Zulleon Corner, seorang pemuda yang terobsesi pada seorang gadis yang menghentikan aksi bunuh dirinya.Awalnya ia mengira, dirinya hanya merasakan kesepian lalu nyaman dengan gadis yang dengan senang hati menjadi temannya. Ternyata perkiraannya salah, semakin hari ia semakin takut untuk kehilangan gadis itu."Aish... sial, untuk pertama kalinya gue nyesel nolongin orang." gadis itu menggeram dalam hati ketika Zuco memeluknya dari arah belakang.
Lihat lebih banyakGelapnya malam tak berhasil membuat seorang pria yang tengah berdiri di tepi jembatan itu takut. Dengan pakaian hangat berwarna hitam yang di padukan celana tidur berwarna abu-abu, pria itu terlihat menatap ke arah bawah jembatan dengan tatapan kosong. Lingkar mata di sekitar matanya menandakan dengan sangat jelas bahwa pria itu sudah terlalu lama terjaga.
Dia Zuco, Zulleon Corner. Putra tunggal dari pebisnis ternama yang baru satu bulan lalu kehilangan sang Ibunda.
"Thank you for every pain that you gave to me, Life!" Gumamnya menggeram tertahan.
Pria itu mengangkat kaki kanannya ke atas pembatas. Namun tiba-tiba saja seseorang menariknya dengan kencang sebelum kaki kirinya ikut naik ke atas pembatas jembatan.
BRUGH!
"Aduh..." Suara ringisan terdengar nyaring di saat tubuh Zuco menindih tubuh seorang gadis yang berlari hanya untuk menarik tubuh Zuco turun dari atas jembatan.
Dengan cepat Zuco berdiri, kemudian ia menarik gadis itu dan menatapnya dengan tajam.
"Lo! Lo, arrrghh! Gak seharusnya lo narik gue!" Sentaknya.
Gadis itu memabalas tatapan Zuco dengan tak kalah tajam. "Resmi, lo resmi gila."
Zuco mengencangkan cengkeramannya pada kedua bahu gadis tersebut, hingga membuat gadis itu meringis menahan perih.
"Lo. Gak. Ta--"
"APA? UMUR LO BERAPA? PENCAPAIAN HIDUP LO UDAH SAMPE MANA, HEUH? BISA-BISANYA LO MAU LONCAT!" Bentak gadis itu yang dengan keras menepis lengan Zuco dari kedua bahunya.
"Udah syukur gue nyelametin lo," tambahnya.
Zuco hanya diam menatap gadis di hadapannya. "Lo bukan nyelamatin gue, tapi sebaliknya. Lo udah bawa luka gue balik!" Geramnya.
Zuco membalikan tubuhnya dan hendak melanjutkan niatnya untuk mengakhiri hidup.
Tapi untung saja, gadis itu menghadang tubuhnya dan,PLAK!
"Bego! Bodoh! Miskin ilmu! Miskin agama!" Jerit gadis tersebut dengan mata yang entah sejak kapan berkaca-kaca.
Zuco memandang gadis itu dengan tatapan datarnya.
Dada gadis itu terlihat naik turun seiring emosinya yang mulai meluap-luap.
"Bodoh!" Gadis itu mendorong tubuh Zuco menjauh dari tepi jembatan.
"Bego!" Ia kembali mendorong tubuh Zuco yang masih diam dengan ekspresi yang sulit untuk di artikan itu ke tengah jembatan.
Gadis itu melirik kanan dan kirinya. Kemudian memundurkan tubuhnya hingga ke tepi jembatan kembali.
"Kalau mau bunuh diri di tengah jalan aja, biar ada konvensasi! Biar orang tua lo ada biaya buat tahlil! Dasar lemah!" Ujar gadis tersebut setengah berteriak.
Zuco menundukkan pandangannya dan tidak bergeming dari tempatnya sama sekali.
Mulut gadis itu membuka tak percaya dengan apa yang Zuco lalukan. Zuco benar-benar diam di tengah jembatan.
"Aish... Pria bodoh apa yang gue temuin, ya tuhan..." Ucapnya seraya mengusap wajah cantiknya itu dengan kasar.
Dan dengan langkah lebar, ia kembali mendekati Zuco dan membawa Zuco untuk kembali ke tepi dengan terus memegangi lengan pria frustasi itu agar tidak mencoba melakukan hal bodoh lagi.
"Lo! Ah okay, maaf kalau gue udah kasar, maaf juga karena gue udah nam--"
Gadis itu terdiam ketika Zuco memeluknya dengan tiba-tiba. Tangannya pun terangkat dengan sendirinya untuk mengusap punggung seorang pria yang terlihat sangat rapuh memeluk tubuh kecilnya.
"I'm so lonely... Gue emang bodoh, bego, lemah tapi--yang gue rasain gak seremeh yang orang lain bilang..." Lirih Zuco yang membuat gadis itu semakin mengeratkan pelukannya.
