Sirene Siren

She’s a deadly assassin with no name. He’s a cursed Lycan King, forbidden to love. When Kael scents Seraphina—the infamous Shadow Siren—as his fated mate, his world turns upside down. She escapes from him and all his effort to find her was futile. But Seraphina isn’t the kind of woman who can be claimed. She’s part witch, part fae, and all danger sent by The Order to spy on the very man fate says she belongs to. Love was never part of her mission… and certainly never part of Kael’s prophecy. As demons rise and supernatural war looms, their bond becomes more than fate—it becomes a weapon. But with Seraphina’s secrets threatening to unravel everything, and Kael’s wolf on the edge of madness, the line between love and destruction begins to blur. One wrong move could ignite a war. One kiss could change everything. And one truth could destroy them both. When fate ties a killer to a king, can love still bloom in the shadows? What secret prophecy connects them… and what price will they pay to survive it?

Si Melodia ay isang nilalang sa ilalim nang madilim at malawak na dagat. A heart full of hatred, ang puso ng mga taong may kinikimkim na kasakiman, selos at pagkamuhi ang nagbibigay buhay sa kanila. Silang mga sirena'y may kagandahang tinataglay at boses na pang-akit sa biktima. Ngunit isang insidente ang magbabago ng lahat nang buhayin muli ni Melodia ang taong nag-aagaw buhay. Ang simpleng sitwasyon ay naging sumpa ang dulot. Ang kanyang buntot ay maging paa at ang paa ng tao 'yon ay naging buntot. Kaya napagpasyahan niya na manatili muna sa lupa kahit walang ideya kung paano mamuhay bilang tao. Isinama naman sa ilalim ng dagat ang taong ngayo'y nagibg sirena. Nakita siya ng isang lalaki na noo'y namamangka na kaagad siyang tinulungan. Sa paglipas ng mga araw ay muling nagbalik ang taong tinulungan i Melodia. Ngayon ay hatid niya ang pakiusap na tanggalin na ang sumpa, na ibalik na sa kanya ang mga paa ngunit hindi alam ni Melodia kung paano.

Aku menatap penyihir di depanku dengan putus asa, “Ajari aku bagaimana menggunakan sihir, Kumohon.” “Untuk apa?” tanya penyihir itu ketus, pandangannya terasa sangat merendahkanku. Aku menggigit bibir, “Ada seseorang yang harus ku selamatkan sekarang, aku butuh kekuatan.” “Hm…” ucapnya sambil berjalan mengelilingiku. “Maaf kau tak pantas. Aku tak ingin memiliki murid pengecut sepertimu.” katanya pedas. Aku menyentuh sayatan di leherku yang masih segar. Ya, ku akui aku memang pengecut… tapi, jika bukan karena penyihir di depanku yang sudah memberikanku sedikit harapan mungkin aku tak akan memiliki keberanian seperti sekarang. “Beri aku kesempatan.” kataku sambil menegakkan kepala yang semula tertunduk, “Akan ku buktikan kesungguhanku padamu!” Penyihir itu menyeringai, “Aku suka semangatmu, jangan mengecewakanku.” Katanya sambil berjalan pergi. Aku mengepalkan tangan semangat, masih ada harapan untuk menyelamatkannya. Seseorang dengan manik kemerahan yang sudah menemani hariku yang suram. Diantara jejeran rank kelas atas seperti siren, werewolf, vampir dan makhluk lainnya ia masih mau memilih menemaniku yang hanya seorang manusia biasa pembuat onar di pusat penjualan. Tapi, Masih sempatkah aku menyelamatkannya?

Namika memutuskan untuk menginap di villa milik tantenya selama tiga bulan untuk beristirahat. Dia melakukan itu agar dia dapat memberikan jeda pada kekuatannya. Namika hanya ingin menghabiskan waktunya di negara ini dengan tenang. Namun, hidup tidak pernah berjalan dengan mulus. Dia bertemu dengan seorang laki-laki bernama Aruna yang berhasilnya membuat jatuh cinta. Namun Aruna menyimpan sebuah rahasia yang membuat segalanya menjadi lebih sulit. Gadis yang bisa membaca pikiran dan siren laki-laki adalah perpaduan yang unik. Sayangnya, Namika akan pergi dari negara ini dan Aruna juga harus menyelesaikan masalahnya. Mungkin.. hubungan mereka harus menuju jalan yang rumit.

Sinopsis Dentuman keras mengguncang jalanan. Jeritan manusia, suara klakson yang memekakkan telinga, dan bau logam terbakar bercampur dalam kekacauan yang mengerikan. Amira tersentak sadar, kepalanya berdenyut hebat, darah hangat mengalir dari pelipisnya. Namun, itu semua tidak ada artinya. Yang lebih penting—yang lebih menyesakkan—adalah tubuh mungil di sampingnya. "Amanda... Sayang... bangun..." Suara Amira bergetar, tangannya gemetar saat menyentuh wajah pucat putrinya. Ada darah di dahinya, napasnya lemah, terlalu lemah. Dengan panik, Amira merogoh ponselnya, menekan nomor suaminya. Nada sambung. Satu kali. Dua kali. Tidak diangkat. "Reza, angkat! Tolong!" Tangisnya pecah, putus asa. Lalu, sirene ambulans terdengar. Harapan menyala di dadanya saat ia melihat seseorang berlari ke arah tim medis. "Reza..." bisiknya, nyaris tak percaya. Tapi langkah suaminya bukan menuju dirinya. Mata Amira mengikuti langkah tergesa-gesa itu. Di seberang sana, seorang wanita terbaring di atas tandu, wajahnya pucat. Di sampingnya, seorang anak laki-laki juga terluka. "Reza... tolong selamatkan anak kita..." suara wanita itu lirih, namun cukup menusuk telinga Amira. Dunia Amira seakan berhenti. Anak kita? Jantungnya mencelos, perih yang tak tertahankan menjalar ke seluruh tubuhnya. Lalu, kalimat berikutnya menghancurkan sisa-sisa kekuatannya. "Aku harus menyelamatkan mereka," suara Reza penuh kepanikan. Amira ingin berteriak. Ingin memanggil nama suaminya. Ingin memohon. Tapi ambulans itu melaju, membawa Reza pergi. Meninggalkannya. Meninggalkan Amanda. Di saat putrinya berjuang antara hidup dan mati, pria yang seharusnya menjadi pelindung mereka justru memilih wanita lain. Air mata Amira jatuh, bercampur dengan darah yang mengalir di pipinya. Hatinya hancur. Bukan hanya karena pengkhianatan. Tapi karena hari itu, ia menyadari... Nyawa mereka tak lebih penting dibandingkan cinta terlarang suaminya.