Zelina, sosok gadis yang memiliki masa lalu kelam dengan lelaki yang memiliki usia yang terpaut 3 tahun lebih tua darinya. Sena Pradipta, sosok lelaki yang hampir saja merusak masa depan Zelina karena sebagai pembuktian rasa cintanya. Namun tak disangka, justru hal itu membuat Zelina menjauh darinya. Tak hanya itu, dirinya juga sempat trauma akan hal itu. Bagi Sena , membuat Zelina menjauh darinya adalah kesalahan yang fatal. Melepaskan sosok mutiara yang mampu membuat hidupnya kacau tak terarah. Akankah Sena mampu membuat Zelina kembali lagi ke dalam hidupnya lagi?. "Terkadang mencintai tidak harus memiliki, akan tetapi juga harus melepaskan membiarkannya bahagia."
View MoreDi kamar yang sunyi dan remang, kehangatan malam terasa menekan, membungkus mereka dalam suasana yang berat dan penuh ketegangan. Aroma parfum lembut bercampur dengan keringat, menciptakan hawa yang hampir menyesakkan. Tirai setengah terbuka membiarkan sinar bulan samar menerobos masuk, menyoroti seprai yang kusut di atas tempat tidur, yang kini menjadi saksi pergulatan fisik dan emosional di antara mereka.
Tubuh Anya bergetar halus di bawah Valdi, mengikuti irama yang telah berlangsung terlalu lama. Matanya terpejam rapat, dan air mata mulai menggenang di sudut matanya, meskipun bibirnya terkatup rapat. Setiap gerakan Valdi terasa seperti beban yang semakin berat, mendorongnya ke titik di mana ia tak sanggup lagi bertahan. Anya mulai menggelengkan kepalanya perlahan, seolah menolak kenyataan yang tak bisa ia hindari.
"Cukup, Valdi... cukup..." bisiknya, suaranya terdengar serak dan penuh dengan keputusasaan.
Valdi yang berada di ambang puncak kenikmatan, hampir tidak mendengar bisikan Anya di tengah-tengah derasnya sensasi yang meluap dalam dirinya. Namun, gerakan kepala Anya yang menggeleng perlahan menarik perhatiannya. Dia melihat Anya dengan pipi yang sudah basah oleh air mata, kepalanya masih bergerak, seolah memohon agar semuanya berhenti.
Anya menggigit bibirnya untuk menahan isakan yang tak bisa lagi dia bendung. Kedua tangannya mengangkat sedikit, seolah ingin mendorong Valdi menjauh, namun kekuatan itu dengan cepat memudar dalam kelelahan yang mendalam.
"Tolong... cukup," suaranya kini lebih jelas, namun masih diwarnai isak yang tertahan.
Namun, Valdi terlalu tenggelam dalam hasratnya untuk sepenuhnya menyadari kehancuran yang dia sebabkan. Detik-detik terakhir itu terasa seperti keabadian bagi Anya, yang hanya bisa menunggu, dengan perasaan pasrah, sampai semua ini berakhir.
Setelah dua jam bercinta, Valdi mencapai puncaknya dengan erangan yang menggema di seluruh ruangan. Tubuhnya menggigil dalam kenikmatan yang meluap, sementara di bawahnya, Anya terbaring dengan tubuh yang lelah, bergerak tanpa semangat mengikuti irama yang telah terlalu lama menuntutnya. Air mata jatuh perlahan dari sudut matanya, membasahi pipinya yang dingin.
Setiap sentuhan Valdi terasa seperti beban yang tak tertanggungkan, dan setiap desahan adalah pengingat akan jarak yang semakin lebar di antara mereka. Anya berusaha memenuhi kewajibannya sebagai istri, namun hatinya menjerit dalam diam, terperangkap dalam lingkaran yang tak kunjung usai. Tangisnya tak bersuara, hanya air mata yang membasahi bantal, menciptakan pola keputusasaan yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang merasa terjebak.
Setelahnya, Valdi merebahkan diri di samping Anya, menghela napas panjang saat tubuhnya mulai rileks di atas kasur. Tapi Anya, dengan hati yang berat, segera berguling menjauh, memunggungi Valdi, membiarkan air matanya jatuh tanpa henti.
"Aku nggak bisa lagi, Valdi," suaranya pecah dalam keheningan, menyuarakan beban yang lebih berat daripada sekadar kata-kata.
Valdi menoleh, meski dalam hatinya dia sudah tahu.
"Maksudmu...?" tanyanya dengan suara yang lebih lelah daripada bingung.
Anya menghela napas panjang, suaranya terdengar getir dan penuh kelelahan.
"Ini bukan pertama kalinya kita bicara soal ini. Aku sudah coba, Valdi. Aku benar-benar sudah berusaha. Tapi aku nggak bisa lagi. Setiap malam rasanya seperti siksaan, bukan cinta."
Dia menoleh, menatap Valdi dengan mata yang sembap dan penuh luka.
"Aku udah capek. Bukan cuma tubuhku yang nggak sanggup lagi, tapi juga hatiku. Aku mau cerai."
Valdi terdiam, kata-kata Anya menembus sisa-sisa pertahanannya yang sudah lemah. Dia tahu keinginannya yang tinggi sering kali tak bisa dikendalikan, dan Anya selalu mengeluh tak mampu mengimbanginya. Tapi dia tak pernah membayangkan bahwa itu akan menghancurkan pernikahan mereka.
"Maaf, Anya. Aku tahu ini berat... Aku tahu aku minta terlalu banyak..."
Anya menutup matanya, menahan lebih banyak air mata yang ingin tumpah.
"Aku butuh keluar dari ini, Valdi. Aku nggak bisa terus merasa seperti ini, terjebak dalam sesuatu yang nggak lagi membuatku bahagia. Ini harus berakhir."
Valdi terdiam, rasa sakit mengiris hatinya saat menyadari bahwa ia mungkin akan kehilangan wanita yang pernah menjadi cinta sejatinya. Di tengah keheningan yang mencekam, Valdi menyadari bahwa apa pun yang terjadi selanjutnya, hidup mereka tidak akan pernah sama lagi.
****
Valdi duduk di kursi tunggu rumah sakit, tangannya memijit pelipis yang berdenyut. Pikiran dan perasaannya masih berkecamuk, dibayangi proses perceraian yang baru saja berakhir. Valdi tidak menyangka di usianya yang baru menginjak 32 tahun dirinya sudah menjadi seorang duda.
Sejak Anya meninggalkannya, rumah terasa kosong, dan kenangan yang pernah manis kini menjadi pahit. Namun, hari ini, pikirannya harus terfokus pada Ibu Retno—pembantu yang telah menjadi bagian dari hidupnya selama lebih dari dua puluh tahun.
Ibu Retno, yang selalu setia melayani keluarga Valdi, kini terbaring di rumah sakit, kondisinya semakin memburuk akibat COVID-19. Valdi merasa ada beban tambahan di hatinya, seolah-olah kehilangan orang yang setia mendampinginya hampir sepanjang hidup. Pikirannya masih terpecah antara rasa bersalah dan kesepian yang menggerogoti sejak perceraian, ketika sosok yang tak terduga menarik perhatiannya.
Langkah-langkah ringan mendekat, dan Valdi menoleh, melihat seorang wanita paruh baya yang tampaknya kerabat Ibu Retno, diikuti oleh seorang gadis muda. Saat pandangannya bertemu dengan gadis itu, jantung Valdi seolah berhenti sejenak. Gadis itu adalah Mayang, anak Ibu Retno, yang sekarang sudah berusia 18 tahun.
Valdi teringat saat pertama kali bertemu Mayang, seorang gadis kecil berusia 12 tahun yang pemalu dan pendiam. Tapi kini, di depannya berdiri seorang wanita muda yang telah tumbuh menjadi sangat menawan. Wajah Mayang cantik, dengan mata besar yang berkilauan, dan tubuhnya telah berkembang menjadi bentuk yang menggoda. Namun, yang paling mencolok adalah kesan lugunya yang luar biasa. Meski penampilannya telah matang, kepolosan itu masih terpancar jelas dari cara dia menunduk malu-malu dan senyum tipis yang muncul di bibirnya.
"Selamat sore, Om Valdi," sapanya dengan suara lembut, nyaris berbisik. Senyum yang dulu terkesan kekanak-kanakan kini lebih halus, namun tetap menyimpan kehangatan dan kepolosan yang sama.
Valdi menatap Mayang, senyum manis dan polosnya seolah-olah tak menyadari badai yang sedang berkecamuk dalam diri Valdi. Dalam pikirannya, Valdi merasakan pergulatan yang semakin intens—dorongan liar yang tak bisa dia redam, hasrat yang semakin sulit untuk dikendalikan.
Dia begitu dekat... begitu polos... pikir Valdi, merasakan adrenalin memacu lebih cepat dalam nadinya. Aku tahu ini salah, tapi kenapa aku tidak bisa berhenti membayangkannya?
Valdi menelan ludah, matanya tak bisa lepas dari sosok Mayang. Setiap gerakan gadis itu, setiap senyum kecil yang dia berikan, seolah-olah menarik Valdi lebih dalam ke dalam jurang keinginan yang tidak seharusnya.
Dia adalah milikku, dia harus menjadi milikku... pikirnya, hampir tak percaya dengan dorongan yang kini mendominasi pikirannya.
Bagaimana caranya? benaknya terus berputar, mencari cara,
Bagaimana aku bisa mendapatkan dia tanpa dia menyadari niatku?
“Dengan berat hati saya putuskan, bahwa kamu tidak bisa mengikuti dan melanjutkan acara in lagi “ucap salah satu panitia acara. Zelina mengulas senyumnya. Dalam hatinya bersorak gembira tanpa ada kekecewaan. Ia hanya mengangguk sebagai jawaban. “Okay gue terima, gue juga sebenarnya dari awal gak niat buat ikut nih acara gak jelas ini, thanks buat semuanya,” Zelina berdiri dari kursinya dan melangkah keluar dari ruang rapat. Senyumnya masih terulas di sudut bibirnya. “Akhirnya gue bisa juga pergi dari sini, “ ucap Zelina Ia berjalan keluar dari halaman balai desa dan menuju pulang. sebenarnya ia berencana untuk menghindari Sena, namun kali ini ia tidak bisa. Sena yang mengetahui Zelina pun lalu keluar dari mobilnya dan menghampiri Zelina. “Gimana? Kamu gapapa kan?” tanya Sena khawatir. “Gue gapapa, bisa minggirin tangan lo gak?”keluh Zelina. “Kamu bener gak dihukum kan? kamu gak dipukul kan sama mereka?” tanya Sena khawatir. “Ishhh, gue gapapa Sena. gue baik baik aja. Mending
Sena sukses mampu membuat Zelina yang sedari tadi mengoceh tak jelas menjadi diam. Mata Zelina seolah terhipnotis dengan pemandangan indah yang ada di depannya. Apalagi dilihat dari kejauhan di tempat yang tinggi. Hutan yang asri dengan berbagai macam warna dan pengunjung yang berseliweran di sekitarnya. Sena yang kini duduk di samping Zelina, berupaya mendekat. Kini jarak keduanya cukup tipis, namun Zelina tidak sadar akan hal itu. ia sibuk mengabadikan view yang ada di depannya.“Suka?”tanya Sena.Zelina hanya mengangguk pelan. Sena hanya bisa mengulas senyumnya. Bukan Sena kalau tidak menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Ia meletakkan pelan kepalanya di pundak Zelina. membuat pemiliknya terkejut.“Eh,”ucap Zelina singkat.“Sebentar saja Zelina,”pinta Sena.Kini pundak Zelina adalah tempat ternyaman kedua bagi Sena setelah kasur. ia pun juga memejamkan kedua matanya. Berbeda dengan Zelina yang