Gadis itu mengusap punggung Zuco dengan lembut, membuat Zuco memejamkan matanya dan bersamaan dengan itu, air matanya terjatuh.
"Pelukan ini... Aku mengenal pelukan hangat ini... Pelukan penuh kasih sayang... Hiksss... Mah, i miss you..." Lirihnya dalam hati.
Gadis itu melepaskan Zuco yang terlihat enggan untuk mengakhiri pelukannya itu.
Kemudian ia tatap pria yang berada di hadapannya dengan intens."You feel so lonely? So, can we be friend?" Tawar gadis itu dengan senyuman manis yang membuat Zuco terdiam.
Gadis itu mengulurkan lengan kanannya. "Gue Ailee, nama lo siapa?"
Zuco masih terdiam dengan tatapan yang sama, tatapan yang sulit untuk di artikan.
"You are mine, now." Desis Zuco pelan, sangat pelan.
Ailee mengernyitkan dahinya. "Yang jelas dong, Gue gak denge--"
"Aku-kamu," potong Zuco seraya membalas uluran tangan gadis manis bernama Ailee itu. "Zulleon Corner,"
Gadis itu melipat tangannya di depan dada dan mengangguk-anggukan kepalanya. "Jadi, gue pang--"
"Aku-kamu." Potong Zuco mengingatkan.
Ailee mengernyit heran, namun akhirnya mengangguk pelan. "Okay, jadi aku manggil kamu apa? Zul? Leon? Corner?"
"Terserah kamu,"
"Temen-temen kamu manggil apa? Biar--"
"Aku gak punya temen."
Ailee menyesali ucapannya dengan memukul bibirnya sendiri. Pria ini benar-benar merasa kesepian, pikirnya.
Tingkah Ailee diam-diam berhasil membuat kedua sudut bibir Zuco terangkat.
"Yeay senyum! Akhirnya senyum juga..." Ucap Ailee bertepuk tangan sendiri. Hal itu membuat Zuco semakin tersenyum lebar.
"Zuco, banyak yang manggil aku itu."
"Owh, pangeran Zuco, hm? Musuhnya Avatar dong hahaha..."
Zuco terkekeh gemas, kemudian ia memeluk tubuh gadis itu kembali. Ailee terkejut, ia sedikit takut. Pasalnya ia baru mengenal Zuco, itu pun karena aksi niat bunuh dirinya. Bagaimana jika Zuco gila? Tidak waras?
Memikirkan hal itu, Ailee langsung berusaha untuk melepaskan diri dari pelukan Zuco. Namun Zuco enggan untuk menjauhkan tubuhnya."Zu, Zuco lepasin ak--"
"You're mine."
Tubuh Ailee membeku mendengar kalimat pendek itu.
"Mak--maksudnya?"
"You know what i mean."
Dan sejak hari itulah kehidupan seorang Ailee berubah. Kebebasan yang selama ini ia koar-koarkan seketika hilang dari dalam dirinya. Kini yang ia katakan untuk orang lain agar tidak menjadi bucin, tidak bisa ia gunakan untuk dirinya sendiri. Ucapan, perintah yang berujung ancaman dari Zuco membuat Ailee terlihat seperti bucin di mata orang lain.
Ailee menggeliat pelan. Seluruh tubuhnya terasa berat, dan saat mencoba sedikit bergerak, rasa ngilu-ngilu samar di bagian bawahnya membuatnya mengerutkan dahi. Ia menghela napas, mengumpulkan nyawa dan tenaga untuk menghadapi hari setelah digempur semalaman. Semalam… Pipinya langsung memanas saat ingatan itu muncul di kepalanya. Perlahan, Ailee membuka mata dan mendapati tempat di sebelahnya kosong. "Oh? Jam berapa sekarang?" Gumamnya pelan. Matanya kemudian bergerak, memindai sekitar untuk mencari keberadaan pelaku yang membuatnya tak berdaya. Lalu di sofa dekat jendela, di sana, Zuco terluhat duduk dengan santai, mengenakan kaos polo berwarna midnight blue yang membuat warna kulitnya semakin cerah saja. Rambutnya masih sedikit basah, sepertinya baru selesai mandi. Namun, wajahnya terlihat serius, fokus menatap layar iPad yang ia pegang. "Sejak kapan dia jadi makin ganteng dan manly gini?" Pikir Ailee, "Whatever, yang penting adalah dia suami aku. He's mine. That handsome face
Pesta pernikahan dari putra bungsu keluarga Corner diselenggarakan dengan sangat mewah. Dekorasi bunga putih dari berbagai jenis bunga asli menghiasi setiap sudut ballroom Crystal Palace, memberikan suasana romantis, elegan dan mewah sesuai tema yang memang Ailee putuskan bersama Zuco.Para tamu terlihat menikmati semua rentetan acara yang meriah dan khidmat dengan alunan musik lembut yang mengisi latar. Suara gelak tawa, dentingan gelas dan ucapan selamat yang terus Ailee dan Zuco terima diseiring perayaan pernikahan."Pah, Bu, kami ke meja yang lain dulu. Temen-temen duduk di meja sana," ucap Zuco, izin memisahkan diri.Jhonatan mengangguk, "Sure, ini pesta kalian, do as you wish, nak."Ailee menggenggam tangan suaminya, lalu berjalan beriringan. Ia masih sedikit tak percaya bahwa hari bahagia mereka akhirnya tiba. Gaun putih yang anggun berkilau, dan cincin di jarinya terasa seperti mimpi. Tapi genggaman hangat dan senyuman yang Zuco berikan membuatnya sadar bahwa ini semua adalah
"Zuco gak jadi dateng? What is that mean?" Suara itu mengalihkan bunda Mika, Ibunya Ailee dan Tuan besar Jhonatan, calon Ayah mertua Ailee yang tampak sedang kebingungan. Mereka berdua langsung menghadap ke arah Ailee yang sedang memeluk toga juga ijazah tanda bahwa dia sudah menjadi sarjana untuk Sastra inggris, S.S., Ing. "Bunda, ada apa? Kalian ngobrolin apa? Pah, ini beneran Zuco gak bakalan dateng? Acara wisudanya udah selesai, aku kira dia telat tapi... Dia gak dateng?" Tanya Ailee memastikan dengan suara yang bergetar, ia merasa kecewa. Ailee menunduk, menatap cincin yang tersemat dijari manisnya. Rasa bahagia yang memenuhi hatinya perlahan memudar, tergulung rasa rindu yang tidak jadi tersalurkan. Dengan gontai dia berjalan ke bangku taman, lalu duduk dengan tatapan sendu. "Lee, jangan cemberut gitu dong, ini kan hari wisuda kamu. Kamu harusnya bahagia, lihat yang lain. Semuanya foto-foto, ayo kita ambil foto bareng!" Ajak Bunda Mika berusaha menghibur sang putri. Jhonat
Zuco's BorderlineDeskripsi:S E Q U E L dari Zuco's Obsession💫_________________________________________Zuco menatap Ailee dengan tersenyum manis."Kuliah, pulang. Dan... Jauhin cowok tadi. Okay?""Zuco, aku gak--""Jangan aneh-aneh. Nurut aja."Ailee terlalu bahagia, sampai dirinya lupa bahwa pernikahan adalah awal. Dengan ekspektasi yang tinggi tentang kebahagiaan, mereka berdua harus berjuang untuk saling melengkapi dan menyatukan perbedaan serta meminimalisir perdebatan.*****Di Wattpad yah... Sudah update sejak kemarin. Malam ini update lagi yeaay!!Jangan lupa tinggalkan jejak di sana. Share ke temen-temen. Dan jangan lupa juga mampir ke cerita Didit.Judul: Ice CreamKisah si manja nan keras kepala Aruna bersama kekasihnya yang cold.Seru kok, gak perc
Ekspresi wajah Zuco terlihat sangat jelas menunjukkan kesedihan. Bahkan bukan hanya itu, ada rasa takut serta khawatir yang sedang dirinya rasakan. Dari posisi duduk, berdiri hingga mondar mandir sudah dirinya lakukan untuk mengurangi rasa cemas.Bagaimana tidak, setengah jam lagi pesawatnya akan berangkat dan sampai saat ini Ailee belum juga menunjukkan keberadaannya."Dek, sabar dong. Duduk dulu, mungkin jalanan macet." Ucap Jhonatan.Zuco melirik jam di tangannya. "Ailee bilang dia bakalan nyusul, tapi kok gak dateng.""Belum, Zuco. Bukan gak dateng." Sebagai seorang Ayah, Jhonatan terus berusaha menenangkannya sedari tadi.Zuco menggigit bibir bawahnya. "Is she okay? Gak terjadi apa-apa kan sama Ailee?" Tanyanya pada Jhonatan."Enggak, nak.""Tapi aku telpon gak di angkat, chat juga gak dibaca Pah. Aku khawatir," ucapnya gelisah.Zuco kembali me
Zuco terlihat merebahkan diri di sofa ruang keluarga dengan TV yang hanya dinyalakan untuk menemani dirinya saja. Rumahnya terlalu besar untuk ditinggali 2 orang dan beberapa asisten rumah tangga yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.Hari ini Zuco menyelesaikan Ujian Nasional pertamanya, dengan Bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran pembuka.Zuco tampak menatap langit-langit rumahnya yang tinggi dengan memeluk bantal sofa."Zuco..."Mata Zuco membulat sempurna. "Ailee..." Gumamnya seraya bangun dari posisi rebahannya.Zuco tersenyum senang ketika melihat Ailee tersenyum ke arahnya. Kemudian duduk di dekatnya."Dih nyengir," ucap Ailee.Zuco menggigit bibir bawahnya. Kemudian tertunduk."Kenapa? Gak seneng yah aku ke sini? Ganggu yah?"Zuco menggelengkan kepalanya. "I miss you..."&
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen