Teriakan Dona membuat beberapa pasang mata menatap kearahnya, tidak dengan pria yang duduk di tempat biasanya dia duduk. Pria itu tidak terlalu tertarik dengan keadaan sekitar, melihat pria itu mengingatkan Dona pada mantan suaminya, menggelengkan kepalanya pelan tanda jika dirinya memang harus melupakan pria itu.
“Apa ini?” Dona menatap bungkus obat diatas mejanya dan menatap pria itu dengan tatapan bingung.“Aku lihat kamu tampak pusing,” ucap pria itu sambil lalu.Dona menatap bungkus obat dan pria itu bergantian, seketika dirinya paham jika apa yang terjadi tadi juga mengganggu pria disampingnya dan tampaknya mendengar pembicaraannya dengan Azka.“Maaf kalau tadi mengganggu.” Dona mengatakan dengan sopan.“Fandi.” Dona mengerutkan keningnya “Fandi itu namaku, akan lebih baik kalau saling tahu nama apalagi kita berasal dari negara yang sama.”Dona menganggukkan kepalanya “Dona, itu namaku.”Hening, tidak ada yang membuka suara sama sekali. Dona menatap bungkus obat dengan berbagai macam pikiran, berdiri dan meletakkan diatas meja Fandi tepat didepannya yang membuat sang pemilik menatap bingung.“Terima kasih, saya tidak membutuhkan obatnya.” Dona mengatakan dengan sopan.“Kalau begitu jangan berisik.”Dona membuka mulutnya tidak percaya mendengar perkataan pria yang duduk di tempatnya dan sekarang berada disampingnya, Dona masih menatap Fandi yang kembali dengan aktivitasnya. Pandangannya masih mengarah pada Fandi tanpa beralih kemanapun, bahkan melupakan tujuannya datang hanya untuk menenangkan diri dan melupakan mimpi buruk.“Orang aneh.” Dona mengatakannya dengan suara pelan agar tidak didengar pria itu.Dona mengalihkan pandangan kearah lain, memilih membuka laptop yang dibawanya untuk mengerjakan pekerjaan kantor. Dona juga tidak lupa menghubungi Vivi agar mengirim hasil dari inspeksi yang dilakukan Lucas agar bisa dipelajarinya, terlalu asyik dengan pekerjaan membuat ponselnya kembali berbunyi dimana nama Leo berada di layar.Dona hanya memutar bola matanya malas, sudah tahu arah pembicaraan yang akan dikatakan Leo dimana tidak akan berbeda jauh dengan lainnya. Kebiasaan bundanya atau seluruh keluarganya adalah tidak ada rahasia satu sama lain, awalnya Dona merasa tidak memiliki privacy tapi sekarang setelah dewasa merasa memang itu yang harus dilakukan dengan saling membantu.“Apa?” tanya Dona malas.[Mimpi buruk lagi? Bukan mimpiin Irwan, kan?]Dona memijat kepalanya perlahan “Fransiska kemana? Kamu nggak ada pekerjaan lain apa? Masa harus hubungi aku bertanya tentang hal nggak penting? Aku bilang sama oma nanti kalau kamu begini.”[Kita disini khawatir sama kamu makanya abang kesana kasih kamu kerjaan]“Memang sialan Lucas! Harusnya dikasih liburan bukan kerjaan.” Dona mengatakan dengan nada kesalnya.[Liburan? Yang ada kamu bakal godain Irwan nantinya jadi lebih baik dikasih pekerjaan]“Sialan! Aku bukan cewek murahan yang...”Dona menghentikan kata-katanya saat merasakan tatapan dingin pria yang duduk disampingnya, Fandi. Hembusan nafas panjang dikeluarkannya agar bisa sedikit tenang dan tidak terpancing dengan kata-kata Leo yang penuh dengan godaan, Dona tahu bagaimana sikap Leo yang suka menggoda dirinya.[Kenapa diam? Lagian siapa yang bilang kamu cewek murahan? Aku hanya mengingatkan kalau Irwan sudah menikah]Dona menghembuskan nafasnya kembali “Aku sudah nggak peduli sama Irwan.”[Memang sudah punya penggantinya?]“Kamu kepo banget sih!” Dona mulai kesal dengan sedikit menaikkan nada suaranya.[Kita disini khawatir sama kamu, harusnya kamu ke psikiater atau psikolog. Orang tuanya Naila itu punya lembaga psikologi jadi kamu bisa kesana]Dona memutar bola matanya malas, Naila yang tidak lain adalah istrinya Irwan dan dia akan tahu seperti apa dirinya jika mendatangi lembaga milik orang tuanya. Bahasa halusnya istri Irwan akan tahu titik kelemahan dirinya dan bisa saja akan menjadi bahan pembicaraan mereka berdua, tapi bukannya bagus dengan Naila membuat masalah dan Irwan membela dirinya mereka bisa berpisah. Dona seketika menggelengkan kepalanya, bayangan tersebut tidak akan pernah terjadi karena Dona tahu bagaimana sifat Irwan sebenarnya.[Kamu bayangin apa? Jangan mikir atau malah merencanakan hal yang aneh]Dona memutar bola matanya malas “Gimana bisa mikir aneh kalau abang tercinta kamu kasih pekerjaan yang nggak tanggung-tanggung, lagian bilang sama Fransiska jangan mau dijadikan babysitter sama abang.”[Fransiska suka anak kecil, masa aku mau melarang? Lagian ini proses ngidam dia, masih untung ngidamnya gampang coba susah]“Ngidamnya gampang dan membuat enak abang juga Jimmy.” Dona mengatakan dengan kesal “Abang enak tapi aku susah.”[Lagian kamu masa nggak bisa bantah abang?]“Aku bisa bantah abang kalau ayah nggak ada diantara kita?” Dona semakin kesal mendengar suara tawa Leo “Udah pembicaraan ini nggak...”“Kamu bisa diam?!”Dona menghentikan kata-katanya menatap Fandi bingung “Ah...maaf.”“Kamu dari tadi sangat mengganggu.” Fandi masih berkata dengan nada kesal dan dingin.“Aku hubungi lagi nanti.” Dona mematikan sambungannya dengan Leo dan menatap malas pada Fandi “Kalau mengganggu bisa pindah ke tempat lain, lagian tempat itu milik aku.”Fandi mengangkat alisnya mendengar kata-kata Dona “Tempat itu tidak ada hak milik, memang kamu bayar tempat itu?” Dona terdiam membuat Fandi menatap dari atas ke bawah “Jangan mentang-mentang punya banyak uang jadinya...”“Aku tidak mengatakan tentang uang, kenapa malah bahasnya kesana?” potong Dona langsung “Tadi sudah bilang kalau memang mengganggu aku minta maaf.” Dona melanjutkan kata-katanya dengan lembut.“Baru sadar kalau mengganggu? Suara kamu terlalu keras dan bukan hanya kamu tapi juga suara orang yang menghubungi kamu.” Fandi masih mengatakan dengan penuh emosi.Dona menghembuskan nafasnya pelan “Maaf sekali lagi.”Fandi menatap penuh emosi pada Dona, melihat reaksi Fandi membuat Dona hanya menggelengkan kepalanya. Dona hanya diam memandang Fandi yang kembali fokus pada laptopnya, seketika menyadari bisa saja tadi dirinya dengan Leo dan Azka memang mengganggu Fandi yang sedang bekerja.“Lebih baik aku juga harus fokus karena Lucas pastinya menunggu.” Dona berbicara pelan agar tidak mengganggu Fandi kembali.Beranjak dari tempat duduknya setelah merasakan pekerjaan yang Lucas selesai dikerjakan dan dikirim pada pria itu, sebenarnya tujuannya tidak lain adalah tempat dimana bisa menenangkan dirinya, tapi tampaknya saudara tercintanya tidak ingin melihat dirinya santai. Langkah Dona semakin mendekati pintu keluar seketika terhenti saat merasakan lengannya di pegang oleh seseorang membuat Dona menatap sang sumber dengan tatapan bingung.“Ada lagi?” tanya Dona saat melihat Fandi yang melakukannya.“Kamu melupakan sesuatu.” Fandi mengangkat bungkusan obatnya.Dona tersenyum kecil “Buat kamu saja karena memang aku tidak membutuhkannya.”Tangan Dona yang lain memegang tangan Fandi, menarik dari pergelangan tangannya agar terlepas. Fandi seketika menatap arah tangan Dona yang melepaskan tangannya dari lengan Dona, pandangannya berganti antara tangan dan wajah Dona. Fandi meletakkan obat itu kembali ke Dona sebelum akhirnya meninggalkan wanita itu sendirian, berjalan menjauh yang membuat Dona hanya diam mematung.“Orang aneh.”"Sudah tidur mereka?""Barusan, ada apa?" "Aku nggak menyangka kita bisa melewati semua masalah, punya anak-anak yang lucu.""Kamu nggak kasih aku istirahat, masa setiap tahun melahirkan kaya kejar target aja." Dona mengerucutkan bibirnya yang langsung mendapatkan ciuman singkat dari Fandi."Kamu hebat dan luar biasa, melahirkan tiga anak setiap tahun." "Kamu yang kebangetan nggak biarin aku istirahat." Dona mengerucutkan bibirnya "Tapi...waktu lihat mereka lahir rasa sakit seketika hilang, aku langsung jadi penasaran kalau punya lagi akan mirip siapa.""Tapi...kenapa anak kita dan Azka nggak ada yang kembar ya?" "Mau kembar?" Dona menatap tanda tanya."Bukan gitu, kalian berdua kan kembar terus kenapa anak kalian nggak ada yang kembar?"Dona mengangkat bahunya "Belum mungkin, sekarang juga nggak kembar.""Apa kita buat kembar setelah ini lahir?" Dona membelalakkan matanya mendengar kalimat
"Kamu mau ke Singapore aja? Sudah yakin? Memang nggak pecah itu kepala diisi belajar mulu?""Aku buat karya ilmiah disana, setidaknya sampai anak kita lahir.""Kita disini juga nggak ada masalah.""Kasihan ayah sama bunda kamu, mereka pastinya butuh anak disana. Anggap aja sebagai bakti ke orang tua.""Gimana sama mama dan papa?""Disini ada banyak anak-anaknya, beda sama ayah dan bunda. Anaknya cuman kamu sama Azka, apalagi Azka lebih senang di agency daripada ngurus perusahaan disana. Azka bilang pecah kepalanya kalau urus perusahaan disana, dia coba udah gatal pengen keluar."Dona berdecih mendengar kata-kata yang Azka ucapkan ke Fandi, Azka memang nggak suka lihat angka atau apapun itu. Azka lebih menyukai suara musik, membuat musik membuat jiwanya tenang, tidak salah jika opanya menyiapkan masa depan mereka masing-masing."Dia bukan pecah kepala aja, tapi gatal pantatnya kalau kelamaan duduk lihat angka dan baca per
"Tokcer juga.""Jelas!" Fandi berkata dengan nada bangga dan penuh kesombongan."Kita sama sekali nggak membayangkan kamu bakal hamil lebih cepat.""Sama, ma. Kita sama sekali nggak nyangka bakal secepat ini.""Kita jadi ikut bahagia waktu Fandi kasih kabar lewat pesan, percaya nggak percaya. Apalagi kalian langsung pisah, kamu sibuk sama kerjaan dan Fandi juga sama."Dona dan Fandi hanya tersenyum mendengar kalimat sang mama, sebenarnya memang tidak bisa ditebak sama sekali. Dona tidak merasakan apapun sama sekali ketika di Singapore, masalah pekerjaan membuat Dona yang tidak merasakan tanda-tandanya. Saat bertemu Fandi seketika terjadi perubahan dan mereka segera memutuskan perika menggunakan alat tes kehamilan yang dijual umum, hasilnya positif dan tanpa menunggu waktu langsung menuju dokter kandungan di rumah sakit. Hasilnya tidak jauh berbeda, tapi bagusnya mereka langsung mengetahui usia kehamilan yang ternyata sudah ada dari sebelu
"Kenapa, bang?""Masih lama Dona?""Abang ini aneh, masih ada satu jam kali."Fandi menghirup udara banyak agar sedikit lebih tenang, biarkan Lita menganggap dirinya merindukan Dona padahal memikirkan hal yang tidak penting."Pekerjaanmu bagaimana?" Fandi membuka pembicaraan terlebih dahulu.Lita menghembuskan napas panjangnya "Aku masuk waktu lagi banyak event, makanya aku sering pulang malam. Apartemen yang diminta Mbak Dona tempati bisa membuat aku nggak perlu dengar mama ngomel.""Kamu jadi kerja di H&D?" Fandi memastikan kembali.Lita menganggukkan kepala tanpa ragu "Kurang dua tahap lagi, bang. Aku juga sering ketemu Tama buat tanya-tanya, kadang kalau luang juga ke cafenya Mbak Naila buat belajar.""Memang ditempatin dimana?" Fandi tidak tahu pembicaraan kedua wanita tersebut."Rencananya sih agency, Mbak Dona minta aku disana bantuin Mas Azka. Mbak Reina yang mantan istrinya sudah nggak disana,
"Hubungan jarak jauh? Memang enak? Sudah menikah tapi pisah.""Sementara, lagian cuman beberapa hari.""Tetap saja nggak enak secara nggak ada yang menghangatkan, hubungi Ratih aja.""Kami sudah berakhir lama."Fandi meninggalkan meja setelah tidak ada pembicaraan lebih lanjut, pembicaraan yang tidak memberikan manfaat apapun. Dua hari setelah di rumah Vivi memberi kabar untuk ke Singapore dimana ada perusahaan yang membutuhkan dipastikan dan Dona sangat ahli dalam hal itu. Disamping itu harus melakukan rapat bulanan yang mengharuskan Dona dan ayahnya berada disana."Maaf, pak.""Pras, sudah mau wisuda?" Fandi menatap mahasiswa yang baru lulus atau bisa dikatakan telat."Ya, akhirnya.""Kemana setelah ini?" "Belum tahu, pak. Saya sudah bekerja di event organizer, bukan pekerjaan di firma hukum tapi setidaknya saya bekerja dengan posisi bagus.""Bagus kalau begitu, apa kamu nggak ingin melanjut
"Dalam...ahh...lebih....ahh...."Dona meremas rambut Fandi atas apa yang dilakukan dibawah, jilatan yang dilakukan dengan memasukkan jemarinya membuat Dona bergerak tidak menentu, menarik kepala Fandi menghentikan kegaiatannya dibawah sana. Melumat kasar bibirnya menyalurkan hasrat dan gairahnya, mendorong tubuh Fandi agar berbaring dan berganti dengannya.Memberikan sentuhan pada tubuh Fandi dengan gerakan sensual, melihat itu Fandi hanya bisa mendesah dengan meremas rambut Dona, bibirnya sudah beralih ke bawah dengan memegang milik Fandi. Memasukkan kedalam mulut, memberikan jilatan pada kepalanya sebelum memasukkan kedalam mulut, gerakan maju mundur dilakukan yang membuat Fandi mendesah keras atas perbuatan Dona, mendengar suara Fandi membuat Don semangat.Memberikan tatapan menggoda dibawah sana disertai dengan jilatan kasar pada milik Fandi yang diikuti dengan gerakan tangannya yang bermain pada telurnya, Fandi mendesah keras atas semua yang Dona laku