yang sempurna didunia ini. Mereka dengan kekurangannya tapi sebagian dari mereka masih bisa merasakan kasih sayang seorang Ibu. Lalu aku,,," Elana menjeda kalimatnya, tatkala ia teringat sosok malaikat tak bersayap yang tidak pernah ia lihat sejak ia membuka mata di dunia ini.
"Aku,,, aku dengan segala kesempurnaan yang aku miliki tapi aku tidak bisa merasakan kasih sayang seorang Ibu." Suaranya tercekat, rasa sakit itu kembali menyeruak ke permukaan hatinya.
Abi menggerakan tangannya, sebagai satu-satunya alat komunikasi yang ia pergunakan untuk berbicara dengan orang lain.
Elana tersenyum, satu setengah tahun mengenal Abi membuatnya perlahan mengerti apa yang diucapkan lelaki itu melewati bahasa isyarat. Bahkan Elana sengaja membeli beberapa buku untuknya mempelajari berbagai macam bahasa isyarat agar dirinya dan Abi bisa berkomunikasi dengan baik.
"Terimakasih karena selalu mendengarkan ceritaku." Elana menepuk pelan pundak Abi.
"Kita pulang, aku lapar." Lanjutnya. Abi mengangguk, ia mengikuti langkah Elana dari belakang. Abi selalu memilih beberapa langkah berada di belakang Elana, meski terkadang Elana selalu memintanya berjalan beriringan.
Abi memperhatikan sosok Elana dari belakang, sesekali ia tersenyum simpul tanpa sepengetahuan Elana. Dan diam-diam mengagumi Elana, namun tidak pernah ia menunjukkannya sedikitpun.
Elana masih menatap lekat sebuah gambar di akun media sosial milik seseorang. Sebuah gambar pasangan suami istri dengan satu anak laki-laki berumur satu tahun, begitu menarik perhatiannya. Diam-diam, Elana masih memperhatikan lelaki yang pernah membuatnya merasakan cinta, sekaligus sakit dalam waktu bersamaan. Elana tidak menyalahkannya, atau pun menghakimi apa yang dilakukan Abi tiga tahun lalu. Ya, semua itu sudah berlalu tiga tahun lalu, namun sakit dan kecewa yang dirasakannya masih tetap sama. Bahkan Elana masih sering merasakan denyutan nyeri di hatinya, setiap kali melihat gambar-gambar kemesraan rumah tangga Abi dan Mila, seperti yang baru saja di lihatnya. Menyakitkan, namun rasa penasaran terus menggelitik hatinya.Selain mendapat gelar sebagai wanita paling berpengaruh di dunia kesehatan, Elana juga mendapat gelar gagal move on. Sebagian orang menganggapnya begitu karena Elana sempat mengalami gagal menikah. Namun kenyataannya bukan karena itu, nyat
Elana termenung di salah satu bangkar di ruang UGD. Kedua bola matanya menatap kosong, beberapa petugas medis hilir mudik memberi pertolongan untuk Juan,Mila dan dua orang kepercayaan Rony. Sementara Rony tidak mengalami luka serius, dia langsung dibawa pihak berwajib untuk dimintai keterangan lebih lanjut bersama Abi. Kegaduhan sempat terjadi di lorong Rumah sakit, terlebih setelah mendapat kabar mengejutkan, Rony menyerang dan menganiaya Mila dan Juan.Kosong, itu yang Elana rasakan saat ini bahkan ia mengabaikan setiap perawat yang bertanya tentang kondisinya. Terlalu banyak kejadian yang dialaminya saat ini, dan juga terlalu banyak hal-hal mengejutkan yang sulit diterimanya, meski ia mencoba berulang kali menyadarkan dirinya.Erlangga berjalan dengan sangat cepat, setelah mengetahui kejadian yang menimpa putrinya. Ia bergegas menemui Elana dan memastikan sendiri bagaimana keadaanya."Sayang, kamu gak apa-
Mengengendarai motor dengan kecepatan tinggi, Abi segera menuju lokasi yang disebutkan Mila. Sejak awal Abi mewanti-wanti Mila agar lebih berhati-hati dalam bertindak, terlebih saat ini mereka sedang diawasi Rony.Abi menyadari setiap gerak-geriknya kini diawasi. Oleh sebab itu ia memilih bersikap tenang dan waspada setiap kali akan bertindak. Namun nyatanya kedua sahabatnya tidak menghiraukan ucapan Abi, mereka tetap terburu-buru dan tanpa perhitungan dalam bertindak. Seharusnya Mila dan Juan tidak perlu bertindak cepat, setelah mendengar kabar batalnya rencana pernikahan Rony. Seharusnya mereka berdua bisa lebih waspada, karena Rony akan semakin agresif dan terus memperhatikan setiap gerak-gerik mereka.Abi hanya bisa menghela lemah, ia gagal mempertahankan Elana bahkan kini ia justru membahayakan kedua sahabat baiknya.Membelah jalan ibukota dengan kecepatan tinggi, membuat Abi tidak memerlukan waktu lama untuk
Setelah menerima panggilan dari nomor yang tidak di kenalinya, Elana segera bergegas menemui orang tersebut. Mereka berjanji akan bertemu di salah satu tempat yang sudah disepakati.Elana turun dari mobil, menuju lahan luas yang ditempati Delano dan Ibunya. Entah mengapa orang tersebut memintanya bertemu ditempat itu. Elana berjalan tergesa-gesa, melewati jalan setapak hingga akhirnya ia tiba di dekat rumah Delano.Langkah Elana terhenti, begitu ia melihat Giselle dan Delano tengah berbincang-bincang. Bahkan mereka tampak begitu akrab, sesekali Giselle mengambil sepotong buah-buahan yang tersaji di hadapannya."Hai,," Giselle menyadari kehadiran Elana, ia melambaikan sebelah tangannya dan meminta Elana untuk bergabung bersama mereka."Baru sampai?" Tanya Giselle."Duduk sini!" Giselle menepuk bangku rotan, di sebelahnya."Kak El, mau buah? Kita baru aja
"Ada gak?" Tanya Mila untuk kesekian kalinya pada Juan. Mereka berdua tengah memasuki ruang penyimpanan dokumen-dokumen penting di MMC."Belum," jawaban Juan masih sama seperti beberapa saat lalu. Lelaki bertubuh kurus, tinggi itu masih memeriksa satu demi satu rak yang berisi ribuan dokumen dengan telaten. Sesekali ia membetulkan kacamata minus yang dikenakannya."Kenapa belum? Kamu yakin dokumennya ada disini?" Mila ikut mencari, meski ia tidak tahu bagaimana bentuk dokumen yang sedang dicarinya. Mila hanya ditugaskan mencari dokumen berwarna hijau tua, sedangkan hampir sebagian besar semua dokumen berwarna hijau tua, biru, dan merah muda.Udara didalam ruangan yang hanya berukuran lima meter persegi itu terasa begitu panas. Dengan hanya memiliki satu ventilasi udara, dan satu kipas penyedot debu, membuat udara terasa sesak dan pengap. Ditambah banyaknya dokumen lama, menambah bau kurang sedap dan semakin m
Ke esokan harinya, Elana menemui Rony. Untuk pertama kalinya mereka bertemu setelah insiden pemukulan Abi di toilet beberapa waktu lalu."Jangan ganggu dia lagi,"ucap Elana, langsung pada inti permasalahan. Sementara itu Rony menyembunyikan senyum sinis dibalik cangkir kopi yang tengah menutupi bibirnya."Aku tidak melakukan apapun, bahkan dia mengundurkan diri tanpa kuminta." Rony meletakan cangkir di atas meja, dan menyandarkan punggungnya di kursi."Jika kamu beranggapan aku yang memintanya berhenti bekerja, kamu salah besar." Rony melipat kedua tangannya didada, memperhatikan Elana dengan seksama."Mungkin karena ia menyadari kesalahannya, jadi dia memilih berhenti. Bukan begitu?" Sindir Rony.Elana hanya bisa menghela lemah, "Dia hanya melindungiku. Itu saja.""Dengan menyentuhmu?""Apa maksudmu?"
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen