Segitiga Penguasa - Sudut Pertama

Segitiga Penguasa - Sudut Pertama

Oleh:  NVR  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
6 Peringkat
75Bab
9.0KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Malam yang tragis. Membuat seorang lelaki harus rela meninggalkan sahabatnya sendiri di tengah-tengah kejaran para prajurit kerajaan. Bersama istri, anak, dan seorang bayi titipan sahabatnya, ia kembali ke desa asalnya. Selang empat tahun setelah kejadian itu, seorang perempuan yang tengah memangku seorang bayi yang baru dilahirkannya, seketika menjerit histeris manakala melihat suaminya sendiri harus mati tepat di depan matanya. Sebelum punggungnya tertusuk panah, lelaki itu telah lebih dulu meminta maaf atas semua kesalahan yang pernah ia perbuat. Kemudian, setelah dua puluh tahun berlalu, Marcapada, yang sewaktu kecil telah kehilangan ibunya, bersama Soma, anak sebatang kara yang tinggal di pinggir desa, serta puluhan pemuda lainnya, harus mengikuti kompetisi pertarungan demi mendapatkan gelar sebagai seorang Penjaga.

Lihat lebih banyak
Segitiga Penguasa - Sudut Pertama Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Aldho Alfina
Bantu promote thor "Penguasa Dewa Naga"
2023-01-27 18:08:55
0
user avatar
Rytíř
Semangat untuk cerita berikutnya, Thor. Semoga rame. Mohon berkunjung juga ke cerita “Keris Bunga Bangkai”, cerita para pendekar di tengah serbuan tentara iblis serta peperangan antarkerajaan di Jawadwipa.
2022-07-02 15:24:07
0
user avatar
Good Novel3
bagus, pemilihan kata dan alur ceritanya sangat bagus
2022-06-14 20:06:23
1
user avatar
Good Novel3
lanjut sudut kedua kaka
2022-05-26 00:54:33
1
user avatar
Teha
Semangat nulisnya, kak, terus belajar dan berkarya. ......
2022-05-02 14:25:43
2
user avatar
HANA PUSPARINI
Wah cerita fantasinya bagus banget
2022-04-22 15:48:57
4
75 Bab
1. Sebuah Pelarian (Bagian 1)
  Di sebuah hutan, dua puluh empat tahun lalu …               Senja pergi begitu tergesa. Awan kelabu membola pekat, menculik paksa semburat jingga dari langit sore. Gerimis datang perlahan. Sesekali, kilatan cahaya di hamparan langit menyibak kegelapan. Suasana memuram. Menyisakan kengerian, sekaligus ketegangan.        Terengah-engah, kedua lelaki berbadan tegap, berpakaian perang lengkap, dengan sederet luka menghiasi sekujur tubuh, terus berlari tanpa henti. Salah seorang lelaki membawa buntelan kain yang ia peluk erat dalam dekapannya. Rimbunan semak dan perdu mereka trabas tanpa menghiraukan ratusan duri yang akan membuat luka baru. Tak jauh di belakang, puluhan orang memburu mereka dengan senjata teracung.      
Baca selengkapnya
2. Sebuah Pelarian (Bagian 2)
Sebuah cangkir perak tergenggam erat di tangan seorang lelaki berpakaian perang lengkap. Riak air dalam cangkir itu terlihat bergerak cepat, tak teratur. Ada sebongkah amarah yang kapan saja siap meledak. “Bagaimana bisa kedua cecunguk itu kabur?” tukas lelaki itu, galak. “Sa—saya tidak tahu. Maafkan saya, Tuan.” Sambil berlutut, seorang prajurit yang sudah kepayahan dengan sederet luka di sekujur tubuhnya berkata dengan suara bergetar. Keringat dingin bercucuran. Batinnya jelas tengah dilanda ketakutan. Lelaki itu mengeram. Kedua matanya membelalak. “Dasar bodoh!” Bentakan itu tepat menghunjam ke sasaran. Prajurit itu semakin ketakutan. Buliran keringat kali ini meluncur deras, jatuh bebas ke tanah. “Hanya membunuh kedua pengkhianat saja kalian tak sanggup! Kalia
Baca selengkapnya
3. Bayangan Di Cermin
  Tak ada seorang pun tahu bagaimana perasaannya di hari ini. Jiwanya terkekang oleh rasa yang tak sama, yang terus bersemayam di dalam dirinya. Seakan saling tak sejalan, dan saling menikam tanpa belas kasihan.   Di dalam kamarnya, sembari memandangi cermin berbentuk persegi panjang besar miliknya—yang terpasang dengan kokoh di dinding kamarnya—Marcapada terus bertanya kepada sisi lain di dalam dirinya. Apakah aku harus mengikuti takdir yang telah digariskan? Atau aku harus mengikuti kata hatiku yang tak sejalan?   Pintu kamar yang sedikit terbuka tiba-tiba diketuk dari luar. Suara ketukan itu memecah kesunyian yang sedari tadi menyelimuti. Membuyarkan lamunan.   “Apa kau akan berdiam di sana seharian?” tanpa pernah diundang, Rea datang ke kamar anaknya. Mendapati tingkah laku anak sulungnya yang terus menatap cermin dan tak lekas beranjak dari sana. “Sudah saatnya, Marca. Semua orang telah berkump
Baca selengkapnya
4. Dua Bandit Kecil
  Sebuah kotak kayu berukuran mungil berwarna cokelat mengkilap, dengan berbagai ukiran menghiasi di setiap sisinya—berisikan potongan-potongan kayu berbentuk segitiga bertuliskan angka—mulai diputar ke seluruh peserta. Satu per satu peserta mendapatkan angka berbeda. Marca menjulurkan tangan, ikut mengambil satu potongan kayu.   “Hai, Marca, kau mendapat angka berapa?” salah seorang peserta bertanya. Seorang lelaki bertubuh kurus mengenakan ikat kepala berwarna biru tua, berdiri tepat di samping Marca. Lelaki itu adalah Soma. Di dunia ini, Soma adalah satu-satunya sahabat yang Marca miliki.   Dulu di desa, ketika masih berusia tiga belas tahun, Marca dan Soma sering dikenal dengan julukan: Dua Bandit Kecil. Oleh kebanyakan orang, mereka berdua dianggap hama. Sama sekali tak berguna. Tak pernah sekalipun diinginkan. Selalu merusak dan membuat onar.   Berulang kali sudah Marca dan Soma terlibat perkelahian se
Baca selengkapnya
5. Sang Penyelamat
  Tanpa pernah diduga oleh siapa pun, gada besi besar milik Kaskar ternyata meleset dari sasaran. Senjata andalan Kaskar itu telah gagal menjalankan tugasnya.   Keajaiban. Keberuntungan ternyata masih berpihak kepada Soma. Belum sempat gada besi besar itu menghantam bagian wajah, Kaskar sudah tersungkur jatuh lebih dulu. Mengerang kesakitan sambil memegangi satu bagian telinga.   Soma kebingungan. Segera, ia tebarkan pandangan. Di ujung penglihatan, satu-satunya sahabat yang ia miliki, Marca, telah berdiri tak jauh dari tempatnya berada. Berdiri dengan gagah sambil memegangi katapel kayu. Melihat sesosok manusia yang begitu dikenalinya, selengkung senyum seketika tergambar jelas di wajah Soma.   “Kenapa lama sekali?” tanya Soma. Ia tengah berusaha untuk bangkit berdiri.   Bukannya lekas-lekas membatu, Marca justru melirik sahabatnya itu d
Baca selengkapnya
6. Kuja
  "Tujuh,” jawab Marca sekenanya.   “Aku rasa hari ini akan menjadi hari kemenangan untuk kita,” gumam Soma sembari menebarkan pandangan, melihat beberapa peserta lain di sebelahnya. “Mereka sepertinya bukan lawan yang sulit. Kalau begini, kita pasti bisa menang dengan mudah,” lanjutnya dengan dada membusung.   Marca terdiam. Malas meladeni kesombongan Soma.   “Tapi tunggu,” perhatian Soma beralih ke arah Marca. “Perlu kau ingat, Marcapada yang terlalu hobi menyendiri. Di pertandingan ini, hanya akan ada satu pemenang,” bisiknya tepat di bagian telinga. Ia menghidu. Mencium aroma semerbak yang memanjakan. “Kenapa rambutmu bisa wangi sekali?” gumam Soma dengan mata terpejam. Penuh penghayatan .   Merasa risi, Marca spontan mendorong tubuh Soma. “Di pertarungan ini, jika kau melakukan hal bodoh ini lagi, kau akan menjadi orang pertama yang akan tereliminasi,” sergah Marca, ketus. &
Baca selengkapnya
7. Tak Kenal Ampun
  Seberantak potongan kayu berbentuk segitiga di dalam kuali berukuran besar terhampar di depan seorang pria tua. Mengenakan jubah hitam dengan bagian punggung tertoreh simbol lingkaran berwarna emas, dan delapan segitiga dengan warna serupa—yang mengitari lingkaran tersebut hingga menyerupai simbol matahari—pria tua itu secara perlahan mencoba mengambil satu potongan kayu.   Janggut putih panjangnya seolah membelai halus kuali tanah liat yang memiliki retakan di beberapa sudut. Tremor di bagian tangannya seakan tak pernah berdamai dengan suasana hatinya. Meski sebuah potongan kayu sempat terjatuh di percobaan pertama, namun sesudahnya, semua berjalan sesuai rencana. Satu potongan kayu berbentuk segitiga berhasil ia genggam dengan sempurna.   Dari tengah-tengah arena, Luca secepat kilat beringsut ke arah pria tua yang telah menggenggam satu potongan kayu bertuliskan angka. Tanpa ada kata “Permisi”,
Baca selengkapnya
8. Objek Taruhan
Dengan nasib yang hampir serupa, kedua peserta berikutnya telah tumbang dengan mudah di tangan Wirotama. Dengan begitu, secara otomatis, Wirotama adalah peserta pertama yang memastikan diri mendapatkan gelar sebagai seorang Penjaga. Sambil berjalan keluar dari arena, Wirotama terus memandang sayu ke kedua telapak tangannya. Ada perasaan bersalah yang terus menggelayuti hati nuraninya. “Dia terlihat tangguh,” bisik Soma sembari melihat Wirotama yang kini telah duduk manis di atas kursi di sudut berbeda. Marca masih tercenung di tempatnya. Walau sedari tadi kedua bola matanya terus fokus mengamati pertarungan di tengah arena, tetapi pikirannya melayang entah ke mana. Berkelana tak tentu arah. Merasa gumamannya tak ditanggapi, Soma mengerling sinis ke arah Marca. “Walaupun kau tak pernah suka dengan semua pertarungan ini, sadarlah, jelas-jelas kau tak akan bisa berbuat apa-apa. Kau benar-benar harus sadar, Marca, bagaimanapun, saat ini kau tetap menjadi
Baca selengkapnya
9. Manusia Buangan
Setengah berlari, Soma menuju ke tengah-tengah arena. Senyum semangat terlihat tak lepas dari wajahnya. “Dan lawan untuk peserta bernomor dua puluh tiga adalah peserta nomor … dua puluh delapan ….” sambung Luca. Sama seperti Soma, peserta bernomor dua puluh delapan dengan lincah bergegas ke tengah-tengah arena. Rambut jambulnya bergoyang-goyang lembut tertiup angin. Tubuhnya yang kurus sama sekali tak serasi dengan potongan rambutnya yang bervolume. Akan tetapi, otot-otot hasil latihan yang terlihat, menegaskan bahwa ia jelas bukanlah lawan yang mudah untuk dikalahkan. Seperti meletakkan cermin di tengah-tengah, jika diamati lebih teliti, keduanya seperti tak memiliki beda. Selain penampilan, kedua lelaki itu sama-sama memiliki semangat dan kepercayaan diri yang tinggi. “Hai, Kawan. Sebaiknya kau segera melambaikan tangan. Aku tak tega jika harus melihatmu terluka,” ser
Baca selengkapnya
10. Tekad Soma
Semburat jingga mulai tampak mengintip dari balik tembok batu. Terik mentari yang menyengat berangsur memudar. Dari arah selatan, tiupan angin berdesir pelan. Tenang, membawa kesejukan. Akan tetapi, suasana sejuk yang terasa di sore ini berubah menegangkan tatkala kompetisi pertarungan untuk menjadi seorang Penjaga masih terus dilangsungkan. Riuh pekik di sekitar arena semakin semarak. Di tengah-tengah lingkaran, dua orang pemuda kembali dipertemukan untuk saling mengalahkan. Tetesan peluh yang mulai bercampur dengan bulir darah tak henti-hentinya terjun bebas ke tanah. Napas seorang peserta yang masih bertahan di pertarungan keduanya sudah tak teratur sejak lonceng di pinggir arena kembali berbunyi. Kali ini Soma benar-benar dibuat kewalahan oleh lawannya. Peserta bernomor delapan itu dapat mengimbangi pergerakan Soma dengan ketenangan yang luar biasa. Bahkan, bisa dikatakan, bahwa kekuatan Soma saat ini sudah berada jauh di bawah lawannya. Orang
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status