Keenan harus mengakui kemampuan bela diri Yoshiro. Karena laki-laki muda itu berhasil membuat kedua anak buah kepercayaannya terkapar di tanah, setelah melakukan pertarungan sengit.
Yoshiro mendapatkan luka lebam akibat pertarungan itu. Namun Yoshiro terlihat masih memiliki tenaga untuk bertarung melawan Keenan. "Haruskah kita menyelesaikan ini?" tanya Yoshiro dengan tatapan tajam ke arah Keenan. "Bukankah semua yang sudah dimulai harus diselesaikan?" tanya Keenan melepaskan jas hitam miliknya. Menyisakan kemeja putih. Keenan menerjang maju. Dengan kecepatan yang sangat cepat. Selama ini tidak ada orang yang bisa memperhitungkan kapan Keenan akan mendaratkan kakinya dan di mana Keenan akan muncul setelah bergerak dengan kecepatan tinggi seperti itu. Namun Yoshiro bisa. Tinju keras Keenan yang seharusnya mengenai kepala Yoshiro, melenggang begitu saja karena Yoshiro menggeser kepalanya menjauh dari jalur lintas kepalan tangan Keenan. "Di mana kamu belajar ilmu bela diri?" tanya Keenan dengan kondisi belum menarik tangannya kembali. "Aku tidak pernah belajar," balas Yoshiro menarik tangannya dan mulai menyerang Keenan. Keenan yang tadinya mengambil posisi menyerang, kini berubah menjadi posisi bertahan. Menahan segala pukulan Yoshiro yang mengarah pada tubuhnya. Cukup keras. Namun sama sekali tidak menghasilkan apa pun. Yoshiro yang menyadari itu pun menghentikan pergerakannya dan melangkah mundur satu langkah. "Pergerakanmu tadi membuktikan perkataanmu. Jika kamu memang belajar bela diri, kamu pasti tidak akan menyerang seperti itu. Membuang banyak tenaga saat kamu sendiri tau bahwa tenagamu hanya tersisa sedikit," balas Keenan menatap ke arah bagian pergelangan tangannya yang terlihat mulai memerah. "Apakah memang semua mafia banyak bicara sepertimu? Bukankah seharusnya mereka diam dan bergerak secepat mungkin untuk menyingkirkan musuhnya?" tanya Yoshiro. "Aku tidak menyelesaikan ini dengan cepat. Karena aku tau kamu tidak akan pergi dari tempat ini. Bukan karena kamu tidak bisa melarikan diri. Kamu bisa saja pergi daritadi. Tapi kamu memilih untuk tetap berada di sini. Bertarung. Untuk melindungi orang yang ada di rumah sakit itu. Kamu khawatir bahwa aku akan menyeret ibumu dalam masalah bukan?" "Benar-benar merepotkan. Bagaimana orang sepintar dirimu bisa berada di organisasi kotor seperti itu?" "Kita sama. Hanya saja kamu belum mengerti saja betapa mengerikannya dunia ini. Jika kamu tumbuh lebih besar sedikit lagi, kamu pasti akan mengerti bahwa tindakanku kali ini adalah hal yang benar." Pertarungan kembali terjadi. Yoshiro dan Keenan saling menyerang satu sama lain. Keenan benar-benar terlihat mendominasi. Walau Yoshiro memiliki beberapa kali kesempatan untuk menyerang, semua serangan Yoshiro benar-benar tidak memberikan luka yang berarti. Berbanding terbalik dengan Keenan yang bisa langsung memberikan rasa sakit yang benar-benar tak tertahankan hanya dengan sekali pukulan. Yoshiro ambruk ke tanah. Keenan menggunakan kesempatan itu untuk menekan dada Yoshiro menggunakan kakinya. Hanya saja Yoshiro sempat menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Sehingga menghalangi kaki Keenan menyentuh dadanya. "Jangan berpikir kamu bisa mengalahkan ku anak kecil. Aku sudah berada di jalanan sebelum kamu lahir. Kamu tidak akan bisa mengalahkan ku dengan kemampuan selemah itu," ujar Keenan menguatkan pijakan kaki kanannya. "Bodoh sekali. Aku tidak peduli kapan kamu mulai bertarung di jalan. Aku akan tetap melawan siapa pun orang yang harus aku lawan," balas Yoshiro memperkuat kedua tangannya. "Lihatlah kenyataannya baik-baik. Tidak peduli seberapa banyak pekerjaan yang kamu ambil. Tidak peduli seberapa lama kamu habiskan waktumu untuk bekerja. Kamu tidak akan mendapatkan apa pun. Uang yang kamu kumpulkan tidak akan bisa membayar biaya rumah sakit ibumu." "Benar. Aku tau itu. Maka dari itu, aku berusaha. Setidaknya dengan begini, aku bisa terlihat hebat di depan ibuku. Kalau pun dia memang harus pergi setelah ini, setidaknya aku bisa menghadiri pemakamannya tanpa ada rasa penyesalan." Keenan tersenyum mendengar itu. Ia mengubah posisi kakinya. Yang tadinya menginjak kini menendang. Berhasil. Membuat tubuh Yoshiro terpental sampai ke membentur tembok. Lalu seperti dugaannya, Yoshiro kembali berdiri. Ya, laki-laki itu akan selalu kembali berdiri bagaimana pun kondisi tubuhnya. Sebelum jantungnya berhenti berdetak, laki-laki itu akan tetap bertarung. "Apakah kamu rela masa depanmu rusak hanya untuk masa depan ibumu yang sudah pasti akan tiada? Bahkan jika memang dia bisa disembuhkan, pasti suatu saat nanti dia akan tiada karena umurnya. Berbeda denganmu yang masih muda. Kamu akan hancur dengan kondisimu yang seperti ini," tanya Keenan menggenggam tangannya di balik badan. "Aku tidak peduli dengan masa depanku. Aku hanya ingin melakukan segala hal yang aku bisa. Apa pun yang terjadi padaku di masa depan, itu adalah takdir. Yang terpenting adalah masa sekarang," balas Yoshiro. Keenan kembali menerjang Yoshiro. Mengarahkan pukulan ke arah kepala Yoshiro. Yoshiro pun melakukan hal yang sama. Ia berlari ke arah Keenan dengan tangan bersiap memukul bagian perut Keenan. Keenan unggul salam kekuatan dan kecepatan. Keenan bisa mudah dalam adu pukulan itu. Hanya saja Keenan melakukan kesalahan. Keenan menutup matanya tidak lama setelah melepaskan pukulannya. Membuat pukulan Keenan tidak mengenai tubuh Yoshiro. Dan pukulan Yoshiro mengenai perut Keenan. Dengan segala kekuatan yang tersisa membuat Keenan berlutut dan ambruk di tanah.Sheila menggaruk keningnya saat melihat ada banyak sekali laporan perusahaan yang menumpuk di meja kerjanya. Sheila sudah bergabung dengan perusahaan milik Keluarga Olivia semenjak keberangkatan Yoshiro ke Jepang sebelas tahun lalu.Selama sebelas tahun itu, Yoshiro dan Ivona selalu menyempatkan waktu untuk kembali dan menemui Sheila. Namun satu tahun ke belakangan ini kedua orang itu sama sekali tidak memberikan tanda-tanda bahwa akan kembali. Membuat Sheila sedikit takut jika seandainya ada sesuatu yang buruk terjadi pada mereka.Perhatian Sheila teralihkan saat mendengar ada suara ketukan pintu. Ia merasa malas karena ia yakin itu adalah salah satu bawahannya yang membawa dokumen untuk diperiksa."Masuk," ujar Sheila dengan suara lemas.Pintu terbuka. Namun tidak terlalu lebar. Sheila memandangi pintu itu, bertanya-tanya siapakah orang yang sedang mengerjainya. Serena? Tidak, Sheila yakin itu bukan Serena. Karena pada jam seperti sekarang, Serena masih berada di universitas dan bar
Yoshiro dan Ivona sudah berada di Jepang selama beberapa minggu. Dan mereka lebih sibuk dari biasanya. Bahkan Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di kantor daripada di rumah. Namun semuanya mulai membaik setelah dua minggu berlalu.Ivona sudah mulai bisa bernafas lega dan pulang ke rumah lebih awal. Sedangkan Yoshiro juga sudah mulai berhasil mengikuti lebih banyak kelas di universitas tempatnya berkuliah.Seperti saat ini, Yoshiro dan Ivona sedang berada di cafe kecil. Ivona menikmati kopi hitam. Dan Yoshiro menikmati minuman cokelat hangat."Aku akan mulai menyerahkan tanggung jawab beberapa perusahaan pada CEO yang aku tunjuk mulai minggu depan. Jadi kemungkinan aku akan memimpin satu perusahaan utama dan hotel yang kamu pegang sekarang," ujar Ivona memegang gelas kopinya dengan kedua tangan untuk memastikan seberapa panas kopi itu."Aku rasa tidak masalah jika aku yang masih memimpin hotel itu. Lagipula membiarkanmu bekerja sendiri, itu tidak masuk di akalku. Lebih baik kamu me
Yoshiro menghela nafas sambil memandang ke arah pantai. Ia melepaskan segala penatnya setelah selama seminggu dirinya harus fokus pada ujian akhir sekolahnya. Dan kini ia sudah berhasil melewati itu semua. Hanya sisa pengambilan berkas nilai. Lalu acara kelulusan siswa.Pandangan Yoshiro teralihkan dari ombak pantai saat melihat sebuah mobil putih menuju ke arahnya dan berhenti tepat di hadapan mobilnya. Pemilik mobil itu keluar. Kening Yoshiro mengkerut. Ia mengenal siapa perempuan itu. Yang menjadi pertanyaannya sekarang adalah kenapa perempuan itu ada di sini? Bukankah seharusnya perempuan itu berada di kantor untuk menyelesaikan tugasnya?Ivona Olivia. Pemimpin Keluarga Olivia yang sebentar lagi akan berpindah ke Jepang untuk membangun beberapa perusahaan baru bersama Yoshiro."Apakah ada masalah?" tanya Yoshiro menghadap Ivona."Tidak ada. Aku sempat melacak mobilmu dan melihatnya menuju ke arah pantai. Aku berpikir bahwa kamu sedang bersama seseorang di sini. Jadi aku ke mari,"
Yoshiro terkejut saat Ivona datang ke kantornya dan masuk ke dalam ruang kerjanya. Perempuan itu masih menggunakan setelan jas berwarna hitam. Menandakan bahwa perempuan itu langsung menemuinya setelah melakukan rapat penting di kantor utama. "Kenapa?" tanya Yoshiro bangkit dari kursi kerjanya."Tidak ada. Aku hanya ingin mengajakmu makan siang. Kita sudah lama tidak makan bersama bukan?" jawab Ivona menutup pintu."Bukankah akan menjadi masalah jika ada orang yang melihat kita bersama?""Kita makan di sini. Aku sudah memesan makanan. Dan akan diantar oleh Yuri.""Kenapa tidak makan nanti setelah pulang dari kantor saja?""Aku ingin makan sekarang. Kenapa? Apakah tidak boleh?""Boleh."Ivona duduk di sofa. Lalu Yoshiro pun duduk di samping Ivona. Ivona merangkul tangan Yoshiro. Dan menyandarkan kepalanya pada bahu Yoshiro."Aku belum membelikanmu hadiah ulang tahun. Kemarin pun tidak sempat merayakannya karena kamu pulang tengah malam," ujar Ivona."Tidak masalah. Kita sudah sama-sam
Yoshiro berjalan mengendap-endap saat memasuki kamar. Karena ia melihat ada tubuh Ivona terbaring di atas kasurnya. Ia tidak mengerti mengapa perempuan itu akhir-akhir ini lebih sering tidur di kamarnya. Namun itu jelas-jelas membuatnya tidak memiliki banyak ruang.Secara hati-hati, Yoshiro melepas jas dan sepatunya. Lalu duduk di kasur secara perlahan supaya tidak membuat kasur bergoyang. Namun tiba-tiba saja tubuh Ivona bangkit dan membuat Yoshiro terkejut."Kenapa kamu baru pulang?!" tanya Ivona dengan nada keras."Aku bertemu dengan teman lamaku. Bukankah aku sudah mengirim pesan tadi?" balas Yoshiro dengan nada lemah karena takut."Kamu hari ini ulang tahun! Kenapa kamu tidak bertemu dengan temanmu besok atau lusa saja?! Seharusnya kamu menghabiskan hari ini bersamaku!""Aku tidak pernah merayakan hari ulang tahunku. Aku pikir tidak ada perayaan spesial hari ini. Dan aku pikir kamu tidak tau. Jadi aku minum bersama temanku sepulang kerja.""Kamu minum?""Sedikit.""Berapa orang?"
Keenan mendatangi club malam yang selalu menjadi tempat berkumpulnya dengan anggota kelompok White Owl. Ia datang bukan untuk bertemu dengan client yang ingin menyewa jasa kelompoknya. Melainkan karena ia mendapatkan kabar bahwa ada seorang laki-laki mengamuk di bar dan menghantam seluruh orang termasuk seluruh anggota White Owl yang sedang asik berdansa di sana.Saat memasuki club, sama sekali tidak ada suara musik terdengar. Bahkan tidak ada suara-suara orang. Benar-benar senyap. Saat Keenan mulai masuk lebih dalam, Keenan bisa melihat ada banyak sekali orang terkapar di lantai dengan luka memar dan beberapa bagian wajah mengeluarkan darah. Di antara semua orang yang jatuh pingsan itu, ada seorang laki-laki menggunakan jas sedang duduk di kursi meja bar. Dengan gelas kecil dan sebotol minuman beralkohol."Apa kamu ke sini untuk membunuhku?" tanya Keenan pada laki-laki itu.Remaja itu memutar badannya. Dan saat itu Keenan bisa melihat jelas sosok laki-laki yang telah mengacaukan mar