Richelle Aurelia Chanez, gadis berusia 19 tahun itu harus menyaksikan tunangannya berselingkuh tepat disaat hari ulang tahunnya. Setelah kejadian itu hal tak terduga terjadi padanya. Niat hati menghilangkan sakit hatinya dengan bersenang-senang disalah satu club malam, malah berujung melewati malam panas bersama seorang CEO yang memiliki sifat dingin. Suatu hari ia dijodohkan dengan pria pilihan orang tuanya, begitu juga dengan pria yang menghabiskan malam panas bersamanya. Demi menghindari perjodohan itu keduanya membuat perjanjian dengan pernikahan kontrak. Namun siapa sangka, ternyata yang ingin dijodohkan itu adalah mereka sendiri. bagaimana kehidupan Richelle setelah menikah dengan pria yang tidak dia kenal? apakah dia bahagia? apakah akan ada benih cinta antara mereka? yuk langsung ke chapter.
Lihat lebih banyakGadis dengan nama lengkap Richelle Aurelia Chanez, yang kerap dipanggil Richalle itu, kini dalam perjalanan menuju kantor tunangan nya dengan hati yang gembira. Karena Hari ini adalah hari ulang tahunnya sekaligus hari, dimana mereka resmi menjadi sepasang kekasih dalam ikatan pertunangan.
Sepanjang perjalanan ia tersenyum membayangkan bima memberinya suprise seperti adegan di drama-drama Korea. Ia memegangi dadanya yang berdebar, "Kenapa perasaan gue ngak enak gini?" Ada rasa aneh merambat dalam hatinya, firasat buruk memenuhi kepalanya namun ia mencoba menepisnya. pamandangannya jatuh pada bekal yang ia bawa, "Pasti bima suka deh sama masakan gue," Senyumannya merekah, sambil melirik bekal yang ia bawa untuk tunangannya itu. Sebagai bentuk perayaan anniversary sebagai pasangan, Richalle inisiatif membuat makanan kesukaan Bima. Beberapa hari ini bima bekerja dengan keras membuat hati mungilnya tak tega. Calon suaminya itu bekerja siang dan malam demi untuk menghalalkan nya. Sementara dia hanya duduk diam Saja dirumah tanpa melakukan apapun. Tiga puluh menit berlalu, akhirnya ia tiba di depan kantor Bima. Dengan hati yang riang dan langkah ringan, Sebuah senyuman kecil muncul di wajahnya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Namun, begitu ia melangkah masuk ke dalam kantor yang sudah cukup sunyi, suara bisikan lirih itu terdengar—tajam seperti pecahan kaca yang menusuk telinganya. Tatapan sinis, dan bisikan karyawan mengenai penampilannya terdengar. suara mereka mungkin pelan, tapi cukup jelas untuk membuatnya berhenti sejenak. Tapi, Richalle tidak mempedulikan nya. ia mengangkat wajahnya kembali, melanjutkan langkahnya ke depan tanpa mempedulikan tatapan dan komentar mereka. ia melangkah dengan percaya diri seolah didalam ruangan itu Tidak ada siapa-siapa. Saat langkah nya mulai mendekati pintu ruang kerja Bima, Richalle merasa semangatnya kembali menyala. Bagaimanapun, di balik ketidaksukaan beberapa orang terhadapnya, ia yakin ada satu orang yang benar-benar menerima dirinya apa adanya—Bima. Saat hendak mengetuk pintu, Richalle mendengar suara menjijikan dari sela pintu yang tidak terkunci. "Yah, terus. begitu sayang....." Suara menjijikan itu memasuki indra pendengarannya, membuatnya mual. "Sungguh keterlaluan!" Richalle mengepalkan kuat tangannya. Tidak salah lagi, ia sangat mengenal suara itu. Keringat dingin mulai membanjiri wajahnya, dengan emosi yang menggebu-gebu, tanpa berfikir panjang Richalle mendorong pintu itu dengan kasar. Ia terpaku di tempat, tubuhnya membeku, tidak mampu bergerak. Di depan matanya, ia menyaksikan tunangannya tengah berhubungan intim dengan seorang wanita. bahkan, posisi mereka masih menyatu. Pandangannya memburam, hatinya yang sebelumnya dipenuhi harapan kini remuk dalam sekejap. Tidak ada kata-kata yang bisa mengungkapkan rasa sakit ini, tetapi dalam keheningan itu, ia tahu satu hal: dunianya baru saja runtuh.. Disana, wanita itu sibuk membenarkan kancing bajunya. Sementara bima menegakkan tubuhnya, menampilkan wajah tak bersalah. Dadanya naik turun menandakan emosi sedang menguasai dirinya. "Lo! dasar wanita murahan! menjijikan!" Tanpa belas kasih Richalle langsung menjambak rambut panjang wanita itu. "Arghh... lepaskan SIALAN!" Pekik wanita itu meringis memegangi rambutnya yang ditarik kuat oleh Richalle. Bima menarik tangan Richalle agar menjauh dari wanita itu, "Apa yang kau lakukan disini? Bukankah aku sudah bilang kalau aku lembur?" Tangannya dicengkeram kuat. Dengan kasar Richalle menarik tangannya dari cengkraman bima. "Kalau Gue nggak datang hari ini, gue nggak akan mengetahui kelakuan bejat Lo ini dibelakang gue!" pekik Richalle dengan menggebu. kemudian ia tertawa kecut, "Kau bilang Lembur? maksud Lo lembur bersama jalang ini, iya?" tatapan tajam menyorot kearah wanita itu. "Menjijikan!" Wajahnya tertoleh kesamping, Telinganya berdenging, rasa panas menjalar di pipinya saat bima menamparnya. "Lo mukul Gue? demi wanita jalang ini?" Richalle menatapnya sambil memegangi pipinya yang terasa panas. Wanita itu mendekat dengan langkah percaya diri sambil melenggokkan pinggulnya. jemarinya dengan lancang meraba dada bidang Bima yang dibiarkannya terekspos tanpa rasa bersalah. Kemudian, dia berbalik ke arahnya, dengan mata yang penuh hinaan. "Aku adalah pacarnya," katanya dengan suara manis yang berubah menjadi racun. Tatapannya menjelajahinya dari ujung kepala hingga kaki seperti ia ini tidak lebih dari debu yang terinjak. Tangan Richalle mengepal kuat, dadanya naik turun menandakan emosi sedang berkobar di dalam sana. Wanita itu melanjutkan ucapannya, "Pantas saja Bima meninggalkanmu. Lihatlah dirimu! Kau bahkan tidak tahu cara merawat diri. Mana mungkin Bima betah sama model pembantu seperti ini," ejeknya dengan senyum sinis menelisik penampilan Richalle. Amarah di dadanya memuncak. Tangannya bergerak cepat memberikan tamparan keras diwajahnya. "Bahkan baju Gue ini lebih mahal dari harga diri Lo!" Desis Richalle dengan tatapan tajam. "KAU!" wanita itu hendak melayangkan tamparan padanya, namun dengan cepat di tangkap olehnya. Richalle menghempaskan kuat tangan wanita itu hingga tubuhnya terhuyung. "Satu lagi.... Lo bukanlah pacarnya, lebih tepatnya selingkuhan dia!" lalu, Richalle menatapnya tajam, namun bukan wanita itu yang paling melukai hatinya. Matanya beralih pada Bima, lelaki yang berdiri kaku di tempatnya, hanya diam tanpa satu kata pun keluar dari mulutnya. Suaranya bergetar, penuh emosi. Napasnya tersengal, dadanya naik turun seperti ada bara api yang membakar di dalamnya. "Ternyata benar kata, Papa, Lo adalah lelaki brengsek! gila selangkangan!" "Seharusnya Gue tidak memberikan hati Gue sama cowok brengsek kaya Lo!" sentak nya dengan suara bergetar. Matanya mulai terasa panas, berkaca-kaca menahan semua gejolak yang mendidih di dadanya. Lalu, dengan enteng, kalimat itu keluar dari mulut Bima, tanpa sedikit pun rasa bersalah. "Itu salahmu sendiri. Lihatlah penampilanmu itu? Kau lebih pantas menjadi pembantuku daripada pasanganku," katanya, tanpa hati, suaranya tajam seperti silet, langsung menorehkan luka di hatinya, menusuknya, menghancurkan semua kebanggaannya dalam sekejap. Satu tamparan mendarat di pipinya, darahnya mendidih mendengar ucapan itu. "Kalau gue berpakaian cantik dan berpenampilan menarik! selera gue bukan Lo lagi!" cetusnya tajam "Ternyata ini alasan kenapa harus berpasangan dengan orang yang selevel. bukan gue yang ngak pantas buat Lo, tapi elo yang ngak pantas buat gue!"Dua tahun Pagi di Taman Rumah Karel dan Richalle Pagi itu cerah. Rumput basah oleh embun.Aline yang kini berusia 1 tahun 3 bulan, berlari kecil di taman dengan sepatu mungil bergambar kelinci.“Amaaa! Tu yam na telbang!” teriak bocah perempuan dengan rambut di kuncir dua sambil menunjuk burung merpati yang lewat.Richalle yang duduk di bangku taman tertawa pelan. “Itu bukan ayam, sayang. Itu burung.”Aline mendekat sambil membawa bunga rumput. “Nih wat Mamaaa…”Tangannya yang mungil menyodorkan rumput liar yang jelas bukan bunga—tapi Richalle menerimanya seperti menerima karangan bunga paling mahal di dunia. “Terima kasih, princess mama.”Di dalam rumah, Karel sedang tiduran di karpet ruang tengah.Aline langsung naik ke punggungnya sambil tertawa.“Papah! Kuda! Jalan!”Karel tertawa, pura-pura jadi kuda. “Oke, baiklah nona kecil. Tapi jangan pakai sepatu ya! Ayah belum diasuransiin!”Aline menjambak rambut Karel pelan sambil tertawa.“Ngeeng ngeengg!”Richalle merekam dari jau
Beberapa Minggu Setelah Sidang KeluargaKehidupan Richalle dan Karel mulai stabil. Reputasi mereka perlahan membaik.Media mulai lupa. Investor kembali percaya.Keluarga mulai membuka hati.Tapi justru saat semuanya terasa tenang...Elira bergerak dari balik jeruji.~Elira berdiri di ruang kunjungan khusus.Di hadapannya duduk seorang pria berpakaian rapi, dengan lencana petugas, tapi mata penuh amarah tersembunyi.Adik tiri Elira.Elira membisikkan sesuatu.Pri itu menatapnya setelah mendengarkan rencana elira. “Apa kamu yakin ingin pakai cara ini?”Elira menegakkan tubuhnya, “Dia sudah merebut milikku. Sekarang aku hanya ingin dia tahu...bahwa apa yang sudah menjadi milikku tidak boleh dimiliki orang lain.” Ucapnya dengan penuh kebencian.~Hari itu, Richalle sedang sendirian. Karel ada di luar kota untuk urusan perusahaan.Bodyguard pribadi sempat diganti dengan alasan “perintah ayah Richalle”.Padahal, semua itu bagian dari skenario Elira.Richalle diculik secara halus. Tidak dis
Sebuah file tersebar ke media dan platform internal perusahaan Athisa Group dan Adistya Corp: “Pernikahan CEO Karel Adistya dan Richalle Athisa diduga hanyalah KONTRAK!” “Bukti dokumen didapat dari sumber anonim. Masyarakat kini bertanya: apakah pasangan ikonik itu hanyalah sandiwara?” Wartawan mulai memenuhi gerbang kantor. Saham Adistya Corp dan anak perusahaan mulai bergejolak. Investor bertanya. Elira tertawa pelan di balik jeruji penjara, saat melihat berita itu dari televisi kecil di sel isolasi. "Kartu terakhir sudah dimainkan. Lihat bagaimana dunia mereka runtuh sendiri..." Scene: Ruang Meeting Dewan Direksi Karel berdiri di depan jajaran direksi. Wajahnya tenang, tapi tegas. “Iya. Pernikahan kami berawal dari kontrak. Tapi tidak pernah sekalipun ada penipuan dalam urusan bisnis.” “Semua keputusan kami sebagai pasangan—baik di perusahaan maupun keluarga—dibuat secara profesional dan legal.” Salah satu direktur bertanya tajam: “Lalu bagaimana kami tah
Sudah tiga hari sejak Richalle dan Elira bertemu di taman. Dan sejak hari itu, Richalle mulai merasa... ada yang berubah. Pagi-pagi, asistennya mengantar buket bunga ke rumah. “Untuk Bu Richalle. Dari pengagum rahasia,” ucap sang kurir. Richalle mengernyit. Buket itu berisi mawar putih, bukan melati. Tak ada kartu nama. Hanya satu kertas kecil dengan tulisan tangan: "Seputih ini cintamu padanya? Atau sebutan ini hanya topeng?" Richalle mengabaikannya. Tapi hari-hari berikutnya... semakin banyak hal janggal terjadi. Di kantor, file proyek penting milik Richalle menghilang, lalu muncul lagi dengan data yang berubah. Seseorang menghubungi HR dan menyebar rumor bahwa Richalle menikah dengan Karel hanya demi warisan. Bahkan di rumah, Richalle merasa diawasi. Ponselnya pernah dalam keadaan terbuka padahal dia tak memakainya. --- Karel duduk di ruang kerja, membuka laporan dari perusahaannya. Tiba-tiba, ia menemukan sesuatu di email: “Laporkan istrimu ke kepolisian. Di
Pagi itu, matahari mengintip malu-malu dari balik tirai jendela. Udara terasa lebih hangat dari biasanya. Tapi tidak dengan hati Richalle. Ia duduk di meja makan, menatap sepiring roti panggang yang belum disentuh. Tangannya menggenggam cangkir cokelat panas yang mulai kehilangan hangatnya. Karel masuk dengan kemeja setengah dikancing, rambutnya masih sedikit basah. Wajahnya seperti biasa: tenang, dewasa, dan sulit ditebak. "Udah siap ke kantor?" tanyanya sambil mengambil jas di gantungan. Richalle mengangguk pelan, tanpa menoleh. "Iya… sebentar lagi." Richalle menjabat sebagai sekretaris Karel. Karel memperhatikannya. Ada sesuatu di mata istrinya yang tidak seperti biasanya. “Chelle…” “Hm?” “Kamu masih kepikiran Elira?” tanyanya, langsung. Richalle tidak menjawab. Ia hanya memutar cangkir di tangannya. “Bukan dia,” akhirnya ia berkata. “Aku cuma takut... nanti aku jatuh terlalu dalam. Dan kamu berubah pikiran.” Karel mendekat, duduk di hadapannya. Ia meraih tang
Langit malam menangis pelan. Hujan turun rintik-rintik, menyentuh jendela dengan ritme yang tenang. Di ruang tengah, lampu temaram menyinari dua sosok yang duduk bersebelahan di sofa. Richalle dan Karel. Tidak ada TV menyala. Tidak ada musik. Hanya keheningan yang terasa berat—bukan karena tak nyaman, tapi karena terlalu banyak yang ingin diungkapkan. Richalle melipat kakinya, memeluk lutut. Kepalanya bersandar di bahu Karel, seperti sore itu. Tapi malam ini terasa berbeda. Lebih... dalam. “Om...” bisiknya. Karel tidak menjawab. Hanya mengangguk kecil sebagai tanda ia mendengar. “Kalau kontrak pernikahan kita berakhir... Apa kita akan bercerai sesuai perjanjian?” Karel menoleh pelan, menatap wajah Richalle dari samping. “Aku nggak akan pernah ceraikan kamu. Selamanya, kamu tetap istriku.” Richalle menatapnya. “Tapi….” Karel menggenggam tangannya. Hangat. Erat. “Chelle...” “Hm?” “Kalau kamu masih ragu, lihat mataku. Aku serius.” Richalle menoleh perlahan. Hujan t
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen