공유

Bab 5 Proyek Titan

작가: Nur Avillah
last update 최신 업데이트: 2025-05-26 22:44:35

Sementara itu, Rendy berjalan menuruni tangga dengan langkah mantap lalu membuka pintu utama. Tanpa berkata sepatah kata pun, Ia masuk ke dalam mobil dan memberi isyarat kepada sopirnya untuk segera berangkat ke kantor.

Sepanjang perjalanan, pandangan Rendy tak lepas dari layar ponselnya. Jari-jemarinya menggeser foto demi foto bersama Meira, sesekali bibirnya menyunggingkan senyum tipis saat melihat wajah imut wanitanya.

"Semoga kamu cepat sembuh," gumamnya.

Namun, senyum itu perlahan menghilang. Sorot matanya berubah dingin saat bayangan Nayla melintas di benaknya, wanita yang dengan berani kabur dari rumah sakit dan hampir membahayakan nyawa kekasihnya.

"Berani-beraninya kau kabur... Awas saja kalau kau kembali. Aku bakalan menghukummu habis-habisan. Dasar wanita jalang," bisiknya penuh amarah.

Beberapa menit kemudian, mobilnya sudah meluncur masuk ke area lobi perusahaan. Sang sopir buru-buru turun, lalu berlari membukakan pintu mobil untuknya. Rendy melangkah keluar dengan percaya diri.

Dia mendongak, menatap logo besar nama perusahaan di depan gedung.

"Seandainya perusahaan ini milikku... aku nggak perlu lagi berpura-pura tunduk pada siapapun," bisiknya, lalu menghela napas panjang.

Rendy merapikan jas hitamnya yang elegan, lalu melangkah mantap memasuki gedung Mahardika Corp, gedung pencakar langit megah di pusat bisnis Jakarta. Jas hitam Armani-nya yang hitam sempurna menutupi tubuh atletisnya, sementara jam Rolex di pergelangan tangannya berkilau terkena matahari.

Sebagai Direktur Eksekutif Divisi Keuangan, dia adalah salah satu orang yang paling berpengaruh di Mahardika Corp.

Ia naik ke lantai 45 menuju ruang kerjanya yang luas dan mewah. Para staf yang melihatnya langsung berdiri dan memberi salam hormat.

"Laporan kuartal dua sudah di meja anda, Pak," lapor Dea, staf administrasi yang berdiri tepat di depan ruangannya sambil menyerahkan dokumen.

"Bagus," sahut Rendy singkat, lalu masuk ke dalam ruangannya.

Tanpa membuang waktu, ia segera membuka tumpukan laporan keuangan yang menumpuk. Keningnya berkerut dan sesekali ia mengutuk saat melihat angka yang tidak sesuai harapan.

"Divisi marketing keparat... anggaran membengkak tapi pendapatan nggak gerak sama sekali!" desisnya dengan kesal.

Tiba-tiba, telepon di mejanya berdering. Rendy menegakkan punggungnya, lalu menghela napas panjang dan mengangkat gagang telepon tersebut.

"Pak Rendy, anda diminta hadir di ruang CEO sekarang juga," suara sekretaris CEO terdengar tegas di ujung sana.

Rendy terkesiap mendengarnya, matanya membelalak. Sebuah senyuman tipis mulai terbentuk di bibirnya.

"Langsung ke ruangan Pak CEO? Bukan melalui anda dulu?" tanyanya setengah tak percaya.

"Benar, Pak. Langsung."

Rendy semakin sumringah mendengarnya. "Baik. Saya segera ke sana."

Jantungnya berdetak lebih cepat. Ini pertama kalinya Pak Leonardo memanggilku langsung! pikirnya. Apa mungkin dia akan memberiku proyek besar? Atau... jabatan baru?

Dengan cepat ia merapikan dasinya, lalu menyemprotkan sedikit parfum Chanel favoritnya. Dia berjalan dengan penuh percaya diri menuju lift eksklusif yang langsung menuju lantai 60, ruangan CEO berada.

Ding!

Rendy keluar dari lift, lalu berjalan menuju ke ruangan paling ujung. Dia berdiri dan menatap pintu kayu eboni di depannya yang bertuliskan:

'LEONARDO PUTRA MAHARDIKA-CHIEF EXECUTIVE OFFICER'.

Sekali lagi, dia menghela napas panjang. Lalu mengetuk tiga kali dengan sopan.

"Masuk," suara berat dari dalam ruangan itu menggema.

Rendy membuka pintu dengan penuh percaya diri, senyum profesional terukir di wajahnya. Namun, begitu masuk, matanya langsung menangkap kehadiran Alexander Mahardika yang duduk di sofa utama bersama Leonardo.

"Pak pimpinan? Apa ini pertanda baik?" pikirnya, jantungnya semakin berdegup kencang.

"Selamat siang, Pak Alexander. Pak Leonardo," sapa Rendy rendah hati dan sedikit membungkuk.

Alexander mengangguk singkat, sementara Leonardo hanya tersenyum tipis.

"Silakan duduk, Pak Rendy," ucap Leon.

Rendy segera duduk di sofa yang berlawanan dengan postur yang tegap. Matanya menangkap dokumen tebal di atas meja dengan stempel 'PROYEK TITAN', proyek infrastruktur senilai lima triliun yang jadi rebutan banyak pihak.

"Apa mungkin...?" pikirnya menerka-nerka.

Tanpa dia sadari, Leonardo dan Alexander menatapnya dengan sorot mata tajam. Mereka berdua ingin segera membunuh pria brengsek itu, tapi mereka juga menghormati keputusan Nayla.

"Oh ya, siapa nama sekretarismu itu?" tanya Leonardo penasaran.

Rendy tersenyum sebelum menjawab. "Namanya Meira... Meira Ayuditha."

Leonardo mengangguk, lalu melirik ayahnya yang masih tetap diam sambil menatap Rendy dengan tatapan membunuh.

Rendy merasakan bulu kuduknya sedikit merinding, dia bisa merasakan sorot mata tajam dari sang pimpinan.

"Di mana dia sekarang?" tanya Leonardo lagi.

"Dia masih berada di rumah sakit, Pak. Baru selesai operasi ginjal," jawab Rendy.

Leonardo mengangguk pelan. "Lancar?"

"Lancar, Pak."

"Syukurlah. Anda terlihat sangat peduli dengan bawahan, ya? Bagus, anda berhasil menciptakan lingkungan kerja yang positif," puji Leonardo, walaupun terdengar tidak tulus.

Wajah Rendy sedikit memerah, namun ia tetap menjaga sikap. Ia mengangguk pelan, mencoba terlihat berwibawa.

“Terima kasih, Pak,” ucapnya dengan nada penuh hormat.

Leonardo menyilangkan kaki, lalu menatap Rendy dengan sorot mata tajam.

“Anda tahu kenapa saya memanggil anda langsung ke ruangan, bukan melalui sekretaris seperti biasanya?” tanyanya tenang namun berwibawa.

Sementara itu, Alexander yang duduk di sofa utama hanya menatap Rendy dingin.

"Karena aku ingin lihat wajah bajinganmu itu dari dekat... wajah yang sudah menyakiti putriku..." umpatnya dalam hati, menahan emosi yang hampir meledak.

Rendy tersenyum tipis, mencoba membaca arah pembicaraan.

“Saya berasumsi... ini tentang sesuatu yang penting? Mungkin, hal yang spesial?” jawabnya dengan nada hati-hati sambil menyelipkan senyum diplomatis.

Alexander tertawa kecil, diikuti oleh tawa Leonardo yang terdengar samar namun mengandung arti. Rendy ikut tertawa, meski dalam hatinya ia mulai gelisah.

Alexander tiba-tiba menyela dengan suaranya yang berat. "Kami butuh orang yang tepat untuk memimpin Proyek Titan ini. Dan anda, Rendy Baskara, punya reputasi yang bagus dalam efisiensi anggaran."

Deg!

Rendy nyaris tersedak air liurnya sendiri. Proyek Titan? Proyek yang bisa melambungkan namanya ke puncak.

"Saya... sangat terhormat," jawabnya sambil berusaha menahan rasa antusias.

Leonardo menggeser dokumen di atas meja tersebut ke arahnya. "Bagus! Saya suka semangat kerja anda."

Alexander tiba-tiba tertawa kecil, membuat Rendy dan Leonardo menoleh. Rendy kembali merasa tidak nyaman, tapi dia juga penasaran.

"Kalau kamu berhasil, posisi direktur utama bisa jadi milikmu," ujar Alexander tegas.

What?!

Rendy semakin tidak bisa berkata-kata. Direktur utama? Posisi yang dia inginkan selama ini.

"Saya terima proyek ini," jawab Rendy mantap.

"Bagus. Anda sangat bisa di andalkan," kata Alexander sambil tersenyum tipis.

Rendy menundukkan sedikit kepalanya. "Terima kasih, Pak Pimpinan."

Leonardo dan Alexander hanya membalas dengan anggukan singkat.

"Anda boleh pergi," ujar Leonardo.

Rendy segera mengambil dokumen di atas meja tersebut, lalu berdiri dan membungkukkan sedikit badannya. Dia mundur selangkah, kemudian membalikkan badannya dan berjalan keluar dari ruangan tersebut dengan hati yang berdebar-debar.

"Direktur utama? My dream," gumamnya lirih. "Aku harus kasih tahu kabar gembira ini sama Meira. Pasti dia senang banget."

***

Satu Minggu Kemudian...

Hari ini adalah hari libur, beberapa orang menggunakan waktunya untuk bersantai dengan keluarga.

Begitu juga dengan Rendy, dia sedang menjemput Meira yang sudah diperbolehkan pulang. Kedua orang tua Meira masih sibuk menyelesaikan pekerjaan mereka, sehingga mereka mempercayakan Meira pada Rendy.

"Sayang, aku mau shopping," ucap Meira dengan nada manja saat mereka berdua berada di dalam mobil.

Rendy mengelus rambut Meira penuh kasih. "Tentu saja, sayang. Tapi kamu harus sembuh total dulu."

Meira mengerucutkan bibirnya, lalu mengangguk pelan. Rendy terkekeh geli, lalu mengecup bibir Meira dengan lembut.

"Aku mau tidur bareng kamu malam ini." Meira memeluk lengan dan menyandarkan kepalanya di dada bidang Rendy.

"Everything for you," jawab Rendy sembari menautkan jemari mereka.

Beberapa menit kemudian, mereka berdua telah sampai di halaman rumah megah milik Rendy. Sang sopir segera turun, lalu membukakan pintu mobil untuk mereka.

Rendy dan Meira keluar dari dalam mobil, mereka berdua berjalan dengan mesra masuk ke dalam rumah.

Rendy membuka pintu perlahan, mereka berdua saling bercanda dan tertawa tanpa menyadari sepasang mata menatap tajam ke arah mereka.

"Wahh... keren sekali pasangan haram ini!"

Suara itu mengejutkan mereka berdua, mereka serempak menoleh ke sumber suara dan melihat Nayla yang duduk manis di sofa sambil meminum segelas jus dengan santai.

"NAYLAA!"

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Ada Apa Dengan Istriku?   Bab 11 Itu... Nayla?

    Nayla berdiri di tengah ruang tamu, senyum tipis masih menghiasi wajahnya. Ia menarik napas panjang, menikmati kemenangan kecil yang begitu memuaskan."Seharusnya dari dulu aku seperti ini,” gumamnya lirih.Ia menatap kartu kredit di tangannya, lalu menyunggingkan senyum puas. Dengan langkah santai, ia berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air putih.Setibanya di dapur, pandangannya langsung tertuju pada Mbok Marni yang tengah membungkuk, memunguti pecahan piring di lantai."Istirahatlah, Mbok. Jangan sampai kecapekan, ya,” ucap Nayla lembut.Mbok Marni menoleh dengan cepat, ia sedikit terkejut. Matanya langsung menangkap sosok Nayla yang berdiri di depan meja makan yang menuang air ke dalam gelas.“Iya, Nyonya. Ini tinggal sedikit lagi, kok,” jawab Mbok Marni, ia tersenyum tipis sambil mengusap keringat di pelipisnya.Nayla hanya mengangguk pelan, lalu meminum air perlahan. Beberapa detik kemudian, Mbok Marni meliriknya ragu-ragu, lalu memberanikan diri berkata,"Mmm, tadi...

  • Ada Apa Dengan Istriku?   Bab 10 Tak Bisa Berkutik

    Meira membasuh wajahnya dengan air dingin, mencoba menenangkan pikirannya yang berkecamuk. Ia mengangkat kepala perlahan dan menatap pantulan dirinya di cermin wastafel.'Dasar Nayla brengsek! Kenapa perempuan lemah itu sekarang bisa berubah seperti ini?! Sial!' gerutunya dalam hati sambil menggigit bibir bawahnya hingga hampir berdarah.Dari balik pintu, ia mendengar tawa Nayla dan Maharani yang semakin keras. Meira mengepalkan kedua tangannya erat, sorot matanya yang tajam seolah bisa menghancurkan cermin wastafel di depannya.'Aku nggak boleh kalah dari perempuan selemah dia.'Dengan cepat, ia mengambil ponselnya yang tergeletak di samping wastafel. Jarinya mengetik di ponsel dengan cepat.'Ibu, Nayla sudah pulang ke rumah. Tapi sikapnya berubah total. Meira juga nggak tahu kenapa. Tadi dia bilang nggak mau ketemu Ibu lagi.'Tanpa ragu, Meira menekan tombol kirim. Senyum tipis tersungging di bibirnya. Ia tahu benar kalau Nayla selalu tunduk pada Dewi, ibunya yang keras dan pemarah.

  • Ada Apa Dengan Istriku?   Bab 9 Membuat Meira Kesal

    Diam-diam, Nayla menyunggingkan senyum tipis penuh kemenangan. Sore tadi, mertuanya menghubunginya melalui telepon dan memberitahunya kalau ia akan makan malam bersama mereka malam ini.Sementara itu, Meira buru-buru melepaskan tangannya dari lengan Rendy. Itu semua tak luput dari sorot mata Maharani."Ta-Tante..." sapa Meira dengan suara terbata-bata.Namun Maharani tak menggubrisnya. Pandangannya beralih pada Rendy yang berdiri canggung dengan wajah sedikit pucat."Ibu... kok nggak bilang kalau mau datang ke rumah?" tanya Rendy dengan suara lembut.Maharani menatapnya tajam. "Kenapa perempuan itu memegang tanganmu?" tanyanya dingin, matanya melirik sekilas ke arah Meira.Selama ini, Maharani memang tidak mengetahui permasalahan rumah tangga putranya. Bahkan Nayla pun tak pernah mengadu satu kata pun tentang suaminya.“Oh... dia tadi hanya bercanda dengan Nayla, Bu,” jawab Rendy tergagap, berusaha tersenyum walau canggung. “Ibu kan tahu sendiri, walaupun mereka saudara angkat, mereka

  • Ada Apa Dengan Istriku?   Bab 8 Pertengkaran Rendy dan Nayla

    Rendy mengusap pipinya yang masih terasa panas. Matanya membelalak tak percaya, sementara dadanya sesak dipenuhi kemarahan dan keterkejutan. "Berani-beraninya kamu...!" desisnya tajam, rahangnya mengeras menahan emosi. Nayla berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Tatapannya dingin, tajam dan tanpa rasa takut sedikit pun saat memandang Rendy. "Tentu saja," sahutnya tenang. "Kenapa aku harus takut sama kamu?" Wajah Rendy semakin memerah. Tangannya teracung, menunjuk Nayla dengan jari yang gemetar karena amarah. "Kurang ajar! Kamu istri durhaka!" bentaknya lantang. Namun Nayla hanya tersenyum kecil. Senyum tipis yang penuh sindiran dan luka yang telah membatu. "Kata 'durhaka' itu justru lebih pantas disematkan untukmu," balasnya pelan, namun tajam seperti pisau yang menoreh harga diri Rendy. Rendy terdiam. Tubuhnya menegang, dan wajahnya seketika berubah. Tak disangkanya, Nayla yang dulu penurut, kini berani menantangnya dengan suara setegas itu. Sem

  • Ada Apa Dengan Istriku?   Bab 7 Muak

    Di dapur, Nayla tengah mengisi botol minumnya dengan air mineral. Wajahnya tetap datar, namun dalam hati ia merasa bahagia setiap kali mengingat pertemuannya dengan keluarga kandungnya.Tiba-tiba, terdengar suara lembut dan manja dari belakangnya."Mas, aku mau minum jus alpukat, ya. Tapi jangan pakai gula," ucap Meira dengan nada genit yang dibuat-buat.Suaranya sengaja diperkeras, seolah ingin memamerkan kemesraannya di hadapan Nayla."Iya, sayang. Aku buatkan sekarang," balas Rendy lembut.Ia segera menuju kulkas dan mengambil beberapa buah alpukat. Setelah itu, ia mengambil gelas, lalu berjalan ke arah dispenser tempat Nayla masih berdiri mengisi botolnya.Namun, baru saja ia membuka mulut ingin berbicara, Nayla sudah berbalik dan berjalan keluar dari dapur tanpa menoleh sedikit pun. Ia muak. Kehadiran Rendy dengan Meira di satu ruangan bersamanya terasa seperti duri yang menusuk.Melihat itu, Meira buru-buru menyusul."Nayla... kamu..." panggilnya, namun Nayla tetap melangkah tan

  • Ada Apa Dengan Istriku?   Bab 6 Ada Apa Dengan Nayla?

    Rendy mengepalkan tangan erat. Sorot matanya menyala-nyala penuh amarah, seolah siap untuk membunuh Nayla sekarang juga. Dalam hati, ia sudah membayangkan Nayla terkapar di lantai tak berdaya. Sementara itu, diam-diam Meira tersenyum miring penuh kepuasan melihat raut marah Rendy. 'Tontonan menarik. Hari ini dia pasti babak belur lagi,' batinnya licik. 'Selamat datang di nerakamu, Nayla. Waktumu muncul nggak tepat, jalang!' gumamnya dalam hati yang merasa puas. Rendy melepaskan tangan Meira yang melingkar di lengannya, lalu melangkah dengan cepat menghampiri Nayla. Gadis itu masih duduk santai, seraya menyesap jusnya tanpa terlihat terganggu sedikit pun. Saat melihat Rendy mendekat dengan penuh amarah, Nayla segera berdiri. Ia melipat tangannya di dada, menatap lurus lelaki itu. Rendy sedikit terkejut saat melihat Nayla yang berani menatap matanya, tatapan itu terasa asing baginya. Namun, Rendy tidak peduli, amarah telah menguasai dirinya. PLAAKK! PLAAKK! Sebuah tampar

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status