หน้าหลัก / Romansa / Fatma Boussetta / CHAPTER 2 (Berdamai Dengan Takdir)

แชร์

CHAPTER 2 (Berdamai Dengan Takdir)

ผู้เขียน: Madam Assili
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2021-08-12 19:51:26

Hari- hari berjalan tanpa ada sesuatu yang istimewa. Fatma kini sudah berstatus sebagai istri sah dari Tuan Ridwan, pemilik usaha pertunjukan sirkus yang berusia 59 tahun.

Tempaan hidup yang dilalui Fatma tak lantas membuat dirinya hanya berserah dan pasrah dengan keadaan. Fatma yakin suatu hari nanti dia akan bangkit dari keterpurukan yang tidak ada habis-habisnya ini.

Diam-diam gadis malang itu pergi ke sekolah untuk mendapatkan pendidikan. Lebih tepatnya mengintip pelajaran yang berlangsung di dalam kelas melalui celah-celah di sudut ruangan yang terbuat dari kayu.

Selama hidup bersama sang ayah, Fatma tidak mendapatkan kebebasan untuk menuntut ilmu. Sepertinya dia sengaja dibiarkan menjadi bodoh, yang buta akan pendidikan oleh ayah kandungnya sendiri. Sesekali dia mencatat apa yang tertulis di papan tulis. Merapalkan bacaan yang ditirunya dari seorang guru yang diam-diam dia curi ilmunya. Pantaskah Fatma disebut sebagai pencuri ilmu? Yang pasti apapun itu, Fatma hanya ingin ada perubahan di dalam hidupnya yang terlanjur menyedihkan.

Selama hidup bersama Tuan Ridwan, hari-hari yang dilalui Fatma tidaklah semenyedihkan seperti yang dia jalani ketika dia tinggal bersama sang ayah. Namun, hal itu bukan berarti bisa dikatakan sebagai kehidupan impian bagi seorang Fatma. Tuan Ridwan memang tak sekalipun menyiksa fisik Fatma ataupun berkata kasar kepada wanita muda itu.

Namun, sikap Tuan Ridwan sebagai pria dewasa yang selalu meminta haknya sebagai seorang suami, membuat Fatma merasa jijik dengan tubuhnya sendiri. Meskipun awalnya dia tidak mengerti apa yang dilakukan suaminya itu, dia tetap bersedia diperlakukan demikian. Hingga seiring waktu, dia pun memahami bahwa seperti itulah jalannya sebuah pernikahan, sampai pada fase dirinya mampu menerima dan terbiasa dengan ritme rutinitas itu.

Tak sekali pun Fatma berani menolak meski jauh di lubuk hati, dia tidak menginginkan hal seperti itu terus berulang. Menatap wajah Tuan Ridwan yang semakin banyak kerutan itu saja terkadang terasa menjijikkan, apalagi harus saling bersentuhan.

Ya, mungkin berdamai dengan takdir adalah salah satu pilihan agar dia mampu menjalani kehidupan dengan penuh rasa syukur. Manusia mana yang tak pernah bermimpi hidup bahagia layaknya seorang putri raja? Namun, tak jarang ekspetasi justru bertolak belakang dengan realita. Lalu apakah ironi hidup yang Fatma jalani lantas memadamkan mimpi-mimpi yang telah terukir? Realita tetaplah realita, tidak peduli jika Fatma ingin menghindarinya atau tidak. Semua itu tidak akan mengubah kenyataan yang ada, kecuali jika mencoba untuk tegar dan bersyukur.

Dan ... Seperti inilah Fatma. Menjalani lika-liku hidup dengan badai yang tidak ada habis-habisnya. Bersamaan dengan kepasrahan, dia berusaha memantaskan dan memantapkan diri untuk melangkah menuju kehidupan yang lebih baik.  Tak sekali pun terbelesit di dalam benaknya untuk menyalahkan keadaan. Karena jalannya sebuah kehidupan sungguh di luar kuasa manusia untuk memprediksi.

Hari-hari sudah berlalu hingga tanpa terasa kehidupan berumah tangga bersama Tuan Ridwan sudah berjalan selama dua tahun. Di mana usia Fatma sudah beranjak tujuh belas tahun. Masih tergolong terlalu muda jika disandingkan dengan statusnya yang kini merupakan seorang wanita bersuami. 

Setiap hari, Tuan Ridwan jarang terlihat di rumah karena disibukkan dengan grup sirkus miliknya, yang menampilkan berbagai atraksi dari beberapa anggotanya, termasuk Tuan Ridwan sendiri yang terlibat. Usaha pertunjukan sirkus itulah yang menjadi salah satu penghasilan bagi Tuan Ridwan. Pendapatan yang dihasilkan dari usaha tersebut terbilang cukup menjanjikan. Bahkan rumah megah yang mereka tempati saat ini adalah bentuk dari hasil jerih payah Tuan Ridwan dalam menjalankan usahanya itu.

Sebagai  seorang suami yang tidak menampakkan rasa sayangnya dengan terang-terangan, Tuan Ridwan hanya akan berkomunikasi terhadap istrinya ketika pria berumur itu sedang membutuhkan sang istri untuk menuntaskan kebutuhan seksualnya saja. Namun, di balik sikapnya yang tak biasa, Tuan Ridwan tetap melaksanakan kewajiban untuk menafkahi Fatma, memenuhi segala kebutuhan istrinya dengan nominal yang terbilang lebih dari cukup.

Malam ini, tak berbeda dari malam-malam sebelumnya. Fatma menjalankan tugas sebagai istri sah seorang pria tua yang hanya membutuhkannya ketika berada di atas ranjang. Tak sedikit pun Fatma menikmati setiap sentuhan yang diberikan oleh pria berumur itu. Pikirannya menerawang entah ke mana. Setiap detik berlalu seakan terlalu lamban. Rasa jijik kini sudah diabaikan karena suka tidak suka, hal itu akan tetap terjadi. Saat aktifitas itu berakhir, saat itu pula Fatma seolah menemukan kembali kebebasannya. Berbeda dengan pasangan suami istri pada umumnya yang menjadikan aktifitas malam sebagai sesuatu yang begitu dinantikan, bersama-sama menuju ke tujuan yang sama, yakni mencapai puncak yang diusahakan bersama dengan kerja keras yang sebanding dengan apa yang mereka harapkan.

Membersihkan tubuh adalah pilihan yang akan dilakukan Fatma saat ini. Namun, tangan berkerut milik pria itu seketika menahan pergerakan Fatma. "Jangan ke mana-mana, ada yang ingin aku bicarakan." Suara pria itu terputus-putus dengan napasnya yang masih tak beraturan, seiring dengan pergerakan dadanya yang menembang dan mengempis. Namun, kata-katanya masih jelas terdengar. Fatma mengurungkan niatnya untuk menjauh, tapi wanita cantik itu tak sekalipun menjawab. Hanya menunggu sang suami mengungkapkan maksudnya.

"Sebaiknya mulai besok kamu ikut aku bekerja." Tuan Ridwan membuka pembicaraan, sementara Fatma tak sekali pun menjawab atau bahkan sekedar bertanya. Yang dia tahu, jika Tuan Ridwan memerintahkan sesuatu, maka tak ada alasan baginya untuk membantah. Diam adalah tindakan terbaik, karena dia tahu apapun yang dia ucapkan nantinya tak akan berpengaruh sama sekali.

Tuan Ridwan membenarkan posisi dan menatap istri kecilnya, "Aku tidak memintamu untuk bekerja jika kamu belum siap, Fatma. Sebaiknya kamu ikut saja dan saksikan seperti apa orang-orangku mengumpulkan uang. Dan kamu bisa sambil belajar melakukannya. Jika kamu sudah mampu, maka kamu bisa ikut bergabung."

Tuan Ridwan mengusap wajahnya dengan kasar, "Sebenarnya aku membutuhkan setidaknya satu orang perempuan untuk meramaikan pertunjukan. Karena minat  pengunjung sepertinya sudah mulai berkurang." Pria itu kemudian pergi meninggalkan Fatma sendiri di atas tempat tidur. Masih dengan kondisi tanpa busana. Tubuh Gadis itu masih terlihat khas seperti bocah ingusan yang baru saja tumbuh menjadi seorang remaja.

Bagaimana bisa pria berumur seperti Tuan Ridwan memiliki gairah terhadap gadis polos seperti Fatma. Hingga setiap malam gadis cantik itu harus merelakan dirinya untuk selalu disentuh. Entah haruskah Fatma bersedih atau justru berbahagia. Hidup menderita bersama sang ayah kini sudah berakhir. Setidaknya perlakuan Tuan Ridwan lebih manusiawi dari pada orang tuanya sendiri.

Seperti biasanya, malam itu Tuan Ridwan dapat dipastikan tidak akan kembali ke kediaman mereka. Pertunjukan sirkus biasanya memang berlangsung di malam hari. Bahkan terkadang bisa berakhir hingga pagi menjelang.

Keesokan harinya.

"Kamu sudah siap, Fatma?" tanya Tuan Ridwan.

Fatma mengangguk. Pakaian yang dikenakannya pun berbeda dari sebelum gadis cantik itu menikah dengan Tuan Ridwan. Penampilannya terlihat lebih layak, tak ada lagi goresan-goresan di tubuh yang menjadi tanda penyiksaan yang selalu dilakukan sang ayah dengan istri-istrinya.

"Aku harap kamu tidak bosan nantinya. Jika kamu lelah, kamu boleh beristirahat di ruang ganti. Tapi ingat! Jangan sekali-kali kamu berbicara dengan pria lain. Jika tidak, aku tidak akan segan-segan memberimu pelajaran yang tidak bisa kamu lupakan seumur hidup. Kamu mengerti, Fatma?" Lagi-lagi Fatma mengangguki ucapan sang suami.

Fatma mengekori langkah suaminya. Pasangan menikah itu terlihat layaknya hubungan seorang ayah dengan anak. Usia mereka terpaut begitu jauh meskipun tidak dipungkiri penampilan Tuan Ridwan masih terbilang tampan dan bugar. Tubuhnya terlihat sehat dan terawat, berbeda dengan pria-pria lain yang seusia dengannya. Namun, Fatma tidak memedulikan pandangan orang-orang yang menatapnya dengan tatapan aneh. Beberapa dari mereka terlihat iba, dan selebihnya menatap jijik terhadap Fatma, hingga tibalah mereka di lokasi pertunjukan yang dimaksud.

Fatma, seorang bocah cantik yang kini tumbuh menjadi seorang wanita muda, dengan semangat menyaksikan pertunjukan yang ada di hadapannya. Layaknya seorang remaja berusia 17 tahun, sesekali dia bersorak dan bertepuk tangan dengan antusias. Selama ini yang dia tahu bahwa suaminya memiliki sebuah grup sirkus. Namun, tak sekalipun Fatma diajak untuk menyaksikan. Kali ini Fatma akan meminta izin kepada Tuan Ridwan agar dirinya diperbolehkan untuk diajak melihat pertunjukan itu setiap hari. Sungguh menyenangkan bisa menyaksikannya tanpa membayar, bukan?

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Fatma Boussetta   CHAPTER 133 (Bessalama ...)

    Assalamu'alaykum Warahmatullah Wabarakatuh ... Salam Sejahtera ... Dear, Sahabat Readers. Terima kasih atas kesediaan kalian mengikuti kisah FATMA BOUSSETTA ini dari awal hingga akhir. Semoga ada banyak pesan moral yang bisa kalian ambil dari kisah ini. Kisah ini sebagian besar diambil dari kisah nyata kehidupan milik mertua Author yang berasal dari Negara Maroko (Maghriby). Fatma Boussetta kini sudah berusia 87 tahun dan masih terlihat bugar, meskipun saat ini hidupnya ditunjang dengan pacemaker (sebuah alat pacu jantung yang menggunakan tenaga baterai yang ditanamkan melalui pembedahan ke dalam dada). Mohon kiranya Sahabat Readers berkenan meluangkan waktu untuk memberikan doa kepada beliau agar memiliki kesehatan serta umur yang panjang. Kisah ini sudah mendapatkan persetujuan dari beliau untuk dipublikasikan oleh Author. Semoga para Sahabat Readers menyukai kisah ini dan jangan lupa untuk terus memberikan dukungan d

  • Fatma Boussetta   CHAPTER 132 (Assouira)

    "Maju satu langkah lagi, maka aku akan melenyapkan nyawa istrimu." Tuan Gamal memberikan ancaman yang serius. Ujung kayu itu sudah menyentuh perut tawanannya. Dia siap menghujamkan benda itu jika dirinya merasa terancam. Salah satu penjaga mendekati Tuan Gamal, kemudian membisikkan sesuatu. "Bagus, kau sudah menyiapkan helikopter itu." Tuan Gamal tersenyum puas, dengan satu kibasan tangan dia mengisyaratkan penjaga itu untuk berdiri tepat di belakang tubuh tawanannya. "Brengs**k!" umpat Omran. Tidak ada yang bisa dia lakukan, selain mengikuti kemauan Tuan Gamal. "Jangan banyak mengulur waktu, lepaskan cucuku sekarang juga!" ucap Tuan Besar Benmoussa. Matanya melirik ke arah wanita yang bersimbah darah terduduk dan terikat di kursi tua itu. Tuan Benmoussa tidak bisa membayangkan betapa sakit yang dirasakan cucu kesayangannya. Tapi dia bisa memastikan wanita itu masih bergerak. Wanita itu menggeleng-gelengkan kepala saat ujung kayu terasa menyentuh perutnya. Se

  • Fatma Boussetta   CHAPTER 131 (Negosiasi)

    ["Bu, aku tidak bisa menemuimu, ada banyak orang-orang suruhan Keluarga Benmoussa sedang berkeliran mencari keberadaanku."] Pesan singkat diterima oleh Meryem yang berasal dari ponsel milik Sabrina. Sebenarnya Meryem ingin menyiksa Fatma secara bergantian bersama Sabrina--putri kesayangannya. Namun, sepertinya hal itu tidak memungkinkan saat ini."Ibu akan memastikan kamu mendapatkan apa yang semestinya kamu dapatkan, Sayang." Maryem kemudian mengirimkan video rekaman penyiksaan yang dia lakukan terhadap tawanannya.["Aku serahkan semuanya kepadamu, Bu. Aku menyesal tidak bisa membalaskan dendam itu dengan tanganku sendiri. Maafkan aku."]"Tenanglah, Sayang ... Sepertinya Keluarga Ahbity dan Benmoussa sudah masuk ke dalam perangkap, sebentar lagi ayahmu akan bernegosiasi dengan mereka. Ibu bisa pastikan setelah ini kita bisa hidup bebas." Meryem begitu bangga dengan pencapaiannya hari ini. Suara ringisan dan penyiksaan itu seolah membuatnya semakin bersemangat m

  • Fatma Boussetta   CHAPTER 130 (Menghilang)

    Tuan Khaleed segera menghubungi Tuan Ayyoub melalui sambungan telepon untuk memastikan bahwa Fatma sudah tiba di kediaman mereka. Namun, sayangnya Tuan Ayyoub justru mengatakan bahwa putrinya dan Faissal tidak dapat dihubungi, setelah tadi Fatma sempat menghubunginya dan mengatakan bahwa mereka baru saja mendarat melalui bandara yang berada di Tangier.Kegelisahan tiba-tiba saja membuat semua orang kini tidak mampu mengenyahkan pikiran buruk mereka tentang Fatma. Sabrina mungkin belum lari terlalu jauh. Tapi, tidak menutup kemungkinan dia bisa melancarkan aksinya melalui orang lain.Kepanikan semakin menyerang membabi buta di dalam benak Omran kala cuaca buruk tiba-tiba saja menyelimuti langit Paris, sehingga tidak memungkinkan bagi Omran dan kedua orang tuanya untuk segera menyusul Fatma menggunakan jet pribadi yang mereka miliki. Waktu seolah tidak berpihak pada mereka. Di kala Fatma sedang terancam, seolah langkah mereka harus berhenti tanpa bisa melakukan apa-apa s

  • Fatma Boussetta   CHAPTER 129 (Dokter Farouk Tidak Bersalah)

    "Apa kamu tidak sedang bercanda, Omar?" tanya Nyonya Adeline yang kini merasakan sendi-sendinya melemah sehingga dia seolah tidak lagi mampu berpijak. "Maaf, Ma ... Kami memiliki sebuah alasan menyembunyikannya yang kini alasan itu sudah tidak penting lagi." Omran menatap ke arah Sabrina yang kikuk, secepat mungkin wanita itu merubah raut wajahnya seolah terlihat bersalah, sehingga Omran yakin untuk tidak perlu membuka jati diri Sabrina yang menyamar sebagai Cassandra. "Kami benar-benar menikah sejak beberapa bulan yang lalu." Omran meneruskan ucapannya. "Ja-jadi ... Fatma mengandung janin siapa?" tanya Nyonya Adeline. "Janin si brengsek ini!" Omran menoleh kasar ke arah Dokter Farouk. "... Dia pasti sudah menjebak Fatma, karena aku yakin Fatma tidak serendah itu jika bukan karena dijebak," lanjutnya. "Benarkah itu, Dok?" tanya Soraya berusaha tegar. "Ibu sering melihat kebersamaan mereka di kantin." Bibi Halima menegaskan opini yang belum dipastikan kebe

  • Fatma Boussetta   CHAPTER 128 (Salah Paham)

    "Wanita itu meninggalkanku," ucap Omran dengan suara yang lemah."Wanita itu meninggalkanku!" Dia mengulangi kalimat itu dengan suara yang sedikit lebih keras. Sesaat kemudian dia bangkit sambil meneriakkan kalimat yang sama, " Wanita itu meninggalkanku!" Kali ini suara Omran terdengar lebih keras lagi, bersamaan dengan kerasnya suara pecahan kaca meja rias yang baru saya dia pukul menggunakan genggaman tangannya."Aaaakh ..." Nyonya Adeline yang terkejut ikut berteriak histeris sambil memejamkan mata dengan kedua tangan mengepal menutupi wajah. Ketika matanya terbuka, dia harus kembali berteriak untuk kedua kali. Darah segar mengalir dari kepalan tangan Omran. Namun, pria itu seolah-olah tidak merasakan sakit sama sekali. Tentu, jika dibandingkan dengan luka itu, hatinya merasakan sakit yang jauh lebih besar.Tuan Khaleed refleks memeluk Nyonya Adeline yang terlihat syok."Omran! Kamu sadar apa yang baru saja kamu lakukan?" Tuan Khaleed meninggikan inton

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status