"Enggak sia-sia, aku menyewa rahimmu 200 juta. Ternyata kamu masih p3r4w4n dan .... " Mata lelaki itu menelisik sekujur tubuh gadis yang malam ini telah kehilangan kegadisannya. "... Cukup memuaskan," sambungnya sambil menyeringai.
Baru kali ini, Darren merasakan berc1nt4 dengan wanita yang masih p3r4wan. Meski terlahir dari keluarga kaya raya, lelaki itu tak suka melakukan hubungan suami istri dengan banyak wanita. Dia tidak mau mengambil resiko. Takut tertular penyakit mematikan. Darren lebih memilih nikah sirri daripada berz1n4.
Istri pertama Darren bernama Angelica, berasal dari keluarga pengusaha sudah hilang mahkotanya ketika melakukan malam pertama dengannya. Dan sudah lima tahun pernikahan, Angelica tak juga hamil. Oleh karena itu, kedua orang tua Darren menyarankan anak semata wayangnya untuk menikah lagi. Tentunya dengan gadis baik-baik.
Sabrina menyeka lelehan air mata. Gadis malang yang dipaksa ayahnya untuk menyewakan rahim pada Darren, tak kuasa menahan isak tangis. Masih teringat jelas, permintaan ayah kandung Darren ketika menyambangi rumah mereka.
"Kalau kamu mau menikah dengan anak saya dan memberinya keturunan, tidak hanya utang ayahmu yang lunas tapi kami juga akan memberimu uang dua ratus juta asalkan kamu terbukti masih per4wan dan bisa memberikan keturunan. Jika salah satu atau keduanya tidak ada, maka utang kalian menjadi berlipat-lipat. Kami tidak akan segan-segan menyeret kamu dan ayahmu ke penjara," ancam Sugeng Wirawan saat pertama kali bertemu dengan Sabrina. Sabrina tidak punya pilihan lain, selain meng-iya-kan permintaan Pak Sugeng.
"Ba-baik, Tuan. Saya mau menyewakan rahim ini." Dengan berlinang air mata, Sabrina mengambil keputusan.
"Sekarang tanda tangani surat perjanjian itu, lalu lusa kamu harus menikah dengan Darren." Pak Sugeng memberi perintah.
Entah berapa jumlah utang Sudarso -ayah kandung Sabrina- sehingga merelakan rahim anak semata wayangnya untuk disewakan pada anak pengusaha itu.
Pernikahan Darren dengan Angelica belum juga dikaruniai keturunan. Hal itu yang membuat pak Sugeng rela mengeluarkan dua ratus juta untuk menyewa rahim Sabrina, gadis yang dia temui di daerah perkebunan teh Bogor.
Dua ratus juta, bagi Sabrina uang yang sangat banyak tetapi bagi keluarga Wirawan, uang segitu tidak seberapa, mengingat Jumlah kekayaan mereka mencapai trilliun-an
"Aku ingin main lagi. Aku mau kamu yang pegang kendali. Aku ingin segera punya anak dari rahimmu." Sabrina tergagap, mendengar suara Darren.
Sabrina tak menanggapi ucapan Darren, hanya merunduk sembari meremas selimut dengan kuat. Percintaan yang tidak didasari cinta terasa menyakitkan. Meski perlakuan dan s3ntuhan Darren sangat lembut. Namun sungguh, Sabrina tak merasakan kenikm4tan seperti yang dirasakan lelaki itu.
"Kamu gak denger aku, Sabrina?"
Darren mengangkat dagu Sabrina. Menyuruh memandangnya.
"Dengar, Tuan. Ta-tapi, itu saya masih sakit," jawab Sabrina lirih.
Darren melepaskan cekalan pada dagu gadis yang dinikahi hanya untuk mengandung dan melahirkan anaknya saja.
"Ya sudah, kamu sekarang tidur. Besok pagi, baru kita main lagi sebelum ke rumah utama."
Sabrina bernapas lega. Paling tidak, menjelang pagi, ia bisa beristirahat tanpa gangguan Darren.
---
"Tuan, boleh saya bertanya?" ucap Sabrina ketika mereka berada di dalam mobil mewah yang mengantarkan ke rumah utama.
"Boleh. Tanya saja," jawab Darren santai. Hatinya begitu bahagia. Beban di kepala seolah terlepas jika selesai meny3ntuh tubuh Sabrina.
"Ka-kalau saya udah hamil, udah melahirkan, pernikahan ini akan berakhir?"
Sabrina sangat berhati-hati. Dia takut pertanyaannya menyinggung perasaan Darren.
"Menurut orang tuaku begitu. Bukannya kamu udah tanda tangani surat kontrak perjanjian?"
Darren menoleh, menatap wanita yang telah sah menjadi istri keduanya.
Sabrina mengangguk, "Iya." Sebulir air mata lolos membasahi wajah.
Mereka memang belum bisa saling mencintai.
Kesedihan Sabrina bukan karena berakhir pernikahan mereka akan tetapi Sabrina merasa berdosa sudah mempermainkan ikatan pernikahan.
Darren merangkul pundak Sabrina. "Apa yang membuatmu menangis, Sabrina?"
Sabrina menyeka lelehan air mata. Menarik napas panjang.
"Saya ... Saya gak mau mempermainkan pernikahan ini. Saya tau, pernikahan ini terpaksa dan dipaksa. Tapi, apa enggak bisa pernikahan ini tetap bertahan walaupun saya sudah memberimu keturunan?"
Darren tidak langsung menjawab. Ia menelan saliva. Menghela napas berat.
"Apa yang membuatmu ingin tetap mempertahankan pernikahan kita? Apa kamu ... kamu udah jatuh cinta padaku?"
Darren mengerlingkan sebelah mata, senyum manis terlihat di wajah tampannya. Ia berusaha menggoda Sabrina.
"Bukan. Bukan begitu, Tuan." Sabrina menggelengkan kepala berulang kali.
"Lalu?" Sebelah alis Darren terangkat.
"Saya ... saya gak mau pernikahan kontrak. Dalam keyakinan saya, pernikahan kontrak hukumnya haram. Maafkan saya, sebelumnya gak baca dulu surat perjanjian itu. Baru tadi saya membaca dengan teliti. Saya minta maaf, Tuan."
Sabrina menyeka lelehan air mata dengan ujung jilbab dikenakan.
"Oh begitu. It's oke. Kita akan mempertahankan rumah tangga ini. Tapi bagaimana dengan dua ratus juta? Bukannya dua ratus juta itu untuk menyewa rahimmu? Apa kamu akan mengembalikan uang itu kalau pernikahan kita tetap bertahan selamanya?"
Comments