“Jadi gitu ceritanya?” tanya Vidya. “Sebenarnya masih ada banyak yang gue sembunyikan dari lo Vid, gue gakmau lo jauhin atau bahkan benci sama gue,”batin Zelina. Zelina hanya menjawab dengan anggukan. Sedangkan Vidya semakin penasaran apa yang terjadi dengan keduanya sebelumnya. “Zel, lo tapi gak sampe di emmmm itu kan ?” tanya Vidya ambigu dengan raut wajah yang sulit diartikan. Sedangkan Zelina yang lemot loading lama alias lola, ia masih saja tidak mampu mencerna pertanyaan dari Vidya barusan. “Diapain sih Vid?” tanya Zelina tidak jelas. “Gitu emm itu, secara pak Sena normal, dan lo kan juga cantik. mana ada ada sih yang gak nafsu sama lo, “Frontal banget sih lo vid. Ya …gue gaktau, secara gue udah kek nyaman gitu di peluk. Dan gue gaktau lagi apa yang te
Zelina sudah sadar satu jam yang lalu. Namun dirinya masih enggan untuk membuka matanya. Tidak hanya itu, ia bahkan melihat kekhawatiran dari seorang Sena.“Zelina, bangun. Maafkan saya Zelina,”ucap Sena.Zelina hanya diam saja tanpa menanggapi Sena. Sesekali tangan Sena menyelipkan rambut Zelina yang menutupi wajahnya. Bahkan Sena juga mengompres tubuh Zelina, karena sedari tadi tubuh Zelina terasa panas.“Zel, saya tahu kamu sebenarnya udah sadar. Ayo bangun zel, jangan bikin saya jadi khawatir gini,”ucap Sena.Sena terus saja mengoceh tak jelas. sesekali dirinya juga mencium puncak tangan Zelina. karena tak kuat melihat Sena dan merasa geli . Zelina pun akhirnya membuka matanya perlahan. Dia pun mulai melancarkan dramanya.“Gue dimana, auhh,”ucapnya sambil memegang kepalanyaZelina hendak bangun dari tidurnya. Namun Sena, yang mendengar lenguhan Zelina lalu membantu Zelina untuk duduk.
“Zel , lo yakin sama keputusan lo?” tanya vidya.“Iya vid, udah deh tenang aja,”jawab Zelina.“Tapi Zel…,”tanya vidyaNamun terpotong oleh Zelina.“Vid, lo gak yakin sama sobat lo ini?” tanya Zelina dengan penuh penekanan.“Iya Iya, gue yakin kok lo bisa nanti,”jawab vidya pasrah.“Nah gitu dong, ini baru sobat gue. thank ya vid. Pulang ke kota, gue traktir lo es krim deh,”ucap Zelina Senang sambil memeluk vidya.“Beneran?”tanya vidya penasaran.“Hmm, es krim paddle pop, hahahha,”jawab Zelina.Keduanya kini melenggang pergi menuju balai desa untuk mendapatkan pembekalan dan juga pelaporan. Tak hanya itu, katanya pun juga ada tamu yang bakal mengisi acara hari ini di balai desa. Sepanjang perjalanan keduanya tertawa riang seakan tak ada beban. Dan sampailah di balai desa, dimana semua peserta dan panitia telah berk
Suasana pagi yang bersinar cerah ternyata tak sama dengan suasana hati Zelina kali ini. Bagaimana tidak, hatinya berkecamuk kesal dan bahagia. Bahagia bisa bertemu lagi, kesal jika terus saja mengingat masa kelam bersama Sena. Entahlah. Dirinya sudah beberapa hari berada di keluarga Pradipta. Mekipun belum sah dijuluki mrs. Sena. Akan tetapi berkat kegiatan ini, dirinya bisa menjadi bagian dari keluarga Sena. Hari ini dirinya mulai nimbrung di dapur iBu Astri. Meskipun dirinya tidak ahli dalam dunia masak memasak, akan tetapi demi menjaga nama baik dan harga diri.“Biar ina saja bu yang memotong bawangnya,”ucap Zelina.“Yaudah. Oh ya ina, ibu mau bangunin bapak dulu. kamu lanjutin masaknya ya, nanti ibu kesini lagi.”jawab Bu Astri sambil menyodorkan pisau dan sayuran kepada Zelina.“Iya bu, “jawabnya sambil tersenyum kea rah Bu Astri.Bu Astri pun menyodorkan pisau dan bawang putih ke arah Zelina untuk dipotong po
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